33. Ka’bah Yang Sederhana

Ali Syariati sudah mengungkapkan dalam bukunya “Makna Haji” bahwa ka’bah itu “hanyalah” sebuah bangunan persegi dan kosong. Di dalam ka’bah tidak ada keahlian arsitektural, keindahan, seni, prasasti ataupun kualitas yang dapat kita saksikan…..

Tapi dasar saya bloon. Saya tak menghayatinya. Saya lebih percaya pada gambar-gambar yang saya lihat, yang menunjukkan betapa ka’bah adalah bangunan yang “megah”. Saya baru percaya apa yang diungkapkan Ali Syariati setelah saya melihat ka’bah langsung.

Ya, saya setuju dengan penilaian beliau, bahwa ka’bah secara fisik memanglah bangunan yang sederhana. Dan dari situ saya menghayati satu hal….bahwa dalam islam, memang “penampakan fisik” bukanlah menjadi hal yang penting.

Bagaimana penampakan Bilal? Ia adalah seorang budak yang amat hitam ! Baru disini saya melihat orang-orang Afrika yang amat sangat hitam. Waktu saya memandang mereka, saya bayangkan seperti itulah Bilal. Maaf, “jelek” di mata manusia. Tapi, kata ustadz saya…bayangkan bagaimana kemuliaan Bilal. Ia yang rasul pilih untuk mengumandangkan adzan. Ia naik ke aats ka’bah saat futuh Mekkah,  mengumandangkan seruan adzan. Dan suara terompahnya di syurga, sudah terdengar saat ia masih hidup. Budak yang amat hitam dan jelek itu, dijamin masuk syurga !!!!

Ada lagi kisah Uwais al Qorni. Seorang pemuda dari Yaman. Jelek, miskin, berpenyakit kusta. Tapi Rasul berpesan pada Abu Bakar dan Umar Bin Khatab, untuk meminta syafaat pada Uwais Al Qorni. Kenapa? Karena dia, pemuda jelek dan miskin itu, menggendong ibunya yang buta dan lumpuh, dari Yaman ke Masjidil Haram untuk berhaji. Pemuda itu jelek dan berpenyakit kusta. Tak ada yang mengenal dia di bumi ini. Tapi ia sangat terkenal di langit, di kalangan malaikat.

Apa yang ada di lingkungan kita saat ini, seringkali sebaliknya. Seseorang justru dinilai kemuliaannya karena tampilan fisiknya, karena status sosialnya, karena keterkenalannya. Selebritis mencari berbagai cara, termasuk cara-cara yang buruk agar terkenal. Laki-laki dan wanita berupaya segala macam cara agar aksesoris yang dipakainya bisa “eye cathing”, banyak yang menilai bahwa orang-orang yang sering tampil di TV, orang-orang yang menduduki jabatan tinggi, entah itu dalam organisasi umum atau keagamaan, sebagai orang yang dijamin mulia.

Padahal, belajar dari ka’bah yang sederhana, menurut saya…harusnya kita belajar untuk tak melihat hal-hal yang sifatnya “fisik” dan “material” dalam menilai dan menghormati orang lain. Mungkin, “ustadz kampung” yang lugu, tausyiahnya bisa lebih menggetarkan dibanding ustadz-ustadz berbaju “matching” yang kegiatannya dikelola manajemen tersendiri. Mungkin, wanita-wanita yang berpakaian sederhana lebih baik dijadikan istri dibanding wanita-wanita supermodis yang perhatian utamanya pada tampilan fisik. Mungkin, laki-laki yang halaman fesbuknya sepi-sepi  aja, prestasi dan amalannya jauh lebih banyak dibanding yang suka pamer-pamerin kehebatannya di page fesbuknya…

Dan yang lebih penting adalah, ka’bah yang sederhana mengajarkan kita untuk tak mencurahkan perhatian kita guna membentuk “citra diri” yang lebih wokeh dihadapan manusia, dengan tampilan fisik dan material. Ka’bah yang sederhana mengajarkan kita bahwa, penilaian visual di mata manusia gak penting.

DSC_0078Yang penting adalah hakikat. Ka’bah adalah simbol tauhid.Walaupun sederhana; ia dirindukan, diagungkan dan dimuliakan. Begitulah seharusnya juga kita.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: