Menunggu antrian mandi, Mina- 12 dzulhizah, Bada syuruq
Subuh ini, tausyiah yang diberikan dua ustadz kami adalah mengenai “menyikapi perbedaan”. Hal ini sebaga respons terhadap situasi aktual yang terjadi.
Begini…. Hari ini, seluruh KBIH di kloter kami melaksanakan nafar awal. Artinya, mereka melempar jumroh sampai hari ini saja. Berarti melempar 49 batu. Setelah itu mereka pulang ke Mekah.
Secara fiqih, memang ada dua alternatif lama waktu melempar jumroh. Ada yang disebut nafar awal yaitu melempar jumroh tanggal 10,11 dan 12 Dzulhijah. Jadi total 49 batu. Sedangkan nafar tsani, adalah melempar jumroh tgl 10,11,12 dan 13. Total 70 batu yang dilempar. Kedua cara ini dalilnya adalah QS Albaqoroh ayat 203. Artinya: “Dan barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertaqwa (yang memiliki nafar awal atau tsani karena taqwa bukan dengan alasan lain)”.
Keputusan ber-nafar awal atau ber-nafar tsani, biasanya diputuskan oleh masing-masing KBIHnya. Seperti barusan, saya mengobrol dengan seorang ibu sepuh dari kloter lain. Katanya 2 hari kemarin, sehabis melempar jumroh beliau pingsan. Tapi KBIHnya memutuskan untuk ber-nafar tsani.
Sedangkan KBIH kami, memberikan beragam pilihan. Yang nafar awal boleh, salah satu ustadz akan mendampingi yang nafar awal. Sedangkan yang nafar tsani pun difasilitasi, dengan adanya ustadz yang juga mendampingi. Kondisi fisik menjadi salah satu hal yang menjadi pertimbangan.
Namun memang obrolan tingkat ibu-ibu sambil menunggu giliran antri mandi cukup memanas. Ada kelompok mazhab nafar awal yang membid’ahkab kelompok yang bernafar tsani.
Akhirnya, tausyiah bada Subuh sambil menunggu waktu Syuruq tadi adalah tentang menyikapi perbedaan. Memang “satu dalam perbedaan” adalah tema yang “diusung” sejak awal manasik di KBIH kami. Dan tema ini terus direinforce, diingatkan terus setiap pertemuan kami. Khususnya saat ada tema aktual hari ini. Dan tidak hanya dengan kata-kata, satu dalam perbedaan ini pun dicontohkan langsung oleh ustadz-ustadz kami. Dua ustad pembimbing kami, yang satu ber-qunut saat sholat shubuh, yang satu tidak berqunut. “Warna” amalan-amalan nya pun berbeda. Demikian pula, setiap pilihan jamaah yang berbeda akan difasilitas, setelah dijelaskan landasan dalilnya.
Yups, seperti masalah nafar awal dan nafar tsani ini, QS Albaqoroh 203 menjelaskan, tidak ada dosa antara keduanya, dengan syarat: keduanya bertakwa ! Tapi kalau merasa benar, menyalahkan orang lain, debat kusir, maka mau nafar awal mau nafar tsani, tak ada pahala sedikit pun….
Ustadz kami menjelaskan, bahkan pada zaman Rasulullah pun, saat Rasulullah masih hidup pun terjadi perbedaan penafsiran ini. Contoh nyatanya adalah saat Abu Bakar dan Umar berbeda dalam memaknai shalat witir. Abu Bakar berpendapat dan mengamalkan witir sebelum tidur, sedangkan Umar berpendapat dan mengamalkan witir setelah tidur. Ketika mereka berdua menghadap Rasulullah, Rasulullah mengatakan keduanya benar.
Yups, yang membedakan penafsiran adalah kepribadiannya. Abu Bakar adalah seorang yang berhati-hati, sedangkan Umar adalah seorang “risk taker“. Ah, saya sukaaaa banget dengan pembahasan mengenai kepribadian ini. Buat saya yang bergelut di bidang kepribadian, saya meyakini kebenaran hal ini. It make sense!!!! Dan Rasulullah itu, tau betul kondisi psikologis kepribadian sahabat-sahabatnya. Misalnya… Meskipun Khalid Bin Walid dan Umar Bin Khatab sama-sama seorang yang pemberani, namun Khalid yang ditunjuk sebagai panglima perang dan Umar yang ditunjuk sebagai gubernur. Lalu dalam biografi Umar Bin Khatab, dijelaskan bahwa suatu saat, Rasul akan mengirim seorang negosiator dengan pihak non muslim. Pemilihan dilakukan bada sholat. Nah, saat itu Umar menjulur2kan kepalanya agar ia terlihat dan ingin “terpilih” oleh Rasul. Tapi Rasulullah tau betul bahwa Umar bukanlah seorang yang tepat untuk menjadi seorang negosiator.
Ah, contoh peristiwa-peristiwa ini, membuat saya selalu bangga menjadi seorang muslimah. Karena menjadi seorang muslimah, kita bisa tetap berada di jalan yang benar tanpa mengkerdilkan atau menghilangkan jati diri, cara pikir, perasaan dan pilihan pribadi kita…
Recent Comments