I’m not Iciher, but I Love Maicih ;)

Hari minggu lalu, kami sekeluarga ke Gramedia. Maklum…menjelang minggu ketiga liburan ini,  kung fu boy jilid 1-13 sudah tamat dibaca dan  bermain bersama teman sudah mulai membosankan. Main bulutangkis, balapan sepeda, nulis diari, bikin komik dan segala macam kegiatan lain pun sudah tidak menarik lagi. Akhirnya…pelarian anak-anak adalah….TV, googling n tablet. Masalahnya, karena tidak ada alternatif lain, Azka dan Umar bisa berjam-jam menghabiskan waktunya untuk 3 kegiatan tersebut, yang….tentu saja bukan kegiatan yang positif kalau over dosis. Jadilah Azka dan Umar  memborong Komik Conan untuk bekal seeminggu lagi liburan, mengingat Kungfu Boy baru kluar sampai jilid 14.

Si ibu gak mau kalah. Selain melengkapi buku koleksi DIS dengan membeli 2 buku lagi: “Sepatu Dahlan” dan “Dahlan juga Manusia”, maka si ibu yang sedang seneng banget sama buku biografi pun membeli buku “Chairul Tanjung si Anak Singkong” dan satu buku lagi yang memang ibu cita-citakan untuk beli sejak melihat billboard besarnya di daerah setiabudi: “Revolusi Pedas Sang Presiden Maicih”.

Saya bukan pecinta cemilan pedas. Makanya, saya telat mengetahui fenomana Maicih. Setelah tahu pun, saya tak pernah tertarik. Maklum, sebelum sampai perut, si lidah udah gak kuat menerima rasa pedas…pertama kali dan sekali-kalinya saya makan produk Maicih adalah, saat berkunjung ke rumah teh Titin di Katumiri n disuguhi gurilem Maicih. Salah satu varian produk Maicih tersebut katanya didapat sehari sebelumnya, saat launching di Maja House Setiabudi dengan mengundang grup boyband yang saat itu sedang ngetop2nya, SM*SH. “Gile!!!!” itu tanggapan saya … baik terhadap acara launching produk gurilem yang “eksklusif”, maupun terhadap rasa pedas si gurilem yang saya cicipi itu.

Sejak beberapa bulan lalu, 2 km dari rumah saya di Sariwangi, sebuah kapling dengan logo Maicih di pagarnya tengah dibangun. Di depan kapling tersebut ada sebuah rumah, yang tampaknya adalah salah satu rumah produksi Maicih. Beberapa karyawan, anak-anak muda berkaos merah bertuliskan “Maicih Crew” juga sering kami liaht di rumah tersebut. Waktu jalan-jalan ke Borma, saya juga melihat produk Maicih dengan kemasan alumunium foil. Keren banget. Tapi tetap, saya tak berniat membelinya. Saya memang bukan “iciher” 😉

Tapi, saya sangat berniat membeli bukunya. Saya penasaran siapakah yang punya ide original mengenai nama, logo, maupun strategi marketing Maicih yang keren banget itu. Mungkin juga saya sudah ketularan si abah yang suka sama buku-buku mengenai bisnis. Tapi, seperti kata si abah….”Kalau baca buku mengenai orang yang sukses berbisnis, yang paling penting itu adalah…bagaimana kisah dan perjalanan hidup orang tersebut, yang membuat dia mendapat pertolongan Allah. Karena menurutku, bisnis yang sukses itu, jalannya dari Allah. Karena kalau masalah strategi bisnis….ya…paling gitu-gitu aja…”.

Setelah membaca buku “Revolusi Pedas Sang Presiden Maicih”, saya mendapatkan jawabannya. Kisah hidup Reza Nurhilman, sang milyarder muda berusia 24 tahun itu…membuat saya berkaca-kaca, tersenyum, bersemangat, dan berani bermimpi. Saya juga punya jawaban dari pertanyaan “apa yang membuatnya diberi jalan oleh Allah, sehingga bisnisnya sukses”…Saya pun semakin yakin dengan sunnatullahNya. Rizki itu, kadang kita cari ke barat, eeh…datangnya dari timur. Tapi, yang dari timur itu gak akan ada kalau kita gak berangkat ke barat itu…”

Satu hal paling berharga yang saya dapat dari buku itu, entah mengapa … berhasil membaut saya “membangun mimpi” kembali. Sudah beberapa tahun ini, saya tak berani bermimpi. Saya mengubah mimpi saya menjadi prinsip “seperti air mengalir, jalani saja”…..Sekarang, seperti Axl Sang Presiden, saya berani punya “dreambox” lagi…

So, maybe because I Like Maicih, Someday I will be an Iciher 😉