U Ka Ka

Bagi sebagian emak yang udah punya anak SD, minggu besok adalah minggu UKK atau Ujian Kenaikan Kelas. Begitupun dengan Kaka Azka dan Mas Umar. Meskipun sudah seminggu ini di sekolah meraka dilaksanakan “review” materi pelajaran selama satu semester dan sudah mengerjakan latihan soal untuk persiapan UKK, tetep aja rasanya gak afdol kalau gak saya “sisir” lagi di rumah. Menyempurnakan ikhtiar ceritanya mah…

Dulu sih….waktu saya punya 2 ART dan baru punya 3 anak, itu jamannya baru Kaka Azka aja yang SD, saya rajin banget bikin soal  berdasarkan kisi-kisi yang diberikan gurunya. Tapi sekarang mah….gak sempeeeeet….huhu…

Jadilah strateginya dirubah. Mulai kemarin, belajar dengan cara mengulang nyanyian-nyanyian yang diajarkan di sekolah sebagai metoda pengajarannya (salah satu hal yang saya senangi dari sekolah Azka Umar adalah kreatifitas guru membuat syair-syair berisi materi pelajaran….)

Misalnya, vocabulary nama-nama hewan dalam bahasa Arab dinyanyikan dengan nada lagu Naik-Naik Kepuncak Gunung : Fillun Gajah, Hisonun Kuda, Baqorotun Sapi/Kalbun Anjing, Ghonamun Kambing, Dajjajatun Ayam/Qittun kucing, Toirun burung, Namirun itu Harimau/Qittun kucing, Toirun burung, Asaddun itu Singa

Tak hanya pelajaran MAs Umar yang masih kelas 1…materi pelajaran Azka di kelas 4 pun ada lagunya, misalnya pelajaran Bahasa Indonesia mengenai huruf kapital, lagunya menggunakan nada lagu tik-tik-tik bunyi hujan: Yo ayo belajar huruf kapital/di awal kalimat dan nama orang/hari dan bulan/gunung dan sungai/jalan dan kota janganlah lupa…

Selain lagu-lagu itu, berkas-berkas ulangan dan uts selalu dibagikan dan diberi folder tersendiri oleh gurunya. Sehingga tinggal tanya jawab aja…seperti tadi siang…di perjalanan jalan-jalan, tanya jawab beragam pelajaran Mas Umar dan Kaka… Dari jawaban-jawaban yang salah, tahulah saya  topik apa yang belum dikuasai anak-anak.

Naaah… Khusus untuk topik yang kurang dikuasai anak-anak, seringkali kita “malas” untuk menjelaskan kembali konsepnya. Ada kecenderungan yang besar bahwa belajar di rumah itu adalah “menguji” atau “menghafal”/”mengulang”. Karena paradigma itu, maka ibu-ibu biasanya kesal kalau anak belum paham/susah mengerti, dan yang dilakukan adalah  “menambah soal latihan” …..Biasanya, inilah yang menjadi pangkal kekesalan dan suasana “mencekam” saat belajar (haha…saya pake kata “mencekam”, teringat salah seorang ayah yang menceritakan bahwa anaknya kalau belajar sama ibunya selalu stress karena suasananya “mencekam” wkwkwkw…). Bahkan tak jarang  bagi beberapa ibu-ibu, situasi ini berujung pada terjadinya abuse pada anak; entah itu jeweran, cubitan dll.

Kecenderungan kesal saat anak belum paham juga tentunya saya alami. Demikian juga “kemalasan” menjelaskan kembali konsep yang belum dipahami anak. Apalagi kalau udah dijelaskan dengan satu cara belum mengerti juga. “masa gak ngerti juga siiih”….kalimat itu pengeeeeen banget rasanya keluar. Atau nada suara, tanpa sadar meninggi…. Sabar…yups…tahu….tapi mengamalkannya dalam situasi seperti itu….butuh relaksasi berkali-kali 😉

Tapi, syukurlah…profesi saya membuat ada beberapa pengalaman yang membuat saya  selalu teringatkan untuk bisa sabar. Salah satunya adalah, pernah ada seorang anak yang dikeluhkan sangat tertinggal dalam pelajaran matematika. Setelah dilakukan asesmen, ternyata anak ini pinter. IQnya superior. Potensi numerikal dan logika matematikanya pun bagus. Tapi si anak ini, setiap kali mendapat stimulus angka, langsung menunjukkan simptom-simptom cemas. Dalam interview, ketahuanlah bahwa dulu pernah dia tidak mengerti langkah-langkah bagi kurung, ibunya memarahi dia habis-habisan, mencubit, menjewer, mengatakan “aduuuuh…masa gitu aja gak bisa siiiih”…..bla..bla..bla… “aku takut banget tante…takuuut…banget….gak tau sejak saat itu, kalau liat angka aku takut banget…terus gak berani tanya mama…kalau pun aku bisa dikit, aku takut banget salah…jadi aku bilang gak bisa aja”. Saat itu, saya menghayati sesuatu bahwa ketika anak tak mengerti sesuatu, dia sedang menghayati suatu perasaan negatif. YAng ia butuhkan adalah  BANTUAN. Bukan DITUNTUT sesuatu yang jelas-jelas dia TIDAK BISA. Rasanya JAHAT sekali ya, kalau kita justru menambahkan perasaan negatif berupa rasa FRUSTRASI dan RASA TAKUT. 

Apalagi, pelajaran matematika di kelas 4 sudah sangat abstrak.  Misalnya topik terakhir yang dipelajari Kaka Azka adalah mengenai jaring-jaring bangun ruang (balok dan kubus), serta sumbu simetri. Itu teh kalau dalam tes psikologi mah membutuhkan kemampuan abstraksi ruang yang kuat……untunglah Azka ternyata kuat juga abstraksi ruangnya. Jadi dijelasin satu-dua kali berhasil. Bahkan buat saya yang daya bayang ruangnya terbatas, memeriksa hasil pengerjaan soal tentang topik itu membutuhkan waktu yang lama….;). Yang agak susah dimengerti Azka adalah konsep minus-plus, khususnya angka positif yang dikurangi angka negatif. Dengan bekal pengalaman saya diatas, sebenarnya saya cukup “sabar”. Cuman tantangannya ternyata menumbuhkan “kepercayaan” pada Azka bahwa it’s oke dia tidak mengerti…ibu akan membantu, tanpa marah atau kesal.  Tiap kali diajak belajar topik itu, dia udah pasang wajah mau nangis 😉 . Jadi we sebelum masuk ke topik teh harus pake icebreaking dulu untuk membuang wajah pengen nangis itu dan membuatnya mau membuka diri, bahkan sampai sambil dipeluk, dengan nada suara rendaaaaah….;)

Jadi, kalau buat anak mah  UKK=Ujian Kenaikan Kelas, kalau buat ibu-ibu mah UKK=Ujian Kesabaran Kita  #maksa#

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: