Penangkal Jitu Ejekan

Suatu hari, ibu iseng tanya mas Umar terkait pengalaman awal di sekolahnya yang sempat “down” karena diejek gara-gara dia belum bisa (tepatnya engga bisa) bilang “r”.

“Mas, masih ada yang ngejek mas umar gak bisa bilang r engga?” tanya ibu. “Engga … sekalang mah temen-temen mas Umal ngejek mas Umal mewalnainya colat-colet” katanya. Hehe…memang motorik halus Umar agak tertinggal. Tidak heran kalau kegiatan mewarnai, dia belum bisa full dan rapi. Lha wong nilai mewarnainya di raport dapet C hehe… “Terus, gimana perasaan mas Umar?” tanya ibu lagi. “Kalau kata ibu, emang ini kayak colat-colet?” katanya sambil menunjukkan hasil mewarnainya. “Ya, memang engga begitu rapih sih untuk anak kelas 1 SD, tapi mewarnai kan bukan keahlian mas Umar” kata ibu. “Oh iya yah…kan keahlian mas Umal mah…bla..bla..bla..” katanya….

Goood…Goood…ibu senang sekali dengan sikap mas Umar.

Ibu juga bertanya sama Kaka Azka, mengingat tak pernah ada “laporan” acara ejek-ejekan diantara temen2 Kaka. “Temen-temen Kaka ada yang suka ngejek gak?” tanya ibu. “Uh….banyak bu, suka..teman Kaka, **** disebutnya ketan gosong karena kulitnya item” kata Azka. “Kalau Kaka pernah ada yang ngejek engga?” tanya ibu lagi. “Pernah, ada yang bilang Kaka item” kata Azka. Ibu cukup kaget juga, mengingat sampai saat ini Kaka gak pernah cerita padahal dia tuh selalu cerita apapun secara detil. Kata si abah; “Harusnya Kaka jawab gini: yeee….kamu belum ketemu ibu aku sih…ibu aku lebih item tau” hahaha…..dasar si abah ! Eh, tapi ibu penasaran banget jadi tanya lagi sama Kaka; “terus Kaka jawab apa sama yang ngejek itu?” Kaka menjawab; “Ya Kaka jawab aja……ah, warna kulit mah gak penting!”

Goood…Goood….kali ini ibu merasa bahagiaaaaaa banget dengan sikap kaka Azka.

Yups…yups… ibu punya keyakinan bahwa gak bisa kita ngubah orang lain. Gak bisa kita menuntut orang lain untuk selalu supportif pada kita sesuai dengan cara yang kita inginkan.  Tapi kita punya pilihan sepenuhnya, mau bagaimana kita menyikapi “ejekan” atau situasi negatif apapun yang kita alami. Dan prinsip ini, ingin sekali ibu tanamkan pada anak-anak. Prinsip yang kedua yang ingin ibu tanamkan adalah, bahwa anak-anak ibu bisa memisahkan mana yang PENTING untuk dimaknakan dan mana yang TIDAK PENTING sehingga bisa diabaikan.

Kalau mau merenungi lebih mendalam, seseorang yang merasa ia SESEORANG , tak akan merasa down dengan kata-kata orang lain. Dan, bahwa ia adalah SESEORANG adalah hal yang perlu kita tumbuhkan dalam diri anak kita. Bahasa populernya mah KEPERCAYAAN DIRI.

Apakah menanamkan kepercayaan diri itu adalah menanamkan bahwa anak kita seseorang yang HEBAT? no no no… bukan. Studi mengenai faktor apa sih dalam individu yang membuat seseorang bisa “bertahan” mengalami beragam “ancaman”   menunjukkan bahwa orang yang “KUAT” bukanlah orang yang merasa bahwa ia BISA SEMUANYA. Orang yang TANGGUH adalah seorang yang “LENTUR”. Bahasa ilmiahnya “resilien”. Ia adalah seseorang yang paham bahwa ia punya kekuatan bla..bla..bla.. sekaligus juga punya kelemahan bla..bla..bla….. dan ia tetap merasa oke dengan kelemahannya tersebut.

Ada satu model yang diperkenalkan oleh Edith Grotberg (1999) mengenai faktor Resiliensi, adalah sebagai bertikut:

I have (aku punya…)

Faktor ”I have” adalah dukungan dan sumber daya eksternal yang bisa meningkatkan resiliency. Sebelum anak menyadari siapa dirinya (I am) atau mengetahui apa yang bisa ia lakukan (I can), anak memerlukan dukungan dan sumber daya dari lingkungan yang mengembangkan perasaan aman dan nyaman, yang merupakan dasar bagi pengembangan resiliency. Dukungan ini menjadi hal yang penting dalam tumbuh kembang anak.

I am (aku adalah…)

Faktor ”I am” adalah kekuatan personal dan internal anak, yang meliputi perasaan, sikap dan keyakinan yang ada dalam diri anak.

I Can (aku bisa….)

Faktor ”I can” adalah keterampilan sosial dan interpersonal anak. Anak mempelajari keterampilan sosial tersebut melalui orang yang berinteraksi dengannya dan dari orang-orang yang mengajari mereka.

Dalam faktor “I Have”, peran orangtua sangatlah penting, karena penghayatan “I Have” pada anak akan terbentuk melalui:

  • Adanya satu atau lebih figur dalam keluarga yang bisa ia percayai dan mencintai saya tanpa syarat
  • Adanya satu atau lebih figur di luar keluarga yang bisa ia percayai tanpa syarat
  • Adanya figur yang memberi batas terhadap perilakunya
  • Adanya figur yang menyemangati untuk menjadi mandiri
  • Adanya figur teladan yang baik
  • Adanya keluarga dan lingkungan yang stabil

Semoga ibu dan abah bisa menumbuhkan kepercayaan diri sekaligus kerendahan hati pada Kaka Azka, Mas Umar, Kaka Hana dan de Azzam.Amiiin…

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Annisa:9)

 

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: