19. Logika Taubat dan Sholat

Berhaji memang bener-bener honimun spiritual buat saya. Tiap hari mengikuti kegiatan-kegiatan  yang menyiram qolbu…selain kegiatan ke masjid, ada juga pengajian internal rombongan kami.

Buat saya yang sok sibuk dan selalu punya alasan ini itu untuk ngaji, banyak sekali ilmu “baru” yang “menggerakkan”.

Salah satunya yang sangat berkesan adalah materi tentang “taubat”. Mungkin karena ustadz yang menyampaikan pada kami memang dikenal memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan karisma yang kuat, sehingga apa yang beliau sampaikan begitu mengesankan dan berbekas.

Menurut beliau, kunci mengatasi persoalan hidup adalah, taubat. Beliau mengibaratkan dosa-dosa yang kita lakukan selama ini bagai noda yang menutupi kaca spion. Betapa kerasnya pun kita mencari jalan, kalau kacanya kotor maka jalan keluar yg “clear” tak akan kita dapatkan. Jadi, yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah membersihkan kacanya. Baru cari jalan. “Membersihkan kaca” adalah bertaubat.

Lalu beliau mengemukakan dua contoh, yaitu Nabi Adam dan Nabi Nuh.

Nabi Adam, saat ia menghadapi “masalah” yaitu diambil kenikmatan syurgawinya dan dipisahkan dgn istri tercintanya yaitu Hawa, yang ia mintakan bukanlah agar dipertemukan dengan Hawa atau minta dikembalikan ke syurga. Yang beliau lakukan adalah…bertaubat …. “ Robbana dholamna anfusana wailam tagfirlana watarhamana lana kunnana minal khosirin “ …….Ya Allah , kami telah mendholimi pada diri kami sendiri, jika tidak engkau ampuni kami dan merahmati kami tentulah kami menjadi orang yang rugi.

Nabi Nuh, saat menghadapi masalah yang amat besar yaitu ditelan ikan paus, beliau berdoa. Beliau bukan berdoa untuk diselamatkan atau minta dikeluarkan dari perut ikan paus. Doa yang beliau panjatkan adalah…taubat .  “ Lailaha illa anta subhanaka inni kuntum minadh dholimin “ (al anbiya;87) ….Tidak ada Tuhan Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau sesungguhnya aku orang yang dholim.  Dan dengan taubat itulah Allah memberikan pertolongan.

Dengan berbekal tobat inilah, maka jalan keluar akan lebih mudah kita dapatkan.

Seorang ustadz yang lain menjelaskan makna ayat “ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, “ Al Baqarah : 45.  Menurut beliau, setiap persoalan sudah ada solusinya dalam bentuk sholat. Bingung memilih? Sholat istikhoroh. Minta hujan? Sholat istisqo. Minta rizki? sholat dhuha.  Dll…dll…

Jadi, kalau di psikologi pemecahan masalah itu ada 2 cara; yaitu emotion focused-coping (pemecahan masalah dengan mengubah perasaan kita) dan problem focused coping (pemecahan masalah dengan mengubah situasinya); maka kalau dikombinasikan dengan taubat dan sholat tadi, upaya problem solving yang dua  itu harus diawali dengan taubat dan sholat. Wah…pendekatan ini harus dikenalkan pada klien nih hehe…

Kalau yang saya baca dari Tafsir nya pak Quraish Shihab, pertolongan Allah itu ada 2 : Nasrullah dan Inayatullah.

Nasrullah itu adalah pertolongan Allah, yang diturunkan melalui “sunnatullah”Nya, diberikan pada orang-orang yang mengikuti “sistem”nya. Pertolongan ini kali ya, yang akan Allah turunkan saat kita berupaya melakukan problem solving secara psikologis.

Sedangkan Inayatullah, adalah pertolongan Allah yang Allah turunkan tanpa melalui hukum sebab-akibat. Ini mungkin yang dimaksud pak Aam Amiruddin, dalam salah satu pengajiannya: “kalau Allah sudah menolong, pertolonganNya bisa datang dalam bentuk apapun, dari arah manapun, pokoknya logika gak bisa ngikutin”.

Nah, Inayatullah ini tampaknya bisa kita dapatkan nelalui tobat dan sholat…..Saya merasa “tertohok” sekali dengan ilmu ini. Sering sekali saya “melupakan” faktor Inayatullah dan hanya bersandar sepenuhnya terhadap usaha manusiawi saya mendapatkan Nasrullah. Kalau berdoa, jaraaaaang banget bertaubat. Kalaupun ber-istighfar ria, cuman di mulut aja. Tak disertai penghayatan. Langsung aja minta ini minta itu.

Bener juga kata Pak Ustadz tadi. Kalau hati kita masih kotor, mau tobat rasanya “mati gaya” kita merasa “gak punya salah”. Tapi lakukan terus aja…Nanti, kalau udah terbiasa, “keterampilan bertobat” kita akan lebih baik. Kita akan menjadi lebih peka. Tak hanya bisa menghayati dan men-tobati dosa besar, tapi juga dosa yang keciiiiil, yang haluuuus…..

Ya Allah karuniai kami kemampuan untuk bertaubat.