2013 in review

The WordPress.com stats helper monkeys prepared a 2013 annual report for this blog.

Here’s an excerpt:

The concert hall at the Sydney Opera House holds 2,700 people. This blog was viewed about 9,800 times in 2013. If it were a concert at Sydney Opera House, it would take about 4 sold-out performances for that many people to see it.

Click here to see the complete report.

40. Dari “yang disucikan” menuju “yang bercahaya”

Selasa 29 Oktober 2013

Kami di bis on the way to Madinah. Akan meninggalkan Mekah Al Mukarromah, Mekah yang disucikan, menuju Madinah Al Munawwaroh, Madinah yang bercahaya.

Berangkat kurang lebih jam 8 tadi pagi, katanya perjalanan kurang lebih selama 6 jam. Saya baru bangun hehe… Dan pemandangan di kiri kanan kini adalah padang pasir yang diselingi gunung-gunung batu. Ah, kebayang waktu zaman rasulullah dahulu. Pasti alamnya jauh lebih ganas, dan waktu hijrah Beliau tak melaluinya dengan bis ber ac seperti ini. Saya juga membayangkan perang-peran yang terjadi….perang badar, perang uhud….ah, speechless…pantaslah para sahabat yang gugur bergelar syuhada dan mendapat jaminan syurga.

Kata mas, ia juga jadi mengerti kenapa jaman penjajahan belanda dulu, penjajah sangat takut dengan yang pergi berhaji. Yang pulang haji, pasti sudah tertempa fisik, spiritual bahkan wawasan saat bertukar pikiran dengan seluruh warga muslim sedunia, terutama saat di Mina. Tak heran penggerak-penggerak dan pahlawan-pahlawan  kemerdekaan datang dari kaum yang pulang berhaji.

Semalam, bada isya kami melakukan thawaf wada. Thawaf perpisahan. Rasanya? Tak terbayangkan. Sedih, campur haru, campur syukur, campur harap yang amat besar untuk bisa diundang kembali, campur kangen, campur baur menjadi rasa yang tak terdefinisikan. Belum pernah saya merasakan perasaan sedalam ini. Tujuh kali putaran, saya tak sanggup berdoa apapun. Segala campur baur perasaan ini membuat saya hanya bisa mengucapkan satu kata. Allah. Hanya air mata saja yang bisa mengekspresikannya.

Walaupun mas terpincang-pincang karena keseleo kakinya, tapi ia mau mengabulkan keinginan saya, mengantar dan melindungi saya masuk ke Hijir Ismail dan memegang Rukun Yamani. Tadinya, melihat kondisi mas saya sudah pasrah dan berdoa agar keinginan masuk ke Hijr Ismail dan memegang Rukun Yamani jadi “PR” yang membuat saya bisa kembali lagi kesini untuk menyelesaikannya. Makanya, pas mas tetap mengusahakannya, setelahnya saya peluk mas, pelukan yang paling …. “sesuatu” selama 11 tahun menikah ini (gak tau namanya apa, pokoknya didorong oleh perasaan yang “dalem” banget lah..hehe..)

Di Hijr ismail, duh…saya bener-bener speechless. Berada di rumah seorang wanita, yang di mata manusia paling hina (wanita sering dipandang sebagai warga kelas dua), budak, hitam, (yang karena itulah dipilih oleh Sarah istri ibrahim, karena tak akan menimbulkan kecemburuan), tapi oleh Allah diangkat derajatnya setinggi-tingginya. Terbayang saat beliau ditinggalkan di lembah tandus Mekkah, terbayang perasaannya saat Ismail menangis sedangkan air tak ada, terbayang upayanya bolak-balik bukit Shafa dan Marwah mencari air, terbayang betapa bahagianya ia saat melihat zamzam mengalir… Duh ya Allah…karuniakanlah aku ketauhidan sekuat tauhid  Hajar, karuniakanlah semangat ikhtiar sebesar semangat  Hajar, karuniakanlah cinta yang amat pada anak-anakku, sebesar cinta  Hajar.

Setelah berthawaf wada, rombongan kami janjian ketemuan untuk berdoa bersama dipimpin pak Ustadz. Saat ketemu teman-teman, rata-rata matanya pada bengkak habis menangis. Kami puas-puasin berdoa di Multazam.

Dalam perjalanan pulang, rasa sedih itu terasa lagi. Di sepanjang jalan dari pool bis sampai maktab kami, para pedagang yang selama puluhan hari ini menjadi langganan kami membeli segala macam keperluan, berdiri di depan toko-tokonya. “wada? wada? selamat tinggal” kata mereka sambil melambaikan tangannya pada kami. Beberapa bahkan memanggil kami dan memberikan buah…..Saya sendiri “say goodbye” secara khusus dengan seorang pemuda berwajah arab berperawakan ceking penjual buah yang selama ini hampir setiap hari melayani saya. Ah, cuman satu bulan, tapi rasanya sudah terjalin “hubungan emosional” antara kami dengan mereka (kkkk…lebay….)

Tadi pagi, sejak jam 4 kami sudah bersiap. Koper sih sudah dikumpul sejak semalam di bawah. Koper-koper yang dalam waktu 30 hari, pada hamil 9 bulan haha….Dan selain hamil, ternyata ia juga sudah beranak. Terbukti, tidak hanya tas tentengan yang kami bawa. Tapi bertambah dengan tas ini-itu berisi beragam oleh-oleh. Plus juga ember-ember, rice cooker dan peralatan jemur menjemur yang kami bawa ke Madinah.

Proses mengepak koper bukanlah proses yang mudah bagi kami para ibu-ibu. Harus memutar otak dan menggunakan beragam rumus matematika untuk membuat ruang-ruang di koper kami muat diisi oleh segala macam oleh-oleh yang kami beli. Kami saling berguru ilmu mengenai cara packing yang paling efisien dengan sesama teman sekamar. Dalam hal ini, bapak-bapak dalam keadaan pasrah. Pasrah diimpor-i beragam barang yang tak muat di koper kami, pasrah saat kami ambil alih proses pengepakan kopernya haha…. Dan salah satu yang paling berat buat saya adalah, saat harus memilih barang-barang yang mau tak mau harus saya tinggalkan karena ruang tak muat. Termasuk dua tikar yang menemani perjalanan ke Mina-Arafah. Tikar yang menjadi alas tidur di jalan mudzalifah. Saat termangu memandangi tikar-tikar itu, seorang teman saya bilang “ayo…tinggalin aja…meni kayak nini-nini segala berat ditinggalin” katanya …. haha….

Selama di Mekkah dan di baitullah, tak sempat melihat dengan mata kepala sendiri hajar aswad, gak berani mendekat. Pernah saya ada kesempatan mendekat, hadeeeeuuuh…para joki, yaitu orang-orang  Indonesia banyak yang menawari jasa “mencium” hajar aswad. Kami sudah diwanti-wanti untuk menolaknya dengan tegas. Karena mereka meminta bayarang yang tinggi. Dan tidak hanya itu, bagi kami yang berusaha melakukanya tanpa meminta bantuan mereka, mereka akan berupaya menggagalkan dengan cara menghalangi sampai menggencet. Sering kami dengar jeritan-jeritan akibat ulah mereka.

Dari buku-buku yang saya baca, hampir semua menggambarkan bahwa Mekah dan Madinah memiliki karakteristik ynag berbeda, baik secara fisik maupun soiologis dan psikologis. Meskipun sedih meninggalkan Mekah, namun excited juga menuju Madinah.

39. Sai : The Power of Love

IMG-20131019-00977Jujur saja, setiap kali saya bersa’i, saya pasti teler. Mulai putaran ke 3 biasanya langkah saya mulai  gontai, harus berhenti-berhenti untuk istirahat. Biasanya saya membasuh kaki saya dengan air zamzam dingin sambil mensugesti diri untuk kuat.

Sampai-sampai di salah satu sa’i saat umroh sunnah, saya minta mas meninggalkan saya, dan kita janjian ketemu di tempat tahallul aja di bukit marwa. Padahal, mas dari pertama udah bilang: “ayo…jangan kalah sama Hajar…!”.

Ya, saya membayangkan sosok ibu agung itu….kalau kini, jarak 400m x 7 itu berlantai, ber-ac sejuk dengan kran-kran air zamzam di sepanjang jalannya, waktu  Hajar dulu pastinya berupa padang pasir tandus, panas dan kering. Hanya “the power of love” terhadap puteranya Ismail saja-lah memang yang membuat Hajar tak kenal lelah bolak balik 7 kali antara bukit shafa dan marwah….

Ya….kekuatan cinta ibu memang tak ada bandingannya. Mampu membuat ibu melakukan hal-hal  yang tak terbayang dan secara objektif amat berat dilakukan orang lain. Saya jadi ingat klien-klien saya. Ibu-ibu hebat yang mendapat ujian lewat anak-anaknya. Saya ingat seorang ibu dari anak tuna rungu yang bersekolah di sekolah biasa, lalu ortu lainnya membuat petisi untuk mengeluarkan anak itu, karena khawatir anak itu “mengganggu anak yang normal”. Ibu itu sampai izin kerja 2 minggu, setiap hari mengobservasi dan mencatat perilaku anaknya di kelas, untuk menunjukkan bukti bahwa anaknya tak memberi dampak buruk bagi yang lain. Saya juga ingat ibu-ibu yang tak kenal lelah mengajak anaknya terapi. Ada seorang ibu dulu yang datang ke tempat terapi basah kuyup karena dia naik ojek dari buahbatu ke dago. Saya juga ingat ibu yang harus bolak-balik mengurus surat miskin agar anaknya bisa diperiksa secara psikologis, untuk membuktikan bahwa anaknya tak harus masuk SLB.

Ya, kekuatan cinta ksih ibu, dalam bentuk apapun, memang tak ada tandingannya….

38. I Miss U Already

Hari selasa jam 6 pagi kami dijadwalkan untuk berangkat ke Madinah. Senin malam bada isya, kami akan berthawaf wada.

Rasa “sedih” akan berpisah dengan ka’bah, dengan masjidil harom, mulai menjalar diantara kami sejak beberapa hari lalu. Rasa tak ingin berpisah ini mengalahkan rasa rindu pada tanah air, pada keluarga dan anak-anak yang kami tinggalkan.

Siapapun diantara kami tak ingin kehilangan momen-momen terakhir ini. Yang kurang sehat pun memaksakan diri ke Harom. Yang sehat dan kuat, bahkan beritikaf.

Kami belum berpisah dengan masjid yang paling Allah cintai di muka bumi ini,  tapi kami sudah rindu ingin kembali. Tidak hanya memandang ka’bah yang dijanjikan Allah 20 rahmat dari 100 rahmat yang Ia turunkan di masjidil harom…Buat saya sendiri, yang akan paling membuat kangen adalah suara imam yang begitu agung, yang kadang terisak membaca ayat-ayat suci al qur’an, dan tengadah-tengadah tangan  diiringi tangisan dari beragam wajah…wajah amerika-eropa dengan baju-baju yang casual, wajah-wajah cina dengan kerudungnya yang khas, “seuprit” dan menerawang…wajah-wajah afrika dengan kaki-kaki yang telanjang, wajah india-bangladesh dengan pakaiannya yang amat sederhana, wajah-wajah wanita “berbungkus” kain hitam…wajah-wajah saudara-saudara seindonedia… Wajah-wajah beraneka ragam, yang akan kita temui di padang mahsyar nanti…

Ya Allah, undanglah kami kembali untuk mengobati kerinduan ini… Amiiin..amiiin..ya robbal alamiiin..
Menjelang subuh, ahad 27 nov

37. Harus Sebelum Jam 10

Seperti biasa, semalam kami ke Al-Harom jam 2. Dua amalan yang baru kami ketahui saat di sini adalah shalat syuruq dan shalat dhuha di rukun yamani.

Kata Pak Ustadz, seseorang yang shalat subuh berjamaah, lalu dia duduk di tempat tersebut, berdzikir sampai terbit fajar dan sholat dua rakaat, maka pahalanya seperti haji dan umroh, sempurna sempurna sempurna….“Barang siapa menengakkan sholat Shubuh berjamaah di masjid, lalu dia duduk berdzikir (tadarussan, halaqoh ilmu, diskusi dan sebagainya) sampai matahari terbit, kemudian menegakkan sholat dua rakaat, maka ia akan mendapatkan pahala haji dan umrah “sempurna” (HR. At-Tirmidzi).

Dan keutamaan ini tak hanya berlaku di harom aja, tapi di rumah kita… Asal syaratnya; subuh berjamaah, lalu duduk melakukan amalan baik di tempat tersebut sampai terbit fajar terpenuhi. Haduuuuh…. Bener kata pak ustadz. Kalau kita kurang ilmu, pasti kurang amal. Tapi better late than never lah…alhamdulillah bisa tau ilmu hal ini… Lumayan… Bisa diagendakan haji dan umroh tiap minggu di rumah nanti 😉

Saya juga baru tau kalau shalat dhuha itu, bukan cuman dua rokaat … Hadeuuuh….udah 34 tahun baru tau kalau hadits yang shohihnya, shalat dhuha itu 8 rakaat. Tiap dua rakaat salam. Dan, pak ustadz memperkenalkan satu amalan yang menggiurkan, yang hanya bisa dilakukan di harom: shalat dhuha di rukun yamani, satu salam satu permintaan. Allah pasti akan kabulkan. Si jin aladdin pun kalah hebat bukan? Dia kan cuman mengabulkan 3 permintaan haha….

Riwayat yang mendasari amalan ini adalah :

Dalam salah satu riwayat, Nabi saw pernah bersabda, “setiap aku melewati Rukun Yamani tampak ada Malaikat yang mengucapkan kalimat aamiin… aamiin…, maka setiap melewatinya bacalah doa; Allahhumma Rabbanaa Aatina Fiddunyaa Hasanah, Wafil Aakhirati Hasanah, Waqina Adzaaban Naar”. (kalimat aamiin kalau diterjemahkan berarti: ya Allah kabulkanlah doa itu). 
eh, bukan deng….hehe…ini riwayat yang mendasarinya :

Seperti yang diceritakan dalam kitab Al-Jami’ Al-Lathif, diriwayatkan oleh Amir bin Syaraahil Al-Sya’bi; aku membuktikan suatu keajaiban, yaitu pada suatu hari aku dan Abdullah bin Ummar dan Abdullah bin Zubair dan Mus’ab bin Zubair dan Abdul Malik bin Marwan sedang duduk bercakap-cakap di ruang terbuka dekat ka’bah. 

Kemudian disepakati, sebelum bubaran kita satu persatu harus berdoa di Rukun Yamani. Abdullah bin Zubair kita tunjuk sebagai orang yang pertama, lalu ia berdiri dengan memegang Rukun Yamani berdoa, “ya Allah, aku mohon kepada-mu agar dapat menguasai seluruh wilayah hijaz sebagai khalifah sebelum aku meninggal dunia”. Kemudian ganti Mus’ab bin Zubair, “ya Allah, aku mohon kepada-mu agar dapat menguasai Iraq dan mengawini Sakinah binti Al-Husain”. 
Kemudian ganti Abdul Malik bin Marwan, “ya Allah, aku mohon kepada-mu agar aku dapat menguasai dunia timur dan dunia barat dan tidak ada yang berani melawan kecuali kau serahkan kepadaku batok kepalanya”. Kemudian ganti Abdullah bin Ummar, “ya Allah, aku mohon kepada-mu agar jangan kau matikan aku sebelum kau wajibkan aku masuk surga”. 
Sungguh aku buktikan dengan mataku sendiri bahwa mereka telah benar-benar mendapatkan apa yang mereka minta.

Nah, bada dhuha tadi pagi, kami langsung thawaf. Tanya dong thawafnya di mana… Di zamzam tower yang ada di pelataran Harom…haha… Perut sudah memainkan musik keroncongannya. Satu paket kentang+ayam n burger KFC seharga 23 real, satu gelas kopi seharga 4 rael, satu gelas teh manis seharga 2 real dan satu cup buah potong seharga 10 real menamani brunch kami berdua (breakfast+lunch kkkkk).

Sayangnya, kami terlalu betah menikmati brunch kami. Jam 10 kami menuju Harom, hadeuuuuuh…udah padet uy…maklum, ini hari jumat. Jutaan orang, baik laki-laki maupun perempuan tak ingin melewatkan shalat jumat di Harom. Para “tentara” sudah berjaga-jaga di depan pintu yang sudah tidak boleh dimasuki lagi. Bersama arus manusia yang beragam, kami mencari-cari tempat…sana sini sana sini…akhirnya alhmd ada juga tempat nyempil. Mas ga tau dimana…

Sebenernya saya paling ga suka dateng ke Harom mepet-mepet. Situasi gak jelas nyari tempat, diusir-usir asykar saat sudah duduk nyaman, atau ditolak-tolak orang saat minta izin nyempil, atau ada orang yang tiba-tiba nyempil tanpa izin meskipun space tidak memungkinkan, atau liat orang berdebat, berantem rebutan tempat …. Itu…. Sangat tidak menyennagkan.

Jadi, kalau nanti teman-teman  mau ikutan jumatan diHharom, harus sudah duduk manis sebelum jam 10, di tempat yang dapat dipastikan bahwa itu tempat perempuan….jangan lupa untuk  puas-puasin pipis, jangan banyak minum dan untuk emergency, siapkan air dalam botol in case kita batal… Sehingga bisa wudhu minimalis di tempat kita duduk…

Last Jumat @harom, 25 oktober 2013

36. Bijak Ber-barokah Ria

kamar barokah40 hari bukan waktu yang sebentar. Sebagai manusia wajar kalau dalam jangka waktu tersebut ada kebutuhan seksual yang harus disalurkan. Tentunya bagi pasangan suami istri.

Dan karena islam adalah agama yang adil, maka hal tersebut sangat difahami. Larangan ihrom untuk tidak berhubungan seksual pada suami istri hanya berlaku saat ihrom umroh dan saat berhaji. Itu hanya kurang lebih 10 hari. Diluar waktu itu, monggo…bebas bas bas….

Tak seperti peserta ONH plus yang bias pesan kamar berdua, kami peserta haji reguler harus berbagi kamar. Perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki. Satu kamar 4 sampai 6 orang. Maka, sejak manasik kami sudah mengenal istilah “kamar barokah”. Kamar barokah adalah kamar yang bisa khusus dipesan untuk melakukan hubungan seksual suami istri. Pernah kita iseng survey dan tanya, tarifnya 200 real, sekitar 600-700 ribu 2 jam booking. Itupun tak akan tersedia kalau mendekati sebelum dan setelah pelaksanaan haji.

Nah, mengingat uang segitu cukup besar (dan kalaupun bapak-bapak bersedia bayar, ibu-ibunya yang sangat ekonomis biasanya akan minta mentahnya, dan mengupayakan kamar yang gratis haha….eta mah saya deng 😉 kalau pembicaraan antar ibu-ibu : “wah, 200 real bisa beli sajadah sejumlah ini, kalau dibeliin kerudung bisa dapet sejumlah ini, apalagi kalau dibeliin abaya, bisa dapet yang keren banget…haha…”

Jadi memang sudah dipahami bersama bahwa dimungkinkan ada pembagian kamar bersama tersebut untuk dijadikan kamar barokah gratis…

Meskipun hal tersebut halal dan baik, tapi ternyata butuh ke “bijak” an dalam pelaksanaannya. Benarrr…hubungan seksual suami istri adalah hak yang bersangkutan. Tapi…..inga..inga…ada hak orang lain atas kamar tersebut. Jadi….pembagian harus dilakukan seadil mungkin. Harus disepakati semua pihak penghuni kamar, dipastikan semua ridho, terutama kalau di kamarnya ada yang single…yang gak sama suami/istri.

Pemilihan waktunya juga harus pas. Jangan siang-siang pas orang lain mau istirahat, atau pas orang lain mau nyuci… Sekali lagi…benar, hubungan seksual suami istri bernilai ibadah. Tapi menghargai orang lain juga ibadah. Haduuuuh…jangan sampe silaturahim dengan teman sekamar jadi retak gara-gara kebutuhan yang tak terkendali. Kalau kebutuhannya “istimewa”, misalnya harus sering, maka … “no gain without pain’…harus mau kluar uang dung buat sewa kamar barokah….atau, ada cara lain….yaitu “mengakali” waktu-waktu dimana teman-teman sekamar sedang tidak ada. Misalnya saat yang lain sudah pergi ke Masjidil  Harom, pasangan bisa “mencuri waktu” dulu…atau “strategi” yang lain.  Yang penting, jangan merugikan orang lain … 😉

35. Bapak yang ditinggal wafat istrinya

Saat kami baru saja tiba di lobi hotel maktab kami dari bandara Jeddah, ada pemandangan yang membuat kami tersentak. Sebuah kasur dorong berisi jenazah keluar dari lift. Petugas medis mengiringi jenazah yang tertutup kain tersebut. Dibelakangnya, seorang bapak menangis tersedu-sedu. Haduh, kalau saya bayangin itu, gak tahan pengen nangis lagi. Buat kami yang baru menginjakkan kaki di tanah suci, peristiwa itu begitu membangkitkan emosi. Cemas. Takut.

Beberapa hari kemudian, kami se-lift dengan bapak tersebut. Bapak tersebut ternyata dari medan. Mas mengucapkan belasungkawa pada bapak tersebut. Lalu bapak itu cerita, kurang lebih begini: “ya, tadinya saya sedih…tapi setelah saya ikut memandikan, lalu saya temanin dia disholatkan di masjidil haram, disholatkan oleh ribuan orang, didoakan oleh imam masjidil haram, saya jadi berpikir kalau dia jauh lebih beruntung dibanding saya. Saya, tidak tahu kapan dan dimana saya akan meninggal, dalam keadaan apa. Memang perasaan masih sedih. Tapi mengingat kemuliaan itu, membuat saya terhibur”.

Ya..ya…ya… Dulu, setiap kami mendengar berita ada yang wafat saat berhaji sebelum hari wukuf, yang artinya ia belum jadi “haji” saya suka bilang “kasian ya…”. Tapi sekarang pandangan saya berubah. Mereka-mereka, telah melakukan upaya untuk berhaji. Menyiapkan fisik, materi, psikologis, ruhiyah, tak ada ruginya wafat disini, Allah sudah mencatat niatnya.

Setiap kali bada sholat wajib kami melakukan sholat jenazah, setelah takbir ketiga kami membaca doa untuk jenazah : allahummaghfirlahu, ha warhamhu, ha waafihi wa’fuanhu. Waktu saya tau bahwa doa itu artinya Ya Allah, ampunilah dosanya, berilah rahmatMu ke atasnya, sejahtera dan maafkanlah Ia”  Ya ampuuuun…. Betapa bahagianya yang wafat disana….jutaan orang, orang-orang  sholeh dari seluruh penjuru dunia, para hafidz imam masjidil harom, memohonkan doa pada Allah untuk mereka ……Betapa beruntungnya mereka ….

Setiap kali saya kembali bertemu bapak itu; saat ia membeli makan sendiri, ke mesjid sendiri, menjemur baju sendiri…meski secara manusiawi merasa iba, namun saya melihat…ia tak sedih…ya, ia beruntung. Istrinya beruntung.

34. Sibling Rivalry dalam Thawaf ? no no no

Di sinilah kami kembali, setelah menuntaskan rukun haji…..kembali melepas rindu dengan berlama-lama memandang ka’bah dan berthawaf.

Setiap kali berthawaf, kembali saya melihat beragam perilaku yang ditampilkan saudara-saudara kita sesama muslim. Beragam. Benar-benar beragam. Sebagian begitu “mempesona”, sebagian begitu memiriskan hati.

Tampaknya, perilaku saat berthawaf diawali dengan persepsi mengenai thawaf itu sendiri, dan informasi yang diterima tentang thawaf. Saya ingat, banyak kenalan yang berpesan dan menekankan; bahwa mas harus menjaga saya saat berthawaf. Secara implisit, dari pesan itu terkandung persepsi bahwa thawaf itu membahayakan.

Mmmh…sebagai orangtua, tentunya saya ingin memberikan informasi yang baik dan benar mengenai thawaf ini pada anak-anak saya. Kalau sampai waktunya nanti, inilah yang akan saya pesankan…insya allah.

Yang tersayang Kaka Azka, Mas Umar, Kaka Hana dan De Azzam…
Thawaf itu amalannya malaikat. Tepat di atas ka’bah, di baitul makmur, para malaikat tak pernah berhenti bertasbih dan berthawaf. Maka, setiap kali kalian berthawaf, bayangkanlah bagaimana perilaku malaikat di langit sana. Hidupkan jiwa malaikat dalam diri kita, bahkan kita harus lebih baik dari malaikat, karena Allah sang pencipta pun meminta malaikat sujud pada manusia.

Anak-anakku,
Putaran pertama, bertaubatlah. Beristighfar dan bacalah doa taubat nabi Adam dan nabi Yunus. Meskipun mereka manusia-manusia terpilih, namun saat mereka tak berdaya dan  memerlukan pertolongan Allah, yang mereka lakukan adalah…bertaubat.

Putaran kedua, ucapkanlah dari lubuk hatima doa-doa para malaikat. Subhanallah, walhamdulillah, walaila hailllalah hu wallahu akbar.

Putara ketiga, ucapkan shalawat pada Rasulullah. Setiap sholawat yang kita panjatkan, akan diampuni 10 dosa, diangkat derajat…. Dan yang paling penting. Mohonlah syafaat dari Rasulullah saat kita di padang mahsyar nanti.

Putaran keempat, berdoalah untuk dirimu sendiri. Ingat nak, berdoalah untuk akhiratmu. Yang abadi. Boleh minta kebaikan dunia, tapi jangan lupa sertakan pula doa agar ap-apa yang kita inginkan di dunia itu menjadi jalan bagi kita untuk bisa menjalani kehidupan ini dengan kebaikan, merasakan kebahagiaan dan menjadi jalan keselamatan bagi kita.

Putaran kelima, berdoalah untuk ayah ibumu. Mohonkan ampunan dosa dan barokah untuk sisa hidupnya.

Putara keenam,  berdoalah untuk pasanganmu dan anak-anakmu…mintakan agar kalian nanti Allah pertemukan dan kumpulkan lagi di syurgaNya yang abadi.

Putaran ketujuh, doakanlah sahabat-sahabatmu. Mereka yang sedang dililit kesulitan, terbatas dalam rejeki, belum mendapatkan belahan jiwa, belum dikaruniai momongan, belum dapat hidayah untuk sholat atau berbuat baik, bayangkan mereka satu persatu. Baik yang meminta didoakan ataupun tidak. Lalu, akhirilah dengan memohon agar semua nama yang telah kalian sebutkan, dan orang-orang yang berazzam serta berikhtiar untuk ingin berkunjung ke baitullah, Allah mudahkan, mampukan dan segerakan.

Sayangku,
Mungkin kalian akan melihat ada yang berdoa dengan keras. Jangan ikuti. Karena Allah maha mendengar. Tetaplah khusyuk kan hatimu walau dalam keriuhan. Seperti itu jugalah dalam hari-hari kita. Tetap khusyuk walaupun sekitar kita begitu riuh.

Anak-anakku,
Pasti kalian akan terdorong sana-sini. Nikmati saja. Jangan bertahan, apalagi menyerang. Ikuti saja gelombangnya.
Kalau memungkinkan, sentuhlah dinding-dinding ka’bah. Ada barokah di dalamnya. Bila masih memungkinkan, masuklah ke Hijr ismail. Sholat dan berdoa di sana, sama dengan sholat dan berdoa di dalam ka’bah. Di rumah seorang ibu yang paling agung di mata Allah itu, berdoalah… Agar kalian diberikan kekuatan tauhid sekuat tauhidnya  Hajar, diberikan semangat ikhtiar sesemangat ikhtiarnya  Hajar, diberikan cinta yang besar, sebesar cinta  Hajar pada puteranya Ismail.

Jika memungkinkan juga, sentuhlah rukun yamani, berdoalah sepuasmu. Jangan lupa…jangan hanya berdoa untuk kebaikan dunia, karena itu amat sangat mudah. Berdoa pulalah untuk kebaikan akhiratmu. Dan jika masih  memungkinkan, ciumlah batu dari syurga-hajar aswad, sambil berdoa semoga kita dikarunia anugerah untuk kembali bertemu batu itu di syurgaNya yang abadi kelak.

Tapi anak-anakku…ingat…bukan untuk itu tujuan kalian berthawaf. Ya, banyak kemuliaan yang Allah janjikan jika kita bisa menyentuh dinding ka’bah, sholat di Hijr Ismail dan mencium hajar aswad. Tapi ingat nak…itu bukan tujuan. Jangan mencapai hal itu dengan menyakiti orang lain dan tak peduli pada orang lain.

Anak-anakku, tak seperti cinta makhluk-termasuk cinta ibu, cinta Allah itu maha luas. Tak perlu diperebutkan. Tak perlu cari perhatian. Tak mungkin kita dapat Rohman-RohimNya, kasih sayangnya dengan perilaku yang berkebalikan. Jangan sangka cinta Allah hanya bisa “dibeli” dengan prestasi hijr ismail dan hajar aswad. Allah tak akan “tertipu” dengan shalat di hijr ismail dan mencium hajar aswad. Kebaikan-kebaikan amalan itu  tidak akan kita dapatkan  jika kita mendapatkannya dengan cara yang tidak baik.

Semoga setiap selesai thawaf, kita berhasil menghidupkan jiwa malaikat dalam diri kita, dan rahmatNya tercurah pada kita. Apa yang lebih berharga dari rahmatNya ?

Masjidil Haram, Dzulhijah 1434.

33. Ka’bah Yang Sederhana

Ali Syariati sudah mengungkapkan dalam bukunya “Makna Haji” bahwa ka’bah itu “hanyalah” sebuah bangunan persegi dan kosong. Di dalam ka’bah tidak ada keahlian arsitektural, keindahan, seni, prasasti ataupun kualitas yang dapat kita saksikan…..

Tapi dasar saya bloon. Saya tak menghayatinya. Saya lebih percaya pada gambar-gambar yang saya lihat, yang menunjukkan betapa ka’bah adalah bangunan yang “megah”. Saya baru percaya apa yang diungkapkan Ali Syariati setelah saya melihat ka’bah langsung.

Ya, saya setuju dengan penilaian beliau, bahwa ka’bah secara fisik memanglah bangunan yang sederhana. Dan dari situ saya menghayati satu hal….bahwa dalam islam, memang “penampakan fisik” bukanlah menjadi hal yang penting.

Bagaimana penampakan Bilal? Ia adalah seorang budak yang amat hitam ! Baru disini saya melihat orang-orang Afrika yang amat sangat hitam. Waktu saya memandang mereka, saya bayangkan seperti itulah Bilal. Maaf, “jelek” di mata manusia. Tapi, kata ustadz saya…bayangkan bagaimana kemuliaan Bilal. Ia yang rasul pilih untuk mengumandangkan adzan. Ia naik ke aats ka’bah saat futuh Mekkah,  mengumandangkan seruan adzan. Dan suara terompahnya di syurga, sudah terdengar saat ia masih hidup. Budak yang amat hitam dan jelek itu, dijamin masuk syurga !!!!

Ada lagi kisah Uwais al Qorni. Seorang pemuda dari Yaman. Jelek, miskin, berpenyakit kusta. Tapi Rasul berpesan pada Abu Bakar dan Umar Bin Khatab, untuk meminta syafaat pada Uwais Al Qorni. Kenapa? Karena dia, pemuda jelek dan miskin itu, menggendong ibunya yang buta dan lumpuh, dari Yaman ke Masjidil Haram untuk berhaji. Pemuda itu jelek dan berpenyakit kusta. Tak ada yang mengenal dia di bumi ini. Tapi ia sangat terkenal di langit, di kalangan malaikat.

Apa yang ada di lingkungan kita saat ini, seringkali sebaliknya. Seseorang justru dinilai kemuliaannya karena tampilan fisiknya, karena status sosialnya, karena keterkenalannya. Selebritis mencari berbagai cara, termasuk cara-cara yang buruk agar terkenal. Laki-laki dan wanita berupaya segala macam cara agar aksesoris yang dipakainya bisa “eye cathing”, banyak yang menilai bahwa orang-orang yang sering tampil di TV, orang-orang yang menduduki jabatan tinggi, entah itu dalam organisasi umum atau keagamaan, sebagai orang yang dijamin mulia.

Padahal, belajar dari ka’bah yang sederhana, menurut saya…harusnya kita belajar untuk tak melihat hal-hal yang sifatnya “fisik” dan “material” dalam menilai dan menghormati orang lain. Mungkin, “ustadz kampung” yang lugu, tausyiahnya bisa lebih menggetarkan dibanding ustadz-ustadz berbaju “matching” yang kegiatannya dikelola manajemen tersendiri. Mungkin, wanita-wanita yang berpakaian sederhana lebih baik dijadikan istri dibanding wanita-wanita supermodis yang perhatian utamanya pada tampilan fisik. Mungkin, laki-laki yang halaman fesbuknya sepi-sepi  aja, prestasi dan amalannya jauh lebih banyak dibanding yang suka pamer-pamerin kehebatannya di page fesbuknya…

Dan yang lebih penting adalah, ka’bah yang sederhana mengajarkan kita untuk tak mencurahkan perhatian kita guna membentuk “citra diri” yang lebih wokeh dihadapan manusia, dengan tampilan fisik dan material. Ka’bah yang sederhana mengajarkan kita bahwa, penilaian visual di mata manusia gak penting.

DSC_0078Yang penting adalah hakikat. Ka’bah adalah simbol tauhid.Walaupun sederhana; ia dirindukan, diagungkan dan dimuliakan. Begitulah seharusnya juga kita.

32. WasWas, (+) dan (-) nya.

Sabtu, 14 Dzulhijah 1434

Alhamdulillah, hari ini kami sudah menyelesaikan thawaf ifadah dan sai. Artinya, seluruh rukun haji sudah kami selesaikan. Rasa lega pastinya adalah perasaan yang kami rasakan. Untuk sebagian jamaah, mungkin lega karena gelar “haji”/”hajjah” kini telah resmi disandang. Buat sebagian jamaah  yang lain terutama pasangan muda, mungkin kelegaan itu dikarenakan kini satu larangan yang menyebabkan harus membayar dam seekor unta dan hajinya batal, kini telah hilang; yaitu larangan untuk berhubungan suami-istri. Kelompok jamaah ketiga, merasakan kelegaan karena sudah menyempurnakan ikhtiar melaksanakan seluruh rukun dalam ibadah haji ini. Menurut saya, alasan ini yang paling tepat.

Tapi, dibalik kelegaan-kelegaan  itu, terselip pula rasa was-was. Rasa khawatir. Takut kalau rukun yang terakhir ini tidak terlaksana dengan sempurna. Maklum, yang namanya rukun, kalau tak dipenuhi dengan benar akan berakibat tidak syahnya haji yang kami lakukan. Kecemasan itu membuat pak ustadz pembimbing kami kebajiran beragam pertanyaan.

Jujur, rasa cemas itu saya rasakan pula. Intensitasnya begitu tinggi. Meskipun mas mengingatkan saya untuk menyeimbangkan Roja dengan Khauf, namun hanya sedikiiiit mengurangi kecemasan saya. Seperti beberapa teman yang lain, saya merasa lebih tenang setelah mengulang sa’i saya, karena saya merasa ada aturan sa’i yang kurang sempurna saya penuhi sebelumnya.

Ya, dalam psikologi, was-was ini namanya cemas. Rasa cemas ini muncul sebagai akibat “insecure”; perasaan  tidak aman. Memang kita harus berlindung dari rasa was-was yang berlebihan. Karena bisa merusak ibadah dan merusak husnudzhan kita pada Allah. Misalnya, kita was-was apakah wudhu kita sempurna atau tidak, niat kita saat sholat benar atau tidak, sehingga mengulang-ulang wudhu atau mengulang-ulang takbiratul ihram. Ini adalah simptom obsesive compulsice disorder.

Saya menghayati, tingginya intensitas kecemasan saat melaksanakan rukun-rukun haji disebabkan oleh perasaan bahwa haji ini, adalah ibadah “sekali seumur hidup”. Kalau sholat, puasa, rasanya kalau tak sempurna bisa kita “perbaiki” dengan sholat atau puasa selanjutnya. Tapi haji? Tak mudah dan belum tentu bisa mengulang jika aturan ritualnya tak terpenuhi dengan sempurna sehingga hajinya tidak sah.

Jadi, dalam kadar yang pas, was-was ini harus kita miliki. Kalau tidak, kita bisa jadi “psikopat” dalam beribadah. Cuek, berpegang pada alasan “Allah kan maha tahu”. Padahal, seperti yang diungkap pak Quraish Shihab, dalam beribadah itu ada tujuan dan esensi, juga ada “aturan protokoler” yang tak boleh diabaikan dan harus disempurnakan.

Ya Allah semoga engkau menerima haji kami, mengampuni dosa-dosa kami, menyempurnakan segala kekurangan yang kami lakukan. Allahummaj’alhu hajjan mabruro wasakyan masykuro wadhzambam maghfuro waa tijarotan lan tabuur…

Previous Older Entries