10. Bintang Kejora

DSC_0235Kami punya dua tempat pavorit di masjidil harom ini. Di  lantai  yang ber-ac dan di lantai 3, atau kami menyebutnya di “atap”. Yups, emang di lantai paling atas ini, atapnya adalah langit.  Kami pilih di lantai ber-ac kalau sholat di siang hari.  Kami pilih di atap kalau sholat malam-subuh. Dari atap ini, kami bisa melihat ka’bah dari atas dan pergerakan orang yang sedang thawaf, yang selalu penuh. Di sekitar kami adalah lampu2 dari gedung2 tinggi sekitar masjidil harom, dengan jam raksasa zamzam tower yang terlihat jelas.

Selain itu, ada beberapa hal yang saya suka di lantai ini.

(1) Disini jauh lebih lowong. Selalu ada space kosong, gak berdesak-desakan dan rebutan.

(2) Udaranya segar karena langsung dari alam. Kalau di bawah, kipas terlalu panas dan ac terlalu dingin…

(3) Kalau pas lagi bukan waktu sholat, kami bisa duduk berdua. Ngobrol atau diskusi atau curhat…..romatis gituh haha…

(4) Secara de facto, lantai ini jadi pilihan buat ibu-bapak yang membawa serta anak-anaknya. Mulai bayi, balita dan di atas balita. Rasanya gimanaaa gituh liat keluarga sholat bersama, lalu si anak bermain berlarian…apalagi anak2nya lutu2…

(5) Karena lowong, maka disini kita bisa tiduran ….. (hehe…dasar saya si tuti …tukang tidur), biasanya saya tidur memandang langit, membayangkan para malaikat yang juga sedang berthawaf di atas, berbantal paha mas.

(6) Berbeda dengan di lantai bawah yang kalau kita batal harus kluar untuk wudhu, disini ada air zamzam untuk wudhu selain untuk minum….

(7) Mas paling suka thawaf di lantai ini, karena diameternya yang panjang, maka sekali putaran itu, kita bisa puas-puasin berdoa……Gak desek-desekan, tempo sesuai dengan keinginan dan kekuatan kita. Thawaf di lantai ini memakan waktu kurang lebih 1,5 jam.

Kalau teman2 kesini,  Pemilihan tempat menjadi hal yang penting agar kita bisa merasa lebih nyaman dan khusyuk beritikaf. Kayak saya, suliiit banget khusyuk dan cepet cape kalau udara panas. Kalau bisa, di awal luangkan waktu untuk survey sehingga kita punya cognitive map dari masjidil harom ini.

Di atap ini, dari kemarin saya mencari bintang gak ketemu. Mungkin langit arab memang tak berbintang. Di atap lantai 10 hotel kami, tempat kami menjemur baju pun, tak ada bintang. Kemarin saya sempet kangen banget sama langit di atas rumah saya yang selalu bertabur kerlap-kerlip bintang.

Tapi hari ini, tadi tiba2 saya lihat ada dua bintang berkerlap-kerlip di atas kami… Itulah mungkin bintang kejora 😉

Bada shubuh, 5 okt 2013. Atap masjidil harom

09. Jangan ge-er….

Salah satu cerita paporit yg biasanya diceritakan oleh jamaah yang baru pulang haji adalah “keajaiban-keajaiban” atau “kebaikan-kabaikan” yang ia terima selama di tanah haram. Misalnya “itu kan thawaf lagi padet, tapi waktu saya thawaf, tiba-tiba aja semua orang memberi jalan sehingga saya bisa leluasa mencium hajar aswad” atau “gak tau ya, tiap sholat selalu saya tuh ada yg memberi makanan, padahal gak kenal”.

Kalau saya perhatikan, ada 3 kategori “motif” org menceritakan hal ini. (1) sebagai rasa syukur (2) ingin menunjukkan kebaikan orang lain. Ada lagi motif yg ketiga. Motif ketiga ini tampaknya berkaitan dengan keyakinan bahwa kebaikan dan keburukan kita mendapat balasan langsung di tanah harom. Jadi, motif yang ketiga adalah secara implisit ingin menunjukkan bahwa ia adalah orang yang “baik”. Biasanya gestur dan intonasinya bisa kita rasakan. Seringkali ditambah dengan kalimat…”Ya, kan gimana kitanya nya…kalau kitanya baik ya…bla..bla..bla..”.lalu ditambah dengan membandingkan kondisi orang lain yang tidak baik.  Intinya, pesan yang ingin disampaikan adalah : “gw ini orang baik looooh…”
Mmmhh…menurut saya, memang setiap kejadian yang terjadi pada kita, baik yang kecil maupun yang besar haruslah menjadi bahan tafakur bagi kita. Tak hanya di tanah haram, tapi juga saat di tanah air dan dimana pun kita berada. Untuk peristiwa buruk, saya menyaksikan banyak yang lebih “peka” dan berintrospeksi daripada saat di tanah air. Sehingga segera beristighfar dan menyadari kesalahan yang dilakukan. Its a good thing! Precious malah…

Tapi jika kita mengalami “keajaiban” hal yang baik, menurut saya siiiih…sebaiknya kita gak ge-er dan merasa bahwa itu adalah karena kita orang yang baik. Itu adalah rahmat Allah. Kasih sayang Allah. Titik. Karena, kalau sifat Allah itu adalah take and give, maka…sungguh…tentunya kita selalu akan berada dalam keburukan sebagai akibat dari perilaku kita. Pembimbing haji kami selalu mengawali tausyiahnya dengan mengatakan bahwa kami, bisa berada disini, di tanah yang palig dicintaiNya, sama sekali bukan karena kesolehan kami. Karena kalau demikian, buanyaaaaaak yang lebih sholeh dari kami. Buanyaaaaak yang sholat malamnya lebih istiqomah, sholatnya lebih khusyuk, shodaqohnya lebih banyak, amalnya lebih ikhlas…tapi belum mendapat undanganNya. Maka, kami disini bukan karena balasan amal yang kami lakukan, melainkan karena ke Rohman Rohimnya Allah. Seperti juga kalau kita masuk syurga kelak, itu adalah karena rahmatNya.

Jadi sekali lagi, jangan ge-er. Apalagi riya dan sombong. Jangan.

Ahad, 6 okt 2013.  bada maghrib, masjidil harom

08. Saat Berada di Lautan Mustajab

Selain Alqur’an, satu  buku yang selalu ada di tas pasport yang selalu melekat di tubuh saya saat ke Masjidil Haram adalah buku doa-nya pak Miftah Farid. Memang lebih enak bawa tas kecil, gak akan diperiksa sama asykar. Suka juga sih, saya bawa ransel kalau mau agak lama. Misalnya niat dari dhuha sampai isya. Bawa sajadah, pashmina, tempat minum yang besar, Tafsir al-Lubabnya Pak Qurais Shihab (yang bisa berfungsi ganda menjadi bantal hehe…) dan buah serta makanan. Tapi pasti dipanggil asykar dan diperiksa. Askarnya ramah-ramah sih…akan menyapa kita dengan salam, lalu yang enak adalah mereka lebih fasih berbahasa inggris dibanding asykar laki-laki. Dan kalau tanya arah atau tempat, mereka akan menunjukkan. Gak kayak asykar laki2 yang biasanya jawab “gak tau” aja.

Sebelum pergi, memang Mama berpesan untuk membawa buku doa sebanyak mungkin.  “Biar ga mati gaya” katanya…yups, memang benar…di indonesia gak pernah kita menunggu waktu sholat sejak 4 jam sebelumnya. Jaraaaang sekali saya bisa duduk menunggu waktu sholat selanjutnya setelah satu waktu sholat. Nah, disini…secara teknis, kalau kita tidak datang ke mesjid minimal 2 jam sebelum waktu sholat, kita tidak akan kebagian tempat. Kalau hanya membaca qur’an biasanya kita ngantuk (hehe eta mah saya deng…). Nah, kalau ngantuk trus ketiduran, menurut salah satu pendapat ulama, wudhu kita batal. Sedangkan.. berwudhu kembali bukan perkara mudah karena berarti harus keluar mesjid.

Dzikir dan doa adalah kegiatan lain yang bisa kita lakukan. Waktu di tanah air, setiap yang ingin ke  baitullah salah satu motivasi terbesarnya adalah untuk berdoa di tempat-tempat mustajab. Yups, memang banyak tempat mustajab. Kalau diiriskan dengan waktu mustajab, maka kadar kemustajabannya bisa berkali lipat. Misalnya kita berdoa di multazam, antara adzan dan iqomat, saat sujud di hari jumat. Itu kan udah mustajab pangkat 4 ;). Banyak lagi tempat dan waktu yang kita rindukan untuk berdoa, available di sini. Saya punya teman yang sudah belasan tahun tak dikarunia putra. Mereka selalu menabung agar setelah haji, bisa umroh terus. “Daripada uangnya untuk program bayi tabung, lebih baik untuk kesini. Disini bisa doa memohon sepuas-puasnya, dan kalau pun belum dikabulkan, tapi merasa tenang banget dan yakin bahwa itu adalah yang terbaik dari Allah” begitu katanya. Bener juga ya…

Bener banget kata  mama… Dengan lautan waktu dan tempat yang mustajab tersebut, seringkali- seluruh keinginan,  baik keinginan diri sendiri maupun orang lain telah dimintakan, seluruh doa di buku sudah dibaca, seluruh dzikir sudah dikeluarkan…lalu apa lagi? Kalau “nganggur”, biasanya kita jadi terjebak untuk “nonton” beragam orang dan perilaku mereka yang ada disini. Ah, sayang banget waktunya. Padahal sholat disini nilainya 100 ribu kali dibandingkan sholat di tempat lain.

Akhirnya, yang saya rasakan, kadang lidah ini menjadi kelu… Dan situasi itu memaksa saya menjadi berpikir….Kalau berdoa yang sifatnya “teknis” dan “printil”. Saya merasa…sangat mudah bagi Allah mengabulkan permintaan kita yang printil-printil itu. Misalnya pengen lancar sekolah, pengen lulus ini lulus itu, pengen ini pengen itu. Saya menjadi membayangkan….misalnya saya ini fakir miskin….lalu dipertemukan dengan Presiden. Apa yang akan saya minta ya? masa saya cuman mau minta makanan? pakaian? ini presiden loh…yang berkuasa memberikan banyak hal yang kita mau. Apalagi ini Allah. Allah. Penguasa langit dan bumi. Penguasa seluruh manusia, penggenggam hati-hati seluruh makhluk di dunia ini. Yang maha kuasa men-terjadi-kan apapun pada kita. Apa yang akan kita minta pada sang Maha ini?

Berada di lautan mustajab memunculkan satu pertanyaan besar untuk saya. Apa yang paling penting untuk saya dalam kehidupan ini. Janji bahwa Allah akan mengabulkan doa kita, membuat saya “terpaksa” harus berpikir; apa yangg paling saya inginkan … Memaksa saya untuk menilai prioritas  keinginan dan harapan saya.

Lalu tiba-tiba saya merasa malu. Betapa bodohnya saya. Ada permintaan2 “besar” yang seharusnya kita mohonkan pada Allah yang maha rohman, maha rohim, maha tahu apa yang terbaik untuk diri kita…Lalu saya ingat tausyiah dari seorang ustadz yang membawakan materi “Dzikir dan Doa” waktu manasik. Oooo…ya, saya baru paham kenapa beliau mengatakan bahwa doa yang sebaiknya kita mohonkan pada Allah adalah mohon diberikan kebaikan dan keberkahan di dunia dan akhirat. Apapun bentuk dan episode teknisnya di dunia, kita tinggal jalani berbekal Trust pada Allah dengan semangat syukur dan sabar. Karena Allah pasti mengabulkan doa kita. Hanya dengan beragam cara. Kalau Allah tak mengabulkan sesuai keinginan kita, maka itu berarti Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Kalaulah kita mampu membuka tabir rahasia kehidupan kita, konon kita akan menyerahkan sepenuhnya kehidupan ini pada kehendakNya. Karena pastilah itu yang terbaik untuk kita.

Ya, saya baru paham, kenapa yang harus kota mintakan selalu padaNya adalah BAROKAH. Barokah itu, kalau di Tafsir al lubabnya Pak Quraish Shihab dikatakan sebagai “kebaikan yang Allah berikan dari arah yang tak disangka2, dalam beragam bentuk, tak hanya berbentuk materi”. Nah….menurut penghayatan saya, dalam kehidupan ini, banyaaaaaaak banget hal-hal yang tak bisa kita perkirakan. Tak terhingga situasi yang tak bisa kita ketahui, tak bisa kita antisipasi, tak bisa kita kontrol. Dalam situasi seperti itulah, yang kita butuhkan adalah barokah dari allah. Kebaikan yang Allah turunkan pada kita…misalnya kita dipertemukan dengan org sholeh, dihindarkan dari situasi yang akan menyulitkan kita, diserahi amanah yang tak memberatkan, dll dll… Jadi, episode kehidupan apa yang akan kita jalani, tidak lebih penting dibanding kebaikan yang Allah berikan sebagai kekuatan bagi kita untuk menjalani episode2 tersebut….

Ya…ya…saya mengerti sekarang. Saya baru paham dan menghayati….

Jadi inget….waktu saya tanya kaka Azka dan mas Umar mau minta didoain apa, jawaban mereka : minta didoain biar ranking 1 dan pengen masuk syurga sekeluarga. Maaf ya Ka, Mas, untuk permintaan ranking 1, gak ibu mintakan ke Allah. Ibu ganti dengan doa meminta agar anak2 mendapatkan barokah. Berkah umurnya, berkah kecerdasannya… Masalah renking berapa, itu menjadi gak penting lagi. Yg penting Kaka dan Mas Umar berupaya maksimal dan bertawakkal, serta ilmunya bermanfaat dan menyelamatkan. AMiiin.

Masjidi Haram,Bada syuruq 5 okt 2013

07. Pahlawan Berbaju Biru

bisMekah, 4 Oktober 2013

Pagi ini saya ke masjidil harom sendirian. Ini pertamakalinya. Soalnya mas nyambung ga pulang sejak jam 2 malam tadi. Sedangkan saya, karena baru pulang jam setengah 11 setelah sholat maghrib dan isya di harom, memutuskan untuk tidak ikutan sholat subuh di harom. Karom dan pembimbing kami mewanti-wanti kami untuk mengenali kesehatan diri dan mengatur energi agar tak tumbeng saat melaksanakan wajib haji  nanti.

Di mulut saya sudah bermunculan sariawan2…kemaren juga saya agak mencret.  Sesudah sholat subuh dan mencuci-jemur, saya pun menyiapkan makanan untuk mas. Nasi plus rendang, pisang, air minum…hadeuuuh kayak yg mau nyiapian makan untuk suaminya yg sedang di sawah kkk…
Perjalanan dari maktab kami yang ada di distrik Aziziah menuju masjidil harom kurang lebih 4 km. Untuk menuju masjidil harom, kami harus bis 2 kali. Bisnya gratis, khusus disiapkan oleh pemerintah Indonesia untuk jemaahnya. Berwarna merah, bermerk SAPTCO. Saya dan mas suka memelesetkannya dengan memanggilnya “Pak Sapto” ;). Bis-bis itu disebut “angkutan bis sholawat”. Kita harus amat bersyukur dan berterimakasih loh, sama pemerintah kita. Menurut saya sih, tanpa menutup mata terhadap kekurangan2 yang ada, namun pemerintah sudah amat berusaha untuk “mengurusi” kami-kami disana. Beberapa negara tidak menyediakan bisa angkutan gratis sehingga para jamaahnya harus berjalan atau nebeng naik bis negara lain (dan biasanya kalau sedang penuh, mereka tidak diperbolehkan )atau pake bis yang disediakan pemerintah saudi, yang tak selalu standby. Kalau “PAk Sapto”, standby 24 jam. Jam berapapun kami mau ke masjidil harom, jumlah bis yang disediakan pemerintah cukup memadai. Sopir-sopirnya banyak yang orang Indonesia. Bisa kita lihat dari tulisan di depan bis itu, ada “Maung Bandung”, ada “ojo dumeh”, bahkan pernah saya lihat tulisannya “dago-ledeng” 😉

Ngobrol dengan salah satu petugas transportasi haji, jumlah uang yang digelontorkan pemerintah untuk angkutan gratis ini besar juga loh perharinya. Sekian armada x sekian ribu real x sekian hari. Bener kata salah seorang pembimbing kami. Ia tahun ini tidak kebagian porsi, namun dengan bantuan kerajaan bisa berhaji namun harus mengurus transportasi dan akomodasi sendiri. Menurut beliau, ONH kita itu muraaaaaah banget. Dibandingkan negara lain, juga dibandingkan dengan apa yang kita dapatkan. Tiket satu kali perjalanan Jakarta-Jeddah aja udah 30 juta. Padahal ONH kita 35juta, dikembaliin sekitar 4,5 juta untuk living cost, itu udah all in akomodasi dll. Apalagi kalau haji kita mabrur. 30 juta untuk mendapatkan syurga……alhamdulillah….

Secara cognitive map saya sangat amat buruk, saya sempat bingung tempat mangkal bisnya dimana. Alhamdulillah, ada “pahlawan berbaju biru”. Mereka adalah petugas haji indonesia bagian transportasi yang ditempatkan di jalan2 strategis pulang-pergi jamaah haji indonesia dari dan ke harom. Katanya mereka adalah pegawai musiman yang terdiri dari para TKI yang bekerja di kota sekitar Mekah, juga para mahasiswa yang kuliah di timur tengah. Mereka ramah-ramah, misalnya tadi saya menunggu sambil berdiri mereka mempersilahkan saya menunggu sambil duduk. Lalu ketika bis datang, ia mengarahkan kami. Ketika si sopir mau maju padahal belum penuh, ia minta si sopir menunggu dan ia pun memanggil para jamaah yang masih agak jauh. Tidak cukup sampai situ, ia pun ikut naik bis dan kembali mengarahkan kami untuk naik bis yang kedua di terminal mahbas jin. Di terminal ini, saya naik lagi mobil yang sama yang menuju masjidil Haram. Total perjalanan hanya sekitar 15 menit.

Di berita kami membaca bahwa ada seorang petugas berbaju biru ini yang dikeroyok oleh 10 joki hajar aswad, karena ia melindungi jamaah haji yang akan diporotin oleh para joki hajar aswad ini. Alhamdulillah ia selamat. Ya, memang sebangsa tak selalu berarti kawan. Kemarin salah seorang jamaah kelompok kami, mengalami musibah. Karena ia terpisah dari teman2nya, terlihat bingung lalu ia didekati 3 orang indonesia. Yg satu mengajak ngobrol, yang lain menguras habis 1300 real plus sekian uang rupiahnya.Para “pahlawan berbaju biru ini” juga banyak membantu para jamaah yang tersesat. Katanya, sehari mereka2 bisa mengantarnya puluhan jamaah yang tak tau arah pulang ke maktab.

Untuk para pahlawan berbaju biru, semoga kebaikan dan keberkahan selalu mengisi kehidupan bapak-bapak…. Amiin.

Alhamdulillah saya sudah bertemu mas dan kini sudah dengan nyaman duduk di lantai 2 masjidil harom, antara ibu dari bogor dan seorang gadis cantik asal Prancis. Sengaja kami memilih lantai yang ber ac untuk menunggu waktu sholat jumat yang masih 2 jam lagi. Maklum, saya mudah teler kalau kepanasan. Rasanya energi langsung terkuras kalau udara panas dan hanya memakai kipas.

_fisrt shalat jumat in my life ;)_

06. Honimun yang Engga Lebay

holding handsWaktu saya mau pergi, seorang teman meng sms saya : “selamat berhoneymoon terindah ya…” katanya.
Literally, ini memang honeymoon buat kami. Sssst…sebelas tahun menikah, kami kan belum pernah honimun loooh. Waktu awal menikah, mana sempat honimun…lha wong sabtu menikah, kamis masih bimbingan n seninnya udah tancap gas lagi. Salah sendiri, nikah di semester pertama kuliah profesi. Lagi kuliah kasuistik. Seluruh mantan mahasiswa magister profesi unpad kalau ditanya tentang kuliah kasuistik pasti bergidik. Jangankan honimun…bernafas aja…syukur kalau masih inget haha…hiperbolisnya kumat.

Setelah beres sekolah, punya anak 1, lalu 2, 3 dan 4…gak kepikiran honimun. Maklum, walaupun beragam referensi menganjurkan pasangan untuk cari waktu berduaan…buat kami rumus itu gak berlaku. Guilty feeling yang kami rasakan saat meninggalkan anak2 untuk berduaan, intensitasnya terlalu besar. Di indonesia, jangankan 40 hari berduaan. 4 hari aja, atau 4 jam, atau 4 menit aja gak bisa. Maklum, ada polisi kriwil Hana, yag kalau ibu nempel dikiiit aja ama abah, langsung teriak “enak aja ibu dan abah pacaran”…lalu ia pun akan mengambil posisi diantara saya dan mas.

Bagi para pasangan, memang harus sangat sangat amat bersyukur bisa melaksanakan ibadah ini berdua. Harus diakui, emang romatis banget saat tidur saling bersender  di pesawat dalam perjalanan, saat seorang suami melindungi istrinya pas thawaf, berjalan bergandengan dan berpegangan tangan pas sai, duduk di kursi taman terminal mahbas jin sambil  makan sepulang dari masjidil harom, serta menangis berdoa bersama di multazam. So sweet banget deh…Dan pemandangan romantis yang saya lihat (dan akan terus saya lihat selama 40 hari) adalah….genggaman tangan para pasangan itu. Pasangan muda, pasangan “madya”, maupun pasangan senior….Mereka selalu saling bergenggaman tangan. Dimanapun dan kapanpun. Rasanya gimanaaaaa gitu.

Dan pasangan itu, termasuk saya. Di Indonesia, amat sangat jarang kami bergenggaman tangan di area publik. Tapi disini, entah ada aura apa yang membuat kami tak ingin melepaskan genggaman tangan kami. Dan efeknya luar biasa…kalau mengikuti teori emosinya James-Lange, genggaman tangan itu…menumbuhkankembangkan emosi cinta halah….haha…. Jadi kebiasaan ini harus diteruskan nih di tanah air ! 😉 Terus bener banget istilah GIGO itu ya….”Garbage In Garbage Out”. Kalau yang kita liat n denger perceraiaaaaan terus…menimbulkan pesimisme terhadap kebahagiaan pernikahan. Kalau yang kita lihat adalah puluhan pasangan yang saling bergenggaman tangan, rasanya optimiiiiis banget bahwa pernikahan ini akan membawa kita menikmati kebahagiaan…..Benarlah kata seorang ustadz-psikolog. Berhaji atau berumroh, adalah salah satu media re-commitment, re-attachment antar pasangan. Mengevalusi dan membicarakan hubungan kami berdua sambil menatap ka’bah, memang rasanya tak bisa diceritakan….

Tapi….jangan coba2 romatis2an pas naik bis umum. Misalnya seorang istri yang naik duluan lalu “ngetekin” bangku buat suaminya, atau suami yg cuek melihat nenek2 berdiri di bis demi duduk bersama istrinya…itu adalah perilaku yg menyebalkan. Gak ada romatis2nya sama sekali.

Konon katanya justru salah satu ujian berhaji ini adalah  bagi pasangan. Banyak cerita suami istri yang bertengkar bahkan bercerai setelah berhaji. Dan menurut saya, bayangan tentang romantisme honimun ini menjadi salah satu faktor yang potensial membuat pertengkaran. Saya juga pernah mengalaminya looh di hari2 kemarin. Biasa, isunya tetep…saya yang superlebay dan mas yang super cuek. Tapi saya banyak belajar dari pasangan2 lain, yg sudah lebih matang. Misalnya seorang pasangan sepuh yang berbeda kondisi fisik, memutuskan untuk berpisah saat sai. “Nanti kita ketemu pas tahallul aja” kata mereka. Atau pasangan lain, yang kebetulan bersama salah seorang ortu mereka. Si ortu tidak mau mengikuti agenda si anak dan menantu, akhirnya mereka memutuskan untuk mengakomodasi keinginan si mertua dengan si suami duluan keMasjidil  Harom, lalu istrinya menyusul saat si ibu sudah tidur.

Buat saya, sikap2 itu adalah sikap2 yang beyond romantic. Sayang yang matang.

Yes, it is a honimun. Tapi bukan honimun yang lebay, bukan honimun yang egois.

05. My First Thawaf, My first Day @Haram

Akhirnya, sekitar pukul 2 dinihari, sampailah kami di maktab kami. Selama perjalanan, hampir seluruh jamaah rombongan di bis ini tertidur. Yang saya yakin tak tertidur hanyalah pak sopir (haha…ya iyalah…) dan Pak Karom kami yang sepanjang jalan lamat-lamat saya dengar bertalbiyah melalui megapon. Saya  sedikit tersadar ketika pak Karom menyampaikan bahwa kami sudah masuk gerbang kota Mekah, lalu pak Karom membacakan doa masuk kota Mekah (tersadar sedikiiit tapi tak kuat untuk bangun dan ikut berdoa hehe..). Saya juga samar-samar mendengar pak Karom mengatakan “itu bapak ibu, zamzam tower sudah kelihatan”….saya pengen melongok dan melihat sih…tapi rasa kantuk jauuuuh lebih kuat haha…dasar tumor sejati….

grand al aseel hotel

Ternyata, di luar dugaan kami, maktab kami ini, yaitu rumah no. 221, adalah sebuah hotel sekelas hotel berbintang ! Namanya Grand Al Aseel Hotel. Dengan lobi yang luaas…..4 set sofa empuk berwarna merah, 6 buah lift, 2 set sofa eksklusif berwarna ungu dan  emas. Maklum, selama manasik kami dikondisikan untuk membayangkan maktab kami sebagai sebuah penginapan yang amat sederhana. Bahkan pembimbing kami menggambarkan kamar yang ada kecoanya, sempit, kamar mandi beramai2, dll.

Sekitar 1 jam kami menunggu para karu dan karom berunding membagi ruangan, sampai kemudian dibacakan dan kami pun bertemu dengan roomates kami selama 30 hari-an kami di Mekah. Setelah diberikan kunci, kami pun naik ke lantai 7, tempat kami menginap. Di kamar no. 7146, kami berlima. Ac nya lumayan, kamar mandinya berfasilitas lengkap shower plus hairdryer, ada TV flat serta dapur kecil dengan kompor listrik dan kulkas. Asiiiik…..Ternyata, di kemudian hari kami mengetahui bahwa hotel ini adalah hotel baru, yang dioperasikan 2 tahun lalu. Baru tahun ini hotel ini dipakai sebagai penginapan jemaah haji Indonesia.

…..

Jam 7 teng pagi hari, kami sudah berkumpul di lobi. Pembimbing kami sudah menyiapkan 2 bis untuk kami bersama-sama melaksanakan umroh; yaitu thawaf, sai dan diakhiri dengan tahallul. Karena ada miskom antara saya dan mas, akhirnya saya tak bisa bersama mas … meskipun di hati kecil saya yakin akan ketemu mas di Masjidil Haram (dengan asumsi ia menyangka saya naik bis pertama dan masuk ke bis tsb), tapi sudah bersiap2 andai gak ketemu. Mau thawaf sendiri aja ah (Belakangan, saya bilang pada diri saya; “hu….sok berani…”). Alhamdulillah dugaan saya sesuai. Mas ikut bis pertama dan sedang mendengarkan pengarahan mengenai thawaf umroh ini di pelataran masjidil haram saat saya datang.

Kami pun kemudian bersama-sama masuk mesjid. Dan akhirnya…rasa penasaran saya pun terjawab. Saya melihatnya. Sebuah kubus tertutup kain hitam. Bukti sejarah tumbuh dan mengakar kuatnya ketauhidan … Ka’bah. Rasanya, tak ada yang tak menangis saat kami bersama-sama membaca “doa melihat ka’bah”.

“Ya Allah, tambahkan lah kemuliaan, kehormatan, keagungan dan kehebatan pada Baitullah ini dan tambahkanlah pula pada orang-orang yang memuliakan, menghormati dan mengagungkannya diantara mereka yang berhaji atau yang berumroh padanya dengan kemuliaan, kehormatan, kebesaran dan kebaikan.”

Memandangnya langsung, menimbulkan perasaan yang berbeda dibanding memandangnya dari layar kaca maupun melalui internet. Bismillah…dengan dibimbing mas, sayapun mulai beristi’lam mulai dari hajar aswad. Setelah itu shalat 2 rakaat di multazam, sai dan kemudian bertahallul di bukit Marwah.

Pada thawaf pertama ini, menurut saya sih suasananya cukup padat. Namun pembimbing kami mengatakan itu belum seberapa. Masih sangat renggang (Saya “terpaksa” harus percaya pada pembimbing saya, ketika di hari2 selanjutnya, amat-amat sangat padat…). Pada thawaf pertama ini, saya bisa dekat dengan dinding ka’bah, meskipun mas selalu menarik saya untuk menjauh. Perasaan takut membahayakan diri memang saya hayati juga. Apalagi daerah sekitar hajar aswad, maqom ibrahim dan hijir ismail. Tiba-tiba ibu di depan saya terjatuh dan sempat terinjak….untunglah ia dari negara yang berbadan tinggi besar…

Seperti juga semua hal yang pertama kali kita lakukan, saya merasakan nervous yang luar biasa pada thawaf pertama ini. Jujur saja, saya tak bisa khusyuk secara maksimal. Suasana di sekitar saya amat sangat menarik perhatian, mudah sekali mendistraksi saya dari bacaan yang saya baca di buku doa.

Oleh karena itu, buat teman2 …menurut saya, di thawaf yang pertama yang teman-teman lakukan …. bacalah doa yang sudah dikuasai. Kalau belum hafal doa yang ada di buku doa, lebih baik lafalkan doa yang  kita hafal dan hayati maknanya. Karena, justru thawaf dan sholat itu..meskipun keduanya harus dilakukan dalam keadaan suci, namun ada perbedaan yang bertolak belakang. Shalat adalah ibadah yang ditentukan bacaan dan waktunya namun tidak ditentukan tempatnya, sedangkan thawaf adalah ibadah yang ditentukan tempatnya namun tak ditentukan bacaan dan waktunya. Jadi, kita bisa baca doa apapun. Faktor “komunikasi” dengan Allahlah yang patut kita utamakan.

Salah satu hal yang tampaknya menjadi perhatian adalah putaran berthawaf. Maka, ada beberapa teknik yang bisa dilakukan agar  tak lupa. Yang paling jadul adalah memakai gelang karet di satu tangan, dan memindahkan karet tersebut ke tangan yang satunya setiap kali beristi’lam di hajar sawad, yang menandakan selesai 1 putaran. Kalau yang sambil membaca buku, ada tulisan “doa thawaf putaran ke-…” di buku doanya. Itu juga membantu. Beberapa orang dari negara2 lain saya lihat memakai cincin yang ada tasbehnya menjuntai. jumlah bijinya 7. Setelah mereka melewati 1 putaran, mereka geserkan biji “tasbeh” tersebut. Oh, cincin thawaf itu, sangat membantu juga. Atau, kalau saya menandai putaran thawaf dengan apa yang saya doakan dari setiap putaran. Putaran 1 doa taubat, putaran 2 doa apa/mendoakan siapa, putaran ketiga memohon apa/mendoakan siapa…berikutnya sampai putaran ke-7.

Beragam macam perilaku orang -orang dalam berthawaf ini. Tampaknya perilaku ini sesuai dengan informasi yang mereka terima dan hayati mengenai thawaf. Mungkin ada kelompok yang mempersepsikan thawaf ini sebagai ibadah yang “berbahaya”, sehingga mereka berkelompok, para prianya di bagian luar, wanitanya terlindungi di bagian dalam, mereka membangun barisan yang kokoh dan saling memegang pundak teman di depannya. Lalu salah satu dari mereka, akan membacakan doa keras2, diikuti oleh kelompok nya. Kelompok ini, tak lain dan tak bukan adalah dari …. indonesia … tanah airku..tanah tumpah darahku ….hehe… Memang sih, info2 yang saya dengar tentang thawaf memang menyiratkan bawa thawaf itu “membahayakan”. Saya ingat pesan orang-orang : “pokoknya, nanti mas harus di belakang, melindungi” …. mmmhhh… jadi kayak mau maju ke medan perang….

Lalu sodara2 kita dari Afrika, memang terkenal suka “memotong”. Setelah mencium hajar aswad atau sholat di hijr ismail, mereka tak mau berputar lalu keluar sedikit demi sedikit, tapi langsung memotong arus yang tengah melingkar….dengan perawakan tinggi-besar, biasanya yang lain memilih memberikan jalan. Eh, tapi ada juga yang thawaf bawa anak kecil bahkan bayi merah ! mungkin mereka2 ini menghayati thawaf bukanlah ibadah yang “berbahaya”…

Ah, cukuplah sudah untuk pagi ini. Di pintu Marwah, rombongan kami berpisah. Kami pulang masing-masing. Karena belum tahu situasi, kami pun berjalan kaki daaaan….nyasar haha…. Di tengah ke-pede-an mas berjalan kaki ke arah yang kami pikir menuju hotel, sebuah  bis berwarna merah mengklaksoni kami dan bertanya kami mau kemana. Setelah kami sebutkan nama hotel kami, ia pun mengajak kami naik, dan ternyata mengarah ke tempat yang berbeda dengan perkiraan kami haha….

Hari ini hari pertama, menjadi awal perjalanan kami menikmati jamuanNya di tanah haram ini.

My first day @al haram, 30 Oktober 2013.

04. Mari Mendarat dengan Semangat Rahman Rahim

Alhamdulillah, sekitar pukul setengah 5 waktu Saudi, kira2 jam setengah 10 waktu Bandung, rombongan kami sampai di Bandara King Abdul Aziz  Jeddah. Kemarin, setelah dilepas di Mapolda Jabar pukul 9, kami berangkat menuju Asrama Haji Bekasi. Kami menginap semalam, lalu dibagi gelang identitas dan uang living cost sejumlah 1500 real. Jadi kalau dihitung2, dari ONH 35 juta itu, 5 juta dikembalikan pada kami.

Oh ya …untuk ibu-ibu usia subur, untuk kesekian kalinya  kami di test urine, untuk memastikan bahwa kami tidak hamil. Dan itu stressfull banget buat sayah !!!! 😉 Buat teman-teman yang masih akan melengkapi perlengkapan, di asrama haji bekasi ini ada penjual-penjual yang lengkap menjual kain ihrom, penutup tangan buat wanita, “daleman”, colokan yang lubangnya 3 untuk di Mekah nanti, semprotan wajah, tempat minum dan talinya, dll dll. Yang belum tukang real pun, banyak disana. Meskipun kalau yang punya atm sih, lebih baik bawa kartu atm aja untuk menghindari al-hal yang kurang diinginkan kalau bawa uang tunai.

Mandi ihrom dan mandi besar untuk masuk kota Mekkah sudah kami lakukan saat akan berangkat dari asrama haji Bekasi. Tahun ini adalah pertamakalinya kami diberangkatan dari Bandara Halim Perdanakusumah. Seluruh urusan check barang dll semua dilakukan di Asrama Haji. Di Halim, kami langsung masuk pesawat. Two thumbs up buat penyelenggara haji tahun ini. Efektif dan efisien banget. Bapak2 sudah memakai kain ihrom. 100%. Artinya, full hanya memakai dua lembar kain putih tak berjahit. Dengan pakaian itu, tak ada lagi status sosial yang melekat. Gak kliyatan lagi mana yang lulusan S3, S1, SMA atau lulusan TK hehe…. Gak kliyatan lagi mana yang pangkatnya direktur, manajer atau buruh. Semuanya sama. Sedangkan kami yang wanita, sebenarnya tak ada aturan syar’i bahwa pakaian kami harus berwarna putih. Yang penting menutup aurat dan tidak menarik perhatian. Tapi kami semua memilih baju putih karena secara psikologi melambangkan “kesucian”.

Sepanjang perjalanan menggunakan Saudi Airlines ini, kami dianjurkan bertalbiyah. Dan kurang lebih 10 menit menjelang landing, ada pengumuman bahwa kami tepat berada di atas miqot Yalamlam. Kami pun mulai niat berihrom (karena kami mengambil haji tamattu). “Labbaikallahumma umrotan”. Lalu kami sholat sunnah  ihrom 2 rakaat.

Sejak saat kami berniat itulah, mulai berlaku larangan ihrom, yaitu:

1. Mengadakan hubungan intim (jima’) antara suami dan isteri. 2. Bercumbu rayu, mencium dan memandang dengan penuh syahwat serta segala sesuatu yang merupakan penyebab terjadinya hubungan intim, sebab perbuatan-perbuatan itu dapat menjerumuskan ke-pada jima’.3. Mencukur rambut kepala. 4. Meminang, dipinang dan melakukan akad nikah. 5. Membunuh binatang buruan. 6. Memakai wangi-wangian, baik dibadan dan  pakaian . 7. Memakai pakaian berjahit yang membentuk tubuh. 8. Menutup kepala dengan sesuatu yang me-nempel padanya secara langsung, seperti peci, topi dan sorban.9. Khusus untuk wanita dilarang memakai niqab (sejenis penutup wajah) dan sarung tangan. 10. Mendekati perbuatan maksiat. 11. Permusuhan dan berbantah-bantahan. 12. Makan sebagian dari daging binatang buruan yang ia ikut andil dalam perburuannya, seperti dengan memberi isyarat kepada para pemburu ke arah binatang tersebut

Sesaat sebelum landing, awak pesawat mengumumkan bahwa udara di bandara sekitar 34 derajat celcius. Alhamdulillah…di pintu keluar pesawat, petugas mengatakan bahwa “jarang” di Jeddah udara sesejuk itu. Alhamdulillah…memang udara arab yg terkenal “garang” belum kami rasakan saat turun dari pesawat. Selanjutnya kami diangkut oleh bis bandara, menuju pemeriksaan imigrasi. Sudah sejak lama saya mendengar info bahwa pemeriksaan imigrasi akan membutuhkan waktu yang lama. Awak pesawat pun tadi sudah mengingatkan dengan menyarankan snack terakhir yg kami terima 30 menit sebelum mendarat, disimpan saja untuk nanti dimakan saat menunggu pemeriksaan imigrasi.

Selain info mengenai waktu yang lama saat pemeriksaan imigrasi, Dari beberapa buku yang saya baca, dinyatakan untuk tdk kaget saat menghadapi sikap2 jutek para petugas imigrasi. Alhamdulillahnya, 2 info itu tdk kami alami. Waktu menunggu tidak terlalu lama rasanya. Total rasanya hanya 2 jam sampai pengambilan koper besar kami. Para petugas dari Indonesia sangat membantu dengan memberikan arahan apa2 yang harus kami lakukan. Halaman mana yang harus dibuka, lembar mana yang harus disobek, disimpan dimana, dll. Disini juga diperiksa buku kesehatan di bagian vaksin meningitis oleh dokter arab sono.

Nah, pada kesempatan ini, saya merasa sekali manfaat dari materi “bening hati di tanah suci” yang kami dapat beberapa kali saat manasik. Terutama buat yang pertama kali atau yang sudah sepuh, biasanya proses pemeriksaan ini menjadi stressor tersendiri yang dirasa amat berat dan mencemaskan. Stressor tersebut membuat seringkali pada lupa bahwa mereka sedang berada dalam kondisi ihrom. Saya menyaksikan sendiri ada dua orang ibu yang bertengkar. Yang seorang menitipkan tas tentengannya pada temannya saat ia mencari tas kopernya, si teman rupanya meninggalkan tas tentengan yg dititipkan padanya karena mencari kopernya juga. Ketika kembali si ibu A langsung panik karena tdk menemukan tas tentengan di tempat ia menitipkan tadi. Langsung lah ia memarahi temannya, dengan rasa panik yg luar biasa. Meskipun ditenangkan oleh petugas dan diyakinkan bahwa tasnya tidak mungkin hilang, namun kepanikan si ibu lebih intens. Saya tidak terbayang bagaimana hubungan mereka selanjutnya. Semoga akan tetap baik. The point is… Jagan sampai itu terjadi pada orang yang kita kenal. Minimal yang satu rombongan or regu dengan kita.

Pada saat antri, janganlah rebut2an, salib2an….itu menciptakan suasana egositis yang sangat tidak menyamankan. Kita persilahkan dulu yang sepuh. Apalagi para sepuh yang berangkat sendirian, temani dan tenangkan mereka. Saat mencari koper, carikan koper para sepuh. Insya allah kita akan mendapat pertolongan yg jauh lebih besar daripada yang kita lakukan. Saat menunggu bis untuk perjalanan ke Mekkah, hati2…jangan menggunjing. Kalau bisa hindari berdekatan dgn ibu2 yang suka komentar ini itu apalagi menggunjing. Kalau bisa dengan pasangan kita aja, membicarakan yg baik2.

Suasana letih jg memungkinkan para karu (ketua regu, jamaah haji juga yang mengkoordinir 10-15 orang) atau karom (ketua rombongan, “boss”nya karu, dari jamaah juga, mengkoordinir karu dan 45an jamaah) menjadi lebih lelah, dan menegur jemaah yg terlambat atau tidak mengikuti aturan. Empati amat diperlukan disini. Jangan sampai menjadi kesal atau beradu mulut.

Karena baru berihrom beberapa jam, wajar bila ada lupa2 terhadap larangan ihrom. Apalagi wanita, terkait dgn larangan penggunaan wangi2an atau lartangan memperlihatkan aurat meskipun pada sesama wanita. Ada ibu2 yang pas wudhu langsung buka seluruh kerudungnya, ada juga teman saya yang otomatis pake sabun yang memang tersedia di tempat wudhu. Saling mengingatkan! Itu intinya.Jangan lupa, dampingi juga para sepuh yang bingung gimana cara mengeluarkan air dr kran, bingung gimana cara matiin air kran (krannyta otomatis berhenti dalam jangka waktu tertentu). Satu hal yang juga tadi banyak saya lihat adalah banyak yang ketinggalan barang di tempat wudhu. Ada jas, ada kerudung, dl. Oleh karena itu, sebisa mungkin jangan banyak bawa ini itu. Jas, kerudung, jam jangan dibuka. Tas cukup tas paspor yg menempel di badan.

Kini kami sudah di bis menuju Mekkah Almukarromah. Perjalanan akan selama 6 jam katanya. Diperkirakan kami akan sampai sekitar pukul 2 di maktab. Kami akan beristirahat dulu, lalu besok jam 7 kami akan melaksanakan umroh.

Can’t wait to see kaaba…

-September 29, Jeddah menuju Mekkah 21.30 WAS-

03. Tangkal Galau dengan “Basic Trust”

Sebulan menjelang keberangkatan, saya dilanda rasa cemas yang akut. Kombinasi antara detik-detik terakhir beres rumah dan pindahan, banyaknya kerjaan yang harus diberesin sebelum pergi plus kecemasan terkait haji sendiri membuat saya resah dan gelisah plus galau n melou (haha…).

Terkait haji, saya mencoba mengidentifikasi apa yg menjadi sumber kegalauan saya. Ternyata ada 2 :

1. Saya takuuuuut banget haji saya engga mabrur. Haji saya tak berdampak pada kebaikan pada diri saya. Saking cemasnya saya, setiap kali berinteraksi dgn seseorang, saya selalu bertanya pada diri : “orang itu udah berhaji belum ya?” Kalau saya tahu bahwa ia sudah berhaji tapi melakukan hal yang tidak baik, saya langsung gubrak. Cemas. Galau.

2. Kecemasan saya terkait dengan “keyakinan” kalau Allah akan membalas dosa, kesalahan dam kelalaian yang kita lakukan selama ini, di tanah haram nanti. Sssst…teman2….kalau ketemu orang yg mau haji, jangan cerita-cerita tentang hal buruk yang menimpa disana ya…itu bikin cemas loooh…. Haduuuuuh…beragam cerita yang saya terima, membuat saya  merasa takuuuuuuuuut banget saya akan mendapatkan balasannya disana. Teringat dosa, kesalahan dan kelalaian terutama pada orang-orang terdekat : mas, anak-anak, ortu, mertua, adik, ipar-ipar….Yang paling saya takutkan adalah saya “ditolak” Allah untuk masuk ke tanah haram dan masjidil haram, karena ada juga cerita gitu. Ada teman yang bercerita, temannya sudah 7 kali mencoba berhaji, selalu tertahan tak bisa masuk tanah haram. Masalah paspor-visa lah, masalah kesehatan lah. Terakhir, ia sudah berangkat, namun tertahan di bandara Jedah karena ada dokumen imigrasi-nya yang entah kenapa, tercecer.  Aduuh….tujuh kali ! ada juga cerita seorang ibu yang sudah masuk tanah haram, tapi selalu ada kejadian yang membuatnya tak bisa masuk ke masjidil haram….

Kecemasan saya yang kedua berkurang setelah suatu sore, saya bertemu dengan seorang senior di kampus. Beliau sudah berhaji 2x. Mendengar saya akan berhaji, beliau mengajak saya ngobrol. Jadilah saya curhat. Beliau cerita kalau dulu beliau juga merasakan kecemasan yang sama. Apalagi katanya masa muda beliau dulu cukup “liar” ;). Lalu beliau cerita, yang menenangkannya adalah kata-kata temannya: “Allah itu tangannya panjang. Kalau Dia mau menghukum elu, ngapain Dia nunggu sampai elu datang ke Mekah. Emang Dia gak bisa menghukum elu disini?”

Ya, hal itu juga menenangkan saya. Plus kata2 guru saya: “Allah itu Arrahman Arrohiim… Gak mungkin Allah dzalim sama kita. Kalau “disentil” sedikit sih, wajar aja. Tapi, semua yang Ia takdirkan pada kita, tak mungkin hal yang buruk untuk kita”.

Ya…ya…ya…
Kalau pada anak, kecemasan itu bisa terjadi karena anak gak punya “basic trust” sama ibunya. Dia gak punya keyakinan kalau ibunya akan selalu ada dan melindungi dia saat ia membutuhkan. Itu juga yang terjadi pada saya tampaknya. Aduuuh…tauhid saya emang perlu dibenerin nih….

Jadi, setelah itu saya berupaya untuk menanamkan kembali “basic trust” saya pada Allah. Saya upayakan untuk mengingat kebaikan-kebaikan  Allah dalam perjalanan hidup saya. Sebagai upaya “selftalk” setiap ingat saya baca surat Ar-Rahman.

Alhamdulillah, it works…. Saya lebih tenang. Meskipun selama dua minggu sampai menjelang keberangkatan saya masih terus haid ga brenti2 dan sudah beberapa obat dari dokter dicoba tak berhasil, perasaan  saya lebih tenang. Saya mencoba pasrah dan yakin kalau Allah yang maha baik tak akan menimpakan keburukan pada saya.

Ternyata beberapa teman yang akan berhaji dan berumroh juga merasakan hal yg sama. Semoga pengalaman saya ini bermanfaat….dan semoga tauhid kita pada Allah, semakin mengakar kuat…

Puasa Muharam dan Kisah Fir’aun

Bulan ini adalah bulan Muharam. Hari ini tepatnya 6 Muharam. Ada satu amalan istimewa di bulan ini, yaitu puasa muharam. Alhamdulillah, 6 November lalu, di Mesjid Nabawi Madinah saya mendengarkan ceramah mengenai puasa muraham ini. Dasar saya jarang tolabul ilmi, ada kisah dibalik puasa ini yang baru saya ketahui.

Berikut saya coba share…

Puasa muharam bermula Saat Nabi hijrah ke Madinah, 3 suku  yahudi di Madinah sudah menjalankan puasa tgl 10 muharam. Ketika Nabi bertanya mengapa mereka melakukannya, mereka menjawab bahwa hal tersebut dilakukan sebagai rasa syukur. Syukur karena pada tanggal tersebut-lah Nabi Musa diselamatkan dari kedzalman  Fir’aun, dengan cara ditenggelamkannya Fir’aun dan pasukannya. Saat mendengar jawaban itu, Rasulullah mengatakan :  “kami lebih berhak mengikuti nabi Musa dibanding kalian”

Setelah itu, tidak ada puasa sunnah yang sangat Rasul perhatikan selain puasa  asyuro. Sebelum disyariatkan puaasa ramadhan, puasa hari syuro hukumnya wajib. Para sahabat melatih anak-anak untuk berpuasa asyuro dengan memberikan mainan. Keutamaan puasa asyuro :  “Puasa hari ‘Asyura (10 Muharram), aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa setahun yang lalu.” Oleh karena itulah, para sahabat selalu berpuasa asyuro  bahkan ketika mereka bersafar.

Lalu kapan waktunya puasa asyuro? ada beragam pendapat. apalagi di tanah air kita tercinta ini. Ada yang mengatakan harus sebulan penuh, ada yang mengatakan tgl 9 dan 10, ada ynag berpendapat tgl 10 saja, ada juga yang berpendapat tgl 9, 10 dan 11.

Mana yang benar? yang benar adalah tgl 9 dan 10 muharam. Rasul berpuasa pada tanggal 10. Namun karena beliau ingin agar inadah ini tidak sama dengan ibadah yang dilakukan oleh kaum yahudi, maka kita sudah lebih sering mendengar riwayat bahwa nabi berkata, “Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram).”Jadi, memang Rasulullah melakukan puasa asyuro hanya tgl 10 Muharam. Akan tetapi, menurut para pakar ahli bahasa, redaksi kalimat hadits diatas mengatakan bahwa tgl 9 pun menjadi keutamaan.

Pendapat untuk berpuasa pada tgl 9, 10 dan 11 berpedoman pada hadits : “Berpuasalah pada hari ‘Aasyuura’ dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“ Hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sebagai  dasar dianjurkannya berpuasa pada tanggal 11 Muharram.

So, dont forget hari Rabu dan Kamis ….kita ajak anak-anak kita berpuasa. Kalau mereka sudah sakaw di sore hari, menceritakan kisah nabi Musa, mulai sejak lahir sampai diselamatkan Allah dari kejaran Fir’aun tampaknya akan sangat menarik bagi anak-anak. Insya Allah…

02. Haji : Ingin VS Niat

Kalau kita semua, yang muslim ditanya…”Apakah ingin berhaji?” pasti, 99,99 persen jawabannya “ingin”. Tidak hanya yang belum berhaji, yang sudah berhaji 1kali, 2kali, 3kali, dan belasan-puluhan kali pun masih tetap ingin menjalankan ibadah haji.

Tapi ternyata, pengalaman pribadi saya menunjukkan bahwa kadang, kata “ingin” yg kita ucapkan itu adalah “basa-basi” semata. Ia bukan sebuah niat. Karena yang namanya niat adalah menginginkan sesuatu dan bertekad hati, berupaya sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Itulah sebabnya, jika seseorang sudah  berniat namun ada halangan ia sudah mendapatkan 1 pahala.

………..

Awal Tahun 2010, alhmd mas mendapatkan rejeki yang jumlahnya cukup untuk menyetorkan sejumlah uang agar kami bs mendapat nomor porsi haji. @20jt saat itu. Setelah mendaftar ke bank, kami mengurus ini itu ke puskesmas, kecamatan dan depag serta sudah mendaftar pada salah satu KBIH.

Tahun 2011, “tanpa direncanakan” saya hamil Azzam. Sehingga ketika tahun 2012 kami ditelpon oleh bank, depag kabupaten dan kbih menyatakan kami bisa berangkat haji thn tersebut, dengan “ringan” kami memutuskan untuk mengundurkan. Saat itu, Azzam masih berumus 6 bulan.

Banyak pihak yg mempertanyakan sekaligus menyesalkan keputusan kami. Ya, saya mengerti. Sementara orang lain harus bermimpi2 untuk bisa dapat “antrian” beberapa tahun, sedangkan kami hanya perlu dua tahun. Tapi waktu itu kami benar2 tdk sanggup meninggalkan Azzam. Ia masih sangat membutuhkan saya, baik fisik-asi; maupun psikologis. Contoh2 yg diberikan org lain tentang banyaknya ibu yg meninggalkan bayinya yg bahkan lebih muda dari azzam, serta penilaian beberapa teman bahwa kami “mengabaikan” undangan Allah, belum tentu ada umur sampai tahun depan, dll tdk membuat keteguhan kami berkurang. Kami juga sepakat bahwa mas tidak akan pergi sendiri walaupun memungkinkan. Kami akan pergi bersama. Oleh karena itulah, dgn sengaja kami tak melunasi biaya ONH tahun tersebut dan otomatis berada di waiting list tahun 2013.

Tahun ini, sebenarnya kami pun sudah bulat untuk mengundur kembali keberangkatan kami. Usia Azzam yang belum genap 2 tahun, sedangkan kami menghayati bahwa salah satu kewajiban mutlak kami sebagai ortu, terutama saya sebagai ibu adalah menyusuia sampai genap berusia 2 tahun. Beragam dalil psikologi dan ayat qur’an memantapkan keputusan kami. Dengan “keputusan” demikian, kalau teman2 yg lain harap2 cemas, berdoa dan mempersiapkan ilmu, serta secara teknis sering mencari info adalah mereka masuk kutoa tahun ini atau tdk, kami cuek aja.

Sampai pada bulan Mei lalu, saat saya sedang sholat di kampus, setelahnya saya mendengar perbincangan antara 2 teman. Satu teman sedang menyampaikan pertanyaan apakah ia lebih baik berumroh dulu atau berhaji dulu. Satu teman yg lain, sudah berhaji dan berumroh. Ia dikenal sebagai org yg sering “ngomporin” org untuk pergi ke tanah suci. Setelah sholat, saya bergabung dgn 2 teman tadi. Saya pun mengungkapkan kalau tampaknya tahun ini saya akan masuk kuota tapi kami memutuskan untuk mengundurkan. Lagi.

Teman saya ini, mempertanyakan keputusan saya. Bla..bla..bla…kami pun berdiskusi. Intinya, menurut teman saya… saya mengabaikan undanganNya. Padahal banyak orang begitu menginginkanya, dan undangan ini bisa jadi hanya datang sekali.  Implisit ia menyiatkan bahwa saya terlalu “rasional” menyikapi hal ini. Misalnya tentang asi, tentang kekhawatiran dampak psikologis meninggalkan Azzam. Di akhir “diskusi”, saya tetap pada pendirian saya.

Tapi ada sesuatu yg berubah dalam hati saya. Ya, “penyakit matuh” saya memang itu. Saya seringkali hanya memandang persoalan dan membuat keputusan dari segi rasio. Kurang mengabaikan aspek lain. Saya gak bisa “siapa tau asinya nanti keluar lagi walaupun 40 hari ditinggal”. Menurut saya, pertolongan Allah itu selalu berjalan menurut sistem sebab akibat yg telah Ia tentukan, yg namanya sunnatullah.

Sepulang dari kampus, saya langsung ke toko buku. Saya beli 2 buku: 1 perjalanan haji seorang aktifis yg membela hak2 wanita di negeri ini. 2. Buku doa2 manasik. Saya niatkan, upaya ini untuk “membuka hati” saya. Saya mulai proses “struggle to surrender”, berikhtiar dan pasrah. Biarlah Allah yg membuat keputusan. Karena keputusan ia pasti yg terbaik.

Begitulah Allah membuat skenario. Dua hari setelah itu, saya main ke rumah tetangga. Tetangga saya menanyakan apakah saya jadi pergi haji tahun ini, karena tetangga kami yg lain, yg mendaftar di KBIH yg sama dgn saya, sudah akan mulai manasik minggu depan. Ya allah….saya langsung telpon KBIH, cek di website dan mengkonfirmasi ke bank, ternyata no porsi kami masuk untuk melunasi ONH tahun ini, berarti kemungkinan besar berangkat tahun ini.

Dan 4 hari kemudian, saya pun mulai mengikuti manasik. Orangtua kami sangat bahagia mendengar kami akhirnya memutuskan untuk pergi tahun ini. Baru dari awal Juni lah saya mulai baca2 buku ttg haji. Ya Allah….saya merasa amat menyesal tdk belajar dari sebelumnya. Saya baru tahu kalau seseorang sudah memenuhi syarat berhaji namun tak pergi haji lalu ia wafat, maka wafatnya dalam keadaan jahiliyah. Saya juga baru tahu bahwa seluruh biaya yang kita keluarkan untuk berhaji, akan Allah ganti berlipat-lipat, dll dll.  Banyak banget ilmu  ttg haji yang membuat saya pengen jitak kepala saya sendiri… Jadi, kalau boleh dikatakan, saya berniat melaksanakan ibadah haji, dalam waktu hanya 3 bulan sebelum pergi.

Diantara kesibukan dan keriweuhan renovasi rumah dan tdk ada pembantu yg nginep, ada 4 buku yg amat sangat bagus selain manasik 6 kali, setiap hari minggu, jam 8-17. Buku2 itu adalah buku yg sifatnya “umum” yaitu : (1) Buku “Antar Aku ke Tanah Suci”-nya pak Miftah Farid, (2) Buku “Panduan Haji dan Umroh”-nya pak Qurais Shihab, (3) Buku Doa2 Manasik Haji, dan (4) satu buku yg direkomendasikan banyak org, yg amat menggetarkan dan menggerakkan mengenai penghayatan tentang makna dan filosofi setiap ritual haji, adalah buku “Makna Haji”nya Ali syariati. Sssst…sebenarnya, saya sudah pinjem buku Ali Syariati ini dr teman saya sejak pertengahan thn 2010. Tapi…ya itu…karena waktu saya masih cuman sekedar “ingin” yg “basa-basi”, belum benar2 berniat, rasanya kata demi kata lewat begitu saja. Beda ketika sudah berniat, berazzam, berdoa agar Allah benar2 mengundang kami, saya seringkali gemeteran baca rangkaian kalimat demi kalimat di buku itu.

Untuk buku bacaan doa manasik, sebagian orang berpendapat tidak usah dihafal. Ya, saya setuju. Pendapat itu sangat melegakan terutama buat saya yang punya daya ingat terbatas dan agak alergi dengan hapalan-hapalan hehe…. Tapi tetap, milikilah buku itu. Baca artinya. Aduuuuh…..doa-doa itu, indaaaaah banget. Doa thawaf setiap putaran, doa sai setiap balikan, doa melempar jumroh dan doa-doa lainnya…jadi menghafalkannya, dgn menghayati artinya, itulah yang seharusnya….

Setelah saya menjalani 40 hari ibadah ini, saya benar2 bersyukur bahwa Allah yg maha baik telah memberikan undangannya pada kami. Yups, seperti yg selalu diulang2 oleh pembimbing haji kami, undangan ini benar2 nikmat yg tak terhingga. Undangan ini sungguh2 rahmat Allah. Kenapa? uandanganNya ini bukan karena kami sudah memenuhi “kriteria tertentu” di mata Allah. Karena, kalau kriterianya kemampuan finansial, buanyaaaaak yg lebih mampu dr kami, namun hatinya belum tergerak. Kalau kriterianya kesolehan, tak terhingga org2 yg jauh lbh sholeh dibanding kami. Yg shalat malamnya istiqomah, yg baca quran dan memahami qur annya lebih baik, yg tauhidnya lebih kuat, yg akhlaknya lebih terpuji. ….

Berkaca dari pengalaman saya, siapa yg tak ingin mendapatkan undanganNya? Maka…untuk mempercepat dan mempermudah undangan Allah, kita pun harus sungguh2 berniat. Jangan seperti saya. Karena meskipun prosesi lahiriah berhaji setiap org sama, tapi apa yg didapatkan, seberapa dahsyat efeknya pada perbaikan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan selamat di akherat, tidaklah sama. Tergantung seberapa kuat niat kita, yang tercermin dari  seberapa besar upaya persiapan kita.

Langkah awal, 4 buku tadi highly recommended. Buat yg di Bandung, monggo silaturahim ke rumah kalau mau pinjem buku itu dari saya. Semoga setelah membaca buku2 itu, ada dorongan kuat memprioritaskan menabung untuk haji. Diberi kekuatan untuk mengalihkan pengeluaran2 yg gak terlalu urgen : ke bioskop, ke salon, liburan, belanja-belanji yg bukan basic needs, dll untuk tabungan haji. Meskipun nilainya mungkin cuman ratusan ribu, siapa tahu krn “pengorbanan” kita, nilainya menjadi jauuuuh berlipat2 di mata allah, sehingga allah mudahkan dan lapangkan rejeki kita. Betapa sering kita mendengar org2 yg kemampuan ekonominya jauh dibawah kita, bahkan tergolong miskin, bisa berangkat haji dgn menyisihkan receh demi receh penghasilannya, didorong oleh azzamnya.

Kalau ada yang memberatkan, berikhtiar maksimal untuk mendapat keyakinan. Ikhtiar ini amat sangat membantu kenyamanan kita. Misalnya, saya menjadi tenang dan yakin tdk mendzalimi Azzam setelah saya konsul ke dokter laktasi.  Melihat kondisi fisik Azzam plus informasi bahwa kebutuhan asi anak seusia Azzam sudah sedikit, maka tdk apa2 jika saya menyapih azzam di usianya 18 bulan ini. Lalu adanya “multiple attachment” yg sudah terbentuk antara Azzam dgn teh Rini, pengasuhnya pun membuat saya tenang meninggalkannya. Adanya teh Ema yg khusus pegang Hana, Yangti yang “menjaga anak2 di rumah”, om Agus yg “bertugas” membawa anak2 jalan setiap weekend, mang Ade yg bertugas bantu kaka kalau ada PR yg susah atau kalau harus buka internet, dll … adanya orang-orang yang bisa kita percaya, membuat kita merasa bahwa kita tinggal bertawakkal dan memohon agar Allah menjaga orang-orang terkasih kita  selama kita pergi.
Tak ada org yang tak ingin pergi ke tanah suci untuk kedua, ketiga, keempat dan selanjutnya. Pasti inginnya tiap tahun. Yakinlah bahwa ibadah haji, seperti yg diungkapkan Ali Syariati, bukanlah untuk kepentingan akhirat kita. Beribadah haji yang hanya Allah wajibkan sekali seumur hidup itu,  kalau dihayati proses demi prosesnya, akan sangat bermanfaat untuk kehidupan dunia kita. Untuk kebahagiaan kita. Itulah hakikat doa “robbana…atiiina fiddunnya hasanah wa fil akhiroti hasanah…..”

Sedemikian rupa Allah mengatur prosesi ritual ibadah haji, untuk memberikan “pelatihan” yang hanya kita bisa dapatkan melalui ibadah ini. Yang paling berharga adalah membuat kita menghayati  hari sesudah kematian, karena berihrom dan berkumpul secara fisik dengan jutaan org yg beragam, dlm keadaan terbatas dan sendiri2, mengingatkan kita akan situasi yg akan kita hadapi di padang mahsyar nanti, dimana tak ada yg bs menolong kita selain amal kebaikan kita di dunia ini. Kuatnya penghayatan akan hal ini, yang akan sering kita jumpai selama prosesi haji, semoga membuat prioritas2 kehidupan kita menjadi lebih benar.

Jadi, kalau kita sudah “ingin” berhaji, kita tingkatnya menjadi “berniat” untuk berhaji. Ah, semoga Allah masih memberi kesempatan bagi kami untuk kembali bisa berhaji, dengan persiapan yang jauuuh lebih baik. Amiiin ….

Dia atas awan madinah-jakarta
Kamis, 8 november 2013. 17.20 WIB

Previous Older Entries