biografi

Sepuluh tahun lalu. 16 Juni 2002. Hari Minggu.

Itu adalah hari kedua pernikahan kami. Saya dan Mas langsung meluncur dari Purwakarta ke Bandung sehari setelah pernikahan kami, dan agenda pertama kami adalah : angkut-angkut barang (yang 90%nya adalah buku)  dari tempat kost-an mas di taman hewan dan tempat kost-an saya di cisitu; ke rumah kontrakan mungil yang sudah dipersiapkan mas di Gg. Aquarius Sadang Serang. Setelah itu, kami belanja segala macam keperluan rumah tangga untuk mengisi rumah kontrakan mungil tersebut; di pasar simpang…

Waktu membuka kardus-kardus mas yang isinya buku dan menatanya di lemari buku, saya seperti berada di “syurga”….Uuuuuh…..semua buku favorit saya, mas punya !!!! baik buku agama,  buku pengembangan diri, buku psikologi populer yang sedang atau pernah best seller…..Buku-buku saya sendiri hampir semuanya buku fotocopyan textbook psikologi….Maklum, jaman itu masih miskin (haha…kayak sekarang udah kaya aja…). Jaraaaaaaang banget beli buku. Semua buku yang “menggiurkan” saya baca dari hasil pinjaman….Buku agama kebanyakan pinjam dari teh Isma, buku agama yang “berat” pinjem dari Kang Rezha, buku-buku nasionalisme dan best seller pinjem dari Kang Syafril, dan buku novel fiksi ilmiah yang saya sukaaaa banget, pinjem dari tempat penyewaan buku, Comic Corner di ujung  Jl pager gunung depannya toko kue Victoria 😉

Maka, tak heran kalau acara membereskan buku itu menjadi sangat lamaaaaa…karena saya kembali membuka dan membaca halaman-halaman yang saya hafal sekali, di halaman itu ada kalimat-kalimat yang sangat bermakna buat saya. Saya juga tak tahan dengan godaan membaca buku-buku yang saya pengeeeen dari dulu. Yang saya ingat adalah, buku Fiqih Sunnah dan buku tafsir edisi lengkap….Memang saya agak heran, karena kondisi buku-buku itu bagai tak pernah terbuka halaman-demi halamannya, kayak masih dari toko buku. Setelah saya ngobrol sama mas, akhirnya keheranan saya terjawab. Sebagian besar buku itu memang belum dibaca mas …haha….. Katanya, setiap abis gajian ngasih les privat waktu kuliah S1 atau gajian dari kerja, memang disisihkan uang untuk beli buku. Tapi kalau bacanya…..tampaknya tak tersisih waktu khusus haha….itulah  “saling melengkapi” yang pertama kali saya sadari sebagai istrinya…saya mah gak punya bukunya tapi udah baca, mas punya bukunya tapi belum baca …wkwkwk…Tapi adanya irisan buku-buku yang menjadi favorit kami, membuat saya senang…

Ada beberapa kelompok buku kami yang  tak saling beririsan. Itu adalah kelompok buku texbook psikologi milik saya, dan kelompok buku mas yang tak menarik untuk saya: kelompok buku elekro, kelompok buku bisnis, dan….kelompok buku biografi. Ada biografi Rasulullah dan Khulafaurrasyidin, biografi pak Amin Rais dan beberapa tokoh sejarah nasional.Buku-buku biografi tersebut tidak pernah saya sentuh dan saya baca, karena saya tak pernah tertarik buku jenis itu. Satu-satunya biografi yang pernah saya baca adalah biografi Helen Keller. Saya baca buku yang saya temukan di perpustakaan umum “Batu Api” Jatinangor itu  di tahun 2011, saat saya menyusun skripsi. Karena skripsi saya mengenai individu yang tuna netra, maka pembimbing saya menyarankan saya menghayati dunia mereka tidak hanya melalui observasi dan “bergaul” bersama mereka, namun juga menyelami lewat kisah tokoh terkenal Hellen Keller.

Waktu berlalu…… saya sering mendengar mas mengutip isi dari biografi-biografi itu dalam obrol-obrol kami…Demikian juga, kalau kami jalan-jalan ke Gramedia, pasti mas membeli jenis buku biografi ini. Akhirnya saya tahu kalau mas sukaaaa sekali dengan jenis buku tersebut. Maka, dalam beberapa kesempatan, saya pun sering membelikan buku biografi untuk mas. Waktu saya memberi pelatihan di SMP Al-MA’shoem, saya belikan buku kisah hidup Al-Ma’shoem. Waktu saya nganter seorang kolega bule ke saung angklung ujo, saya belikan Kisah hidup Udjo Ngalagena sebagai oleh-oleh. Saya juga belikan buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”-nya Dahlan Iskan, karena saya tahu mas ngefans banget sama Pak DI.

Karena jadwal kerja mas selama weekdays di luar kota padat dan saat weekend di bandung juga tak kalah padat (karena anak-anak sudah punya jadwal kegiatan yang harus diikuti abahnya), maka pastinya amat sedikit waktu santai untuk baca buku baru yang saya belikan. Maka, iseng-iseng saya membaca sendiri buku-buku biografi yang saya belikan itu…ternyata…seperti kata mas….buku biografi itu, selalu bisa memberikan energi. Kita seperti menyerap makna kehidupan dari orang-orang “hebat” itu; makna kehidupan dari perjalanan yang mereka alami selama puluhan tahun.

Maka, lama kelamaan saya pun berubah peran. Bukan semata membelikan,  tapi juga membacakan dan menceriterakan isi dari buku-buku itu. Dan….selanjutnya, saya baru menyadari bahwa lama-kelamaan, saya membeli buku biografi bukan untuk mas saja, tapi juga untuk diri saya sendiri !

Selain Biografi Umar bin Khatab karya Haekal, buku biografi favorit saya adalah  “Habibie dan Ainun”, “Novel Biografi Lendo Novo”, “Menapak Jejak Amin Rais” dan “Inilah Jalan Hidup Saya (autobiografi Amien Rais), “Ganti Hati”-“Habis Gelap Terbitlah Terang”-“Tidak ada yang Tidak Bisa” (Dahlan Iskan), “Diplomasi Angklung” (Udjo), dan “Biografi Haji Ma’shoem” (ditulis oleh mas di blognya:http://abuazmar.wordpress.com/2008/02/11/kiat-bisnis-haji-mashoem/).

Meskipun demikian, masih ada tumpukan buku biografi yang dibeli mas yang belum tertarik untuk saya baca, diantaranya “Tan Malaka: Dari Penjara ke Penjara”, “Prof. Dr. Ir. Sedyatmo: Intuisi Mencetus Daya Cipta”, “Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman”, “Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil”…maklum…guru sejarah saya tak sehebat guru sejarah mas, yang bisa membuat mas “mengagumi” tokoh-tokoh sejarah nasional;)

Sejujurnya, saya tak bisa menggambarkan “energi” apa saja yang saya dapat dari buku-buku biografi tersebut. Saya tak punya kata-kata dan tidak bisa merangkaikan kalimat untuk menggambarkan pikiran dan perasaan saya mengenai hal tersebut. Tapi kurang lebih, inilah yang saya dapat dari buku-buku biografi:

(1) Prinsip-prinsip hidup yang “mengagumkan”: misalnya prinsip THE BIG U AND THE SMALL I nya bu Ainun dalam mendampingi pak Habibie.

(2) Menghayati bahwa, sehebat dan se”besar” apapun seseorang, itu tak didapat dengan mudah. Yups, kita sering sekali mendengar kalimat ini. Namun mengetahui bahwa Pak Habibie yang kita kenal sebagai orang yang amat cerdas pun, pernah mengalami episode sepatu bolong, membaca perjuangan Pak haji Ma’shoem dari nol mulai dari menyewa sepetak rumah kecil…rasanya beda… Ya, seperti reff winning song-nya indonesian idol 2012 karya Ahmad Dhani; “kemenangan adalah milik orang-orang yang berjuang” 😉

(3) Terkait dengan poin no 2, membaca buku biografi membuat saya yakin bahwa banyak hal yang rasanya tak mungkin menjadi mungkin.

(4) Awalnya, saya malas membaca buku biografi karena saya pikir isinya adalah sebuah ke’narsis”an atau “pengagungan” seseorang. Namun sebaliknya, justru saya menemukan sisi-sisi “kemanusiaan” dari setiap tokoh itu….saya sangat terpesona dengan kisah di biografi Umar Bin Khatab, yang menggambarkan sisi manusiawi Umar Bin Khatab ….padahal ia adalah sahabat yang dijamin masuk syurgaNya…yups, karena sisi manusiawi itulah yang membuat manusia bisa lebih mulia dari malaikat.

(5) Asyiknya baca buku biografi, satu buku bisa dimaknakan berbeda oleh orang yang berbeda…jadi asyik kalau diobrolin. Seperti waktu saya dan mas baca buku biografi Steve Job, yang “nempel” di saya mah bagian dia yang merasa “dibuang” oleh ibunya…..sedangkan bagian yang “nempel” di mas mah tentang kehebatan dia yang di usia SMA sudah diteriam bekerja di manaaaaa gituh….;) Hal ini semakin membuat kita “mengenal” siapa diri kita…..

(6) Sebagai orang psikologi, saya sangat excited dengan “apa yang membentuk suatu kepribadian” dan “apa yang bisa dibentuk dari suatu kepribadian”. Seperti juga akhirnya saya bisa memahami mengapa Piaget mengeluarkan teori mengenai perkembangan kognisi sedangkan Ericson mengeluarkan teori mengenai tahap perkembangan psikososial dengan “identity crisis”nya; melalui biografi mereka. Melalui biografi, saya jadi memahami …mengapa Lendo Novo menciptakan Sekolah Alam dengan konsep khas-nya…(kalau yang belum baca biografi Lendo Novo, tampaknya kurang bisa memahami secara utuh “ruh”nya sekolah alam;). Hal ini membuat saya seperti “punya kekuatan” untuk mengarahkan anak-anak saya pada kepribadian tertentu yang kami harapkan.

(7) Setiap kali selesai membaca buku biografi, selalu terlintas dalam benak saya….”kalau ada yang membuat biografi saya, akan seperti apa isinya ya?”…pertanyaan ini membuat saya menjadi malu jika melakukan hal-hal yang tidak bermakna bagi anak cucu saya…

Pokoknya mah…membaca buku biografi, saat membacanya bisa membuat kita menangis, tertawa, tercenung…terhanyut pada masa dimana mereka berada, kejadian yang mereka alami…penghayatan yang mereka rasakan…dan setelahnya, selalu saja “menghidupkan jiwa dan pikiran”…

Tapi anehnya, sampai saat ini kami belum tergoda untuk membaca apalagi  membeli buku bografi “Pak Moer-Poppy Untold Story”, “My Life – My Secret”, atau “Aku dan Diva” hehe…