Anak-Anak UTS, Emak-Emak Ngapain???

Buat sebagian emak-emak yang punya anak usia SD, minggu ini adalah minggu UTS.

Nah, apa yang biasanya emak-emak lakukan dalam situasi ini?

Ada emak tipe 1. Yaitu emak yang  “tidak ikut campur” dengan situasi ini, dengan beragam alasannya. Emak tipe 1 ini terbagi menjadi dua, yaitu tipe emak 1a dan 1b (wkwkwk…ngarang pisaaaan…). Emak tipe 1a, kalau udah ada hasil nilai ulangan anaknya, gak terlalu peduli sama nilainya. Emak tipe 1b, sangat concern sama nilai anaknya.

Ada emak tipe 2. Yaitu emak yang “ikut campur” dengan situasi ini, juga dengan beragam alasannya. Emak tipe 2 ini juga terbagi dua (biar adil dooong;). Emak tipe 2a, sama dengan emak tipe 1a, gak terlalu peduli sama nilai anaknya. Emak tipe 2b juga nyontek emak tipe 1b, yang sangat concern sama nilai ulangan anak-anaknya.

Silahkan dipilih…dipilih…dipilih… tipe emak manakah anda?

Tapi kalau saya sih….lebih setuju sama tipe emak yang kedua. Untuk anak usia SD, menurut saya sih… si emak perlu “ikut campur” sama kegiatan belajar anak di rumah. Sebenarnya sih, gak cuman pas ulangan atau ujian aja… tapi saat hari-hari biasa juga.

Kenapa? pengen nilai ujian anaknya bagus? biar dapet renking? yups….gak salah kan, keinginan itu? masa pengen anaknya pinter gak boleh….Tapi selain tujuan akademik itu, ada tujuan lain yang jauuuuuuuuh lebih penting. Tujuan lain inilah yang menurut saya membuat “campur tangan si emak dalam kegiatan belajar anak di rumah”  menjadi wajib.

Tujuan-tujuan tersebut adalah:

(1) Membantu anak memahami materi pelajaran.

Sudah bukan rahasia lagi kalau pelajaran yang harus diserap oleh anak-anak Indonesia, bujubune… Baik dari segi jumlah maupun kepadatan kurikulum. Totally inhuman pokoknya mah …. Yang kerasa banget adalah materi pelajaran anak mulai kelas 4. Engga percaya? Coba buka buku pegangan IPA kelas 4 SD. Di semester awal ada pelajaran “Kerangka Manusia” dan “Panca Indra”. Itu ya, materinya mengenai anatomis rangka tubuh manusia dan panca indra lengkap ! ada beragam nama tulang, sendi (engsel, pelana, putar, peluru, dll dll), lalu saluran eustachius, tulang sanggurdi, lapisan dermis, epidermis, bla..bla..bla..Seorang teman yang dokter berseloroh mengatakan bahwa materi itu sama dengan materi Anatomi 1 waktu dia kuliah di FK… ;( Tapi yang jelas, ibu inget banget materi itu dipelajari di kuliah Faal semester 1 !

Mau contoh materi pelajaran yang lebih “ajaib”? tengoklah buku pelajaran PKNnya. Judul buku yang dipake Azka adalah “Fun Learning Civic Education”. Isinya? kagak ada fun-fun nya sedikit pun!” Materi di semester 1 dan sampai UTS semester 2 ini adalah: Sistem Pemerintahan Desa dan Kecamatan; Sistem Pemerintahan Kabupaten, Kota dan Provinsi; Sistem Pemerintahan Tingkat Pusat, Globalisasi. Isinya apaan? Ibu kasih gambaran dari pertanyaan latihannya aja ya….

Apa yang dimaksud otonomi daerah? Tuliskan perbedaan antara pemerintah desa dan kelurahan! Apa fungsi BPD? Uraikan hak yang dimiliki oleh DPRD ! Apa yang dimaksud lembaga eksekutif? Siapakah yang berwenang memutus pembubaran partai politik? Uraikan kewenangan presiden di bidang kehakiman ! gambarkan susunan pemerintahan pusat sebelum dan sesudah amandemen UUD 45 !

Hayo….pada bisa jawab gak? Baca soal-soal di atas, saya mah pengen nangis da.. sumpah ! Saya sering merenung… pernah gak ya, terlintas dalam pikiran si penyusun kurikulum itu, dan si pembuat buku itu… apakah anak-anak usia 9-10 tahun itu mengerti apa yang dimaksud “dewan”, “komisi”, “sistem”, “pemerintahan”, “amnesti”, “partai”, “politik”, “undang-undang”…. Apakah mereka pernah berpikir…”apa sih perlunya materi ini untuk anak usia 9-10 tahun?”….Padahal, dalam sebuah kesempatan diundang oleh DIKTI di sebuah acara, saya baru tau bahwa proses acc isi sebuah buku itu mengalami proses yang cukup panjang. Ada reviewer dari pihak Diknas. Tapi, kenapa oh kenapa….

Sayangnya, saya gak punya cukup uang untuk pindah ke luar negeri agar anak-anak saya mendapatkan pendidikan dengan kurikulum yang lebih “manusiawi”. Dan karena bertahun-tahun pengalaman saya menunjukkan bahwa…mengeluh, tak menghasilkan apapun….maka, selain berdoa agar para pembuat kurikulum diberi “hidayah” untuk mau lebih menghayati cara pikir anak dan menghayati manfaat dari materi yang diberikan, sekarang marilah kita pokus (siapa bilang orang sunda gak bisa ef? itu pitnah 😉 pada solusinya. Solusi = sikap kita pada anak.

Menurut saya, yang bisa kita lakukan adalah :

  • Membuat anak memahami materinya, dengan menjelaskan secara konkrit dan dengan cara yang lebih dipahami anak. Waktu saya tanya apakah Kaka Azka ngerti apa sih DPR itu; legislatif, yudikatif dan eksekutif itu apa? mahkamah agung itu apa….dengan tegas Kaka Azka menjawab “GAK NGERTI !!!!”. Maka, saya coba menjelaskan dengan level pemahamannya. Misal saya jelaskan DPR sebagai berikut. “Misalnya Bu Yeni (kepala sekolah Azka) mau merubah seragam di SD Kaka. Kalau nanya satu-satu setiap murid kan…lama banget… Oleh karena itu, Bu Yeni minta aja setiap kelas ada yang mewakili, satu orang. Kelas 1a siapa, 1b siapa, 1c siapa, 2a siapa…jadi cuman ada 18 orang. Nah, ibu Yeni nanya ke 18 anak itu aja. Si 18 anak itu, jawabannya adalah hasil  nanya teman-teman sekelasnya. Perkumpulan 18 orang itu namanya DPR. Perwakilan itu namanya partai”. (hehe..ngaco gak ya….gak apa-apa lah…yang penting saya cukup puas mendengar Azka ber “oooooo” ria). Begitu pula waktu saya coba jelaskan tentang legislatip, yudikatip dan eksekutip, makhamah agung, komiten yudisial dll dll.  Yah..minimal lah, upaya itu membuat kata-kata “ajaib” di bukunya menjadi bermakna buat Azka. Karena kalau tidak, gak kebayang gimana prustrasi-nya harus memahami kata-kata yang she has no idea what the hell is it… kayak ngapalin “nonsense sillabus” aja…
  • Harus memahami istilah-istilah ajaib yang tak ada kaitannya dengan kehidupannya, pasti sangat membuat prustrasi, bukan? Lha wong walaupun Azka yang super rajin udah belajar berhari-hari, di pelajaran PKN itulah pertama kalinya dia mengalami remedial, karena nilainya 63 ! Meskipun cuman dua orang temannya yang tidak diremedial (itu pun nilainya mepet KKM, yaitu 75 dan 76), tetep we dia nangis.  Di situlah peran kita sebagai emak meng-encourage-nya. Saat itu, saya cuman bilang: “Kaka, pelajaran ini susah banget. Buat ibu pun susah. Apalagi buat Kaka. Tapi Kaka tetep harus berusaha, ibu coba bantu. Tapi kalau Kaka tetep gak bisa dan nilainya tetep jelek, engga apa-apa. Itu bukan salah Kaka”.

(2) Mengajarkan keterampilan berpikir pada anak. Karena pembahasan poin 1 sangatlah panjang (soalnya sambil curhat tea wkwkwkw), maka sayah mengingatkan bahwa poin-poin ini bicara mengenai “Kenapa emak harus menamani anak belajar”. Ada sekelompok emak nun jauh disana, yang selalu memakai jurus “menasehati” saat nilai anaknya jelek. “Makanya, belajarnya yang bener dong”…”Masa gitu aja dibilang susah?” bari jeung tara ngajarkeun gimana cara mengatasi kesulitan yang dihadapi anak. Tau gak bapak ibu….banyaaaaak hal yang buat kita sebagai orang dewasa dan lulusan unipersitas itu adalah hal gampang, buat anak SD mah susyahnya minta ampun. Contoh konkrit? menstabilo-in informasi penting dalam sebuah materi bacaan, ternyata harus diajarkan loh…. Itu teh kan abstrak banget. Anak harus menangkap inti gagasan ssuatu paragraf ! jangankan anak SD, mahasiswa ge gak semua bisa….Tapi itu skill yang harus diajarkan. Juga keterampilan berpikir lainnya. Bikin pointer, bikin mindmap….itu teh harus diajarkan !! bertahap… !!! Demikian pula saat anak menghadapi soal cerita, misalnya… Kita ajarkan gimana step nya. Sekarang ibu lagi berupaya mengajarkan bagaimana Azka memahami operasi bilangan yang melibatkan angka positif negatif. Pfuih ….

(3) Mengajarkan “metacognition” pada anak. Metakognisi, secara lebih sederhana adalah mengajarkan anak “memahami caranya berpikir”. Caranya? sederhana…. kita bisa berikan umpan balik mengenai cara belajarnya. Misalnya, bahwa ia biasanya ceroboh saat menghadapi soal yang mudah, bahwa ia mudah merasa putus asa saat menghadapi soal yang sulit… Lalu kita ajarkan teknik untuk mengatasinya. Misalnya untuk soal ceroboh, kita minta anak untuk selalu mengecek ulang pengerjaannya. Ibu selalu berpesan: cek dua kali lagi ya, kalau sudah selesai. Lalu saat menghadapi soal yang sulit…kita bisa kasih tau kalau anak suka merasa “susah” duluan sebelum mencoba, dll…

Nah… finally….kata temen saya yang bikin penelitian tentang self esteem pada anak, mendampingi anak saat belajar bisa meningkatkan self esteem anak, karena anak merasa “dipedulikan”.

Mendampingi anak menghadapi kesulitan, membantu mencarikan solusi dan membangun keterampilan menghadapi persoalan, lalu meyakinkan kalau udah berusaha maksimal, nilai berapapun tak jadi soal… itu yang jadi pilihan saya dan inginnya selalu bisa saya usahakan… maka, saya memilih jadi ibu tipe 2a hehe…

2 Comments (+add yours?)

  1. irma ruslina
    Mar 06, 2013 @ 11:12:11

    waaaaa…beneran kejadian pada anakku. si teteh dziqa udah protes; bun, ngapain sih ngapalin PKN, emang gunanya buat apa. udah kalimatnya panjang2, susah dingertiin lagi. emang anggota DPR pada hafal gitu istilah2 yang ada di PKN? hiyaaaaaa…emaknya ngacir. nyerah deh…akhirnya cuma bisa bilang, nak, karena kamu sekolah di indonesia jadinya hal2 seperti ini harus dipelajari. langsung deh, si teteh bilang: ya udah, aku sekolah di nihon aja kalau gitu…yeayyyyy (curcol kepanjangan)

  2. opi sjam
    Mar 07, 2013 @ 16:46:00

    diriku tipe 2 mb,,,, apalagi ngeliat materi pelajaran anak sd sekarang,,, level nya dah tinggi ga kaya zaman saya dulu,,, tapi kalo hasil saya ga pernah menargetkan, dan kalo ga mencapai target ga akan dapet punishment,, sampai atau tidak saya tetap membari award,, biar lebih memacu prestasi anak 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: