Sebulan menjelang keberangkatan, saya dilanda rasa cemas yang akut. Kombinasi antara detik-detik terakhir beres rumah dan pindahan, banyaknya kerjaan yang harus diberesin sebelum pergi plus kecemasan terkait haji sendiri membuat saya resah dan gelisah plus galau n melou (haha…).
Terkait haji, saya mencoba mengidentifikasi apa yg menjadi sumber kegalauan saya. Ternyata ada 2 :
1. Saya takuuuuut banget haji saya engga mabrur. Haji saya tak berdampak pada kebaikan pada diri saya. Saking cemasnya saya, setiap kali berinteraksi dgn seseorang, saya selalu bertanya pada diri : “orang itu udah berhaji belum ya?” Kalau saya tahu bahwa ia sudah berhaji tapi melakukan hal yang tidak baik, saya langsung gubrak. Cemas. Galau.
2. Kecemasan saya terkait dengan “keyakinan” kalau Allah akan membalas dosa, kesalahan dam kelalaian yang kita lakukan selama ini, di tanah haram nanti. Sssst…teman2….kalau ketemu orang yg mau haji, jangan cerita-cerita tentang hal buruk yang menimpa disana ya…itu bikin cemas loooh…. Haduuuuuh…beragam cerita yang saya terima, membuat saya merasa takuuuuuuuuut banget saya akan mendapatkan balasannya disana. Teringat dosa, kesalahan dan kelalaian terutama pada orang-orang terdekat : mas, anak-anak, ortu, mertua, adik, ipar-ipar….Yang paling saya takutkan adalah saya “ditolak” Allah untuk masuk ke tanah haram dan masjidil haram, karena ada juga cerita gitu. Ada teman yang bercerita, temannya sudah 7 kali mencoba berhaji, selalu tertahan tak bisa masuk tanah haram. Masalah paspor-visa lah, masalah kesehatan lah. Terakhir, ia sudah berangkat, namun tertahan di bandara Jedah karena ada dokumen imigrasi-nya yang entah kenapa, tercecer. Aduuh….tujuh kali ! ada juga cerita seorang ibu yang sudah masuk tanah haram, tapi selalu ada kejadian yang membuatnya tak bisa masuk ke masjidil haram….
Kecemasan saya yang kedua berkurang setelah suatu sore, saya bertemu dengan seorang senior di kampus. Beliau sudah berhaji 2x. Mendengar saya akan berhaji, beliau mengajak saya ngobrol. Jadilah saya curhat. Beliau cerita kalau dulu beliau juga merasakan kecemasan yang sama. Apalagi katanya masa muda beliau dulu cukup “liar” ;). Lalu beliau cerita, yang menenangkannya adalah kata-kata temannya: “Allah itu tangannya panjang. Kalau Dia mau menghukum elu, ngapain Dia nunggu sampai elu datang ke Mekah. Emang Dia gak bisa menghukum elu disini?”
Ya, hal itu juga menenangkan saya. Plus kata2 guru saya: “Allah itu Arrahman Arrohiim… Gak mungkin Allah dzalim sama kita. Kalau “disentil” sedikit sih, wajar aja. Tapi, semua yang Ia takdirkan pada kita, tak mungkin hal yang buruk untuk kita”.
Ya…ya…ya…
Kalau pada anak, kecemasan itu bisa terjadi karena anak gak punya “basic trust” sama ibunya. Dia gak punya keyakinan kalau ibunya akan selalu ada dan melindungi dia saat ia membutuhkan. Itu juga yang terjadi pada saya tampaknya. Aduuuh…tauhid saya emang perlu dibenerin nih….
Jadi, setelah itu saya berupaya untuk menanamkan kembali “basic trust” saya pada Allah. Saya upayakan untuk mengingat kebaikan-kebaikan Allah dalam perjalanan hidup saya. Sebagai upaya “selftalk” setiap ingat saya baca surat Ar-Rahman.
Alhamdulillah, it works…. Saya lebih tenang. Meskipun selama dua minggu sampai menjelang keberangkatan saya masih terus haid ga brenti2 dan sudah beberapa obat dari dokter dicoba tak berhasil, perasaan saya lebih tenang. Saya mencoba pasrah dan yakin kalau Allah yang maha baik tak akan menimpakan keburukan pada saya.
Ternyata beberapa teman yang akan berhaji dan berumroh juga merasakan hal yg sama. Semoga pengalaman saya ini bermanfaat….dan semoga tauhid kita pada Allah, semakin mengakar kuat…
Recent Comments