Sakinah: Jangan Larak-Lirik Rumput Sebelah

Saya bukan orang yang anti perceraian. Saya lebih mendukung “perceraian yang sehat dibanding perkawinan yang sakit”. Namun gagasan “menjadi tua bersama” pasangan, sangatlah menggoda. Sangatlah mempesona. Dan untuk membuat gagasan yang amat mempesona itu mewujud menjadi nyata, tentunya butuh upaya yang amat besar, energi yang amat kuat. No gain without pain, begitu bahasa kerennya.

Meskipun secara kognitif pengetahun bahwa  “untuk mewujudkan pernikahan yang bahagia itu perlu perjuangan” sudah melekat sejak jaman dahulu kala, namun penghayatan akan hal itu baru terasa sekali tahun lalu. Saat secara nyata, saya mengetahui beberapa teman yang seusia saya, beberapa teman yang usia pernikahannya seumur dengan usia pernikahan saya, gagal mewujudkan gagasan “menjadi tua bersama” dengan pasangan tercintanya (semoga gagasan tersebut tetap mewujud bersama pasangan selanjutnya….amiiiiin….). Tiba-tiba saya tercekat, merinding, ketakutan….perceraian yang selama ini saya tonton di TV, atau saya dengar sayup-sayup dari kejauhan, kini mewujud nyata di depan mata saya, dialami oleh beberapa teman dekat saya. Dengan penyebab yang ….. “biasa-biasa saja”, yang…. bibit2nya potensial saya miliki.

Maka, kini saya mengatakan pada diri saya dan seluruh dunia. Mempertahankan pernikahan bahagia sampai hanya maut yang memisahkan itu, butuh perjuangan. Ini bukan basa-basi. Ini bukan teori. Ini adalah keyakinan dari lubuk hati saya yang paling dalam.

Dalam terminologi agama, gagasan kebahagiaan dalam pernikahan itu disebut sakinah. Dalam terminologi psikologi, gagasan kebahagiaan dalam pernikahan itu disebut marital satisfaction.Menurut Pak Quraish Shihab, sakinah terambil dari akar kata sakana yang berarti diam atau tenangnya sesuatu setelah bergejolak. “Gejolak” itu diturunkan dengan lebih rinci dalam konsep “Marital Satisfaction”. Kapuasan pernikahan, adalah   sebuah hasil dari interaksi beragam variabel yang membangunnya. Variabel apa saja? name it !!!! kompleks…bahkan super kompleks.Mulai dari karakteristik individu yang meliputi kognisi, emosi, sosial, variabel interaksi antar pasangan, kultur (keluarga, agama, etnis), social support,  bla..bla..bla…Intinya adalah…kalau satu individu saja sudah sedemikian kompleksnya, kebayang kan bagaimana kompleksitas dua individu yang menyatu?

Dua terminologi tersebut- sakinah dan marital satisfaction menurut saya sejalan, menunjukkan “separuh dinn” yang dilengkapkan oleh pernikahan itu, bukan sesuatu yang otomatis mengikuti ijab kabul. Tapi ia adalah sesuatu yang harus diperjuangkan. Dengan sekuat tenaga. Dari mulai hal yang filosofis sampai hal teknis. Dalam bentuk jeritan dalam doa sholat malam kita, sampai dengan upaya dalam hal remeh temeh.

Nah, karena mewujudkan pernikahan itu membutuhkan seluruh energi yang kita miliki, maka tak ada pilihan lain yang bisa kita lakukan selain mengarahkan pandangan HANYA pada pasangan kita. Tak ada pasangan yang sempurna. Trust me! saya sudah tanya mereka-mereka yang menikahi “pujaan hatinya, wanita/lelaki impiannya”…. ternyata tak sempurna seperti yang dibayangkan. Tugas kita sepanjang hayat adalah menemukan poin-poin menarik, titik-titik yang meluluhkan, seluk beluk yang menentramkan, pesona-pesona yang terselubung dari pasangan kita.

Contoh sederhana saja, setiap wanita butuh romantisme dari suaminya. Apakah romantisme itu dalam bentuk bunga? coklat? hadiah berpita indah? puisi? hohoho….jangan terjebak hal teknis….temukan bentuk romantisme khas pasangan kita. Sikap atau perilakunya yang bisa meluluhkan dan menggetarkan hati kita sama hebatnya dengan efek coklat dan kawan-kawannya. Ssssttt…ini bukan karena suami sayah gak pernah beromantis ria dalam bentuk bunga, coklat, dan puisi looooh…haha…Tapi karena, dari sekian banyak teman-teman yang saya kenal, ternyata laki-laki yang memberikan bunga, coklat dan puisi pada istrinya itu hanya ada di sinetron, atau terjadi sebelum pernikahan. Setelah menikah, issu dan keluhan para istri sama: udah sms panjang-panjang….jawabnya cuman “ok” haha…..

Saya bukan orang yang punya masa lalu yang banyak dengan perasaan-perasaan cinta. Tapi buat teman-teman yang punya masa lalu penuh aneka warna perasaan terhadap beberapa orang; jangan…. jangan pernah mengalihkan fokus perhatian dari pasangan, pada orang lain di masa lalu, atau pada pasangan orang lain. Jangan buat perbandingan. Baik dalam lintasan hati atau terucapkan. Jangan buka-buka halaman  facebook orang lain. Jangan iri dan membayangkan orang lain menjadi pasangan kita. Itu hanya akan menggerogoti energi yang kita miliki untuk mencintai pasangan kita.

Daripada sibuk memikirkan betapa bahagianya orang lain, lebih baik kita menelisik apa yang bisa membuat kita bahagia. Daripada terbuai dalam bayangan akan kebaikan, romantisme dan kenyamanan bersama pasangan orang lain, lebih baik kita menghayati waktu-waktu indah bersama pasangan kita….saat-saat hati kita tergetar oleh kebaikannya, dan merasa amat nyaman bersamanya. Menonton video pernikahan kita, atau melihat-lihat kembali foto-foto selama kebersamaan kita….akan sangat membantu.

Saya yakin, cinta yang dalam itu…. tumbuh perlahan sampai mengakar kuat. Kita sirami dengan doa dan sepenuh upaya yang kita bisa, biar kita bisa menua bersama pasangan kita, bahagia.

*menunggu mas pulang, i love u mas…*

1 Comment (+add yours?)

  1. Toko Bunga Papan di surabaya
    Mar 25, 2017 @ 14:59:24

    Terimakasih atas sharing ilmu dan pengetahuannya. semoga selalu menjadi manfaat bagi semuanya. salam sukses selalu. Amin

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: