Seorang psikolog senior konselor perkawinan berkata: “setelah saya hayati, sebenarnya orang itu menikah untuk merasa bahwa ia dihargai. Jadi, kalau “menghargai” sudah hilang dalam sebuah hubungan pernikahan, kalau salah satu atau suami-istri sudah tak mau lagi saling menghargai, maka….mungkin bahasa anak muda sekarang mah..-lo gue, end-” (tentu bagian -lo gue end- nya adalah kata-kata saya haha…)
Kata-kata beliau, yang telah puluhan tahun membantu ribuan pasangan yang mengalami persoalan dalam kehidupan perkawinannya melalui “marriage counselling” dan atau “couple therapy” tentu tak bisa diabaikan…
Pagi ini, saat kami “merencanakan” syukuran ultah pernikahan kami yang ke- satu dekade- tgl 15 nanti, mungkin dengan berlibur sekeluarga di sebuah hotel atau cottage…lalu cerita ke anak-anak bahwa ini adalah ultah pernikahan ibu dan abah….(saya suka sekali istilah si abah: ULANGTAHUN KELUARGA KITA;)…
Saya bertanya pada mas: “bah, sekarang dirimu udah gak mau aku jadi ibu rumah tangga lagi kan?”
Pertanyaan tersebut saya ajukan karena di awal-awal pernikahan kami, saat saya meminta izin untuk “bekerja” (berkomitmen pada suatu institusi dengan komitmen yang relatif mengikat) karena“bekerja, membuatku bahagia. Dan kalau aku bahagia, aku bisa menjadi istri yang bahagia, bisa jadi ibu yang bahagia….jadi punya energi untuk menularkan kebahagiaan ini sama mas dan anak-anak…”saya ingat sekali, mas berkata: “secara emosional, sebenarnya aku pengen dirimu di rumah…tapi secara rasional, aku tau kalau itu penting buatmu… jadi aku ridho…”.
Setelah itu, sering sekali saya bertanya pertanyaan yang sama, dan jawaban mas pun masih sama.Karena itu, saya sudah lama tak bertanya lagi. Saya mengganti pertanyaan itu dengan ucapan terima kasih.
Ya, terima kasih.
Terima kasih untuk mau memahami bahwa mengaplikasikan ilmu yang kupunya, adalah hal yang berarti buatku
Terima kasih untuk mau menyadari bahwa bisa mendapat uang sendiri, bisa melakukan banyak hal yang kumau dengan “uangku sendiri” adalah hal yang menyenangkan buatku
Terima kasih untuk mau menghargai bahwa melakukan yang terbaik dalam bidang yang kusuka dan kubisa, adalah hal yang amat berharga buatku…
Terima kasih untuk mau menghargaiku…
Sekarang, mas banyak berubah. Kalau di awal-awal, beliau berkata: “berapa sih gajimu? Aku bisa ngasih dirimu uang segitu. Khusus untuk dirimu aja, bukan buat pengeluaran keluarga…”. Kalau di awal, saya merasa beban saya cukup berat karena harus jadi profesional di tempat kerja, sekaligus juga full time mother yang “sempurna”, maka seiring waktu, toleransi mas semakin besar. Saya tak lagi merasa konflik kalau terpaksa harus rapat sampai malam….Saya juga tak lagi merasa segan untuk meminta mas mengantar Umar yang sakit ke dokter karena saat itu saya harus menghadiri pertemuan yang penting…Saya bisa bebas bercerita apaaaaa saja tentang hal-hal yang terkadang tak menyenangkan yang saya rasakan di tempat kerja.
Mas begitu memahami, memberikan kesempatan…suportive dan … menghargai…..
Maka pagi ini, setelah sekian lama, saya bertanya lagi…saya pikir jawabannya akan berbeda. Namun, ternyata jawaban mas masih sama; “aku lebih suka dirimu di rumah…tapi aku tau dirimu lebih bahagia kalau bekerja…”
Terima kasih untuk mau berkorban, menghargaiku, menghargai apa yang buatku berharga…
Penghargaanmu, adalah sebuah ikatan kuat, yang mengekangku untuk melakukan hal-hal yang akan menodai janji dan komiten kita pada keluarga.
i love u
Recent Comments