36. Bijak Ber-barokah Ria

kamar barokah40 hari bukan waktu yang sebentar. Sebagai manusia wajar kalau dalam jangka waktu tersebut ada kebutuhan seksual yang harus disalurkan. Tentunya bagi pasangan suami istri.

Dan karena islam adalah agama yang adil, maka hal tersebut sangat difahami. Larangan ihrom untuk tidak berhubungan seksual pada suami istri hanya berlaku saat ihrom umroh dan saat berhaji. Itu hanya kurang lebih 10 hari. Diluar waktu itu, monggo…bebas bas bas….

Tak seperti peserta ONH plus yang bias pesan kamar berdua, kami peserta haji reguler harus berbagi kamar. Perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki. Satu kamar 4 sampai 6 orang. Maka, sejak manasik kami sudah mengenal istilah “kamar barokah”. Kamar barokah adalah kamar yang bisa khusus dipesan untuk melakukan hubungan seksual suami istri. Pernah kita iseng survey dan tanya, tarifnya 200 real, sekitar 600-700 ribu 2 jam booking. Itupun tak akan tersedia kalau mendekati sebelum dan setelah pelaksanaan haji.

Nah, mengingat uang segitu cukup besar (dan kalaupun bapak-bapak bersedia bayar, ibu-ibunya yang sangat ekonomis biasanya akan minta mentahnya, dan mengupayakan kamar yang gratis haha….eta mah saya deng 😉 kalau pembicaraan antar ibu-ibu : “wah, 200 real bisa beli sajadah sejumlah ini, kalau dibeliin kerudung bisa dapet sejumlah ini, apalagi kalau dibeliin abaya, bisa dapet yang keren banget…haha…”

Jadi memang sudah dipahami bersama bahwa dimungkinkan ada pembagian kamar bersama tersebut untuk dijadikan kamar barokah gratis…

Meskipun hal tersebut halal dan baik, tapi ternyata butuh ke “bijak” an dalam pelaksanaannya. Benarrr…hubungan seksual suami istri adalah hak yang bersangkutan. Tapi…..inga..inga…ada hak orang lain atas kamar tersebut. Jadi….pembagian harus dilakukan seadil mungkin. Harus disepakati semua pihak penghuni kamar, dipastikan semua ridho, terutama kalau di kamarnya ada yang single…yang gak sama suami/istri.

Pemilihan waktunya juga harus pas. Jangan siang-siang pas orang lain mau istirahat, atau pas orang lain mau nyuci… Sekali lagi…benar, hubungan seksual suami istri bernilai ibadah. Tapi menghargai orang lain juga ibadah. Haduuuuh…jangan sampe silaturahim dengan teman sekamar jadi retak gara-gara kebutuhan yang tak terkendali. Kalau kebutuhannya “istimewa”, misalnya harus sering, maka … “no gain without pain’…harus mau kluar uang dung buat sewa kamar barokah….atau, ada cara lain….yaitu “mengakali” waktu-waktu dimana teman-teman sekamar sedang tidak ada. Misalnya saat yang lain sudah pergi ke Masjidil  Harom, pasangan bisa “mencuri waktu” dulu…atau “strategi” yang lain.  Yang penting, jangan merugikan orang lain … 😉

35. Bapak yang ditinggal wafat istrinya

Saat kami baru saja tiba di lobi hotel maktab kami dari bandara Jeddah, ada pemandangan yang membuat kami tersentak. Sebuah kasur dorong berisi jenazah keluar dari lift. Petugas medis mengiringi jenazah yang tertutup kain tersebut. Dibelakangnya, seorang bapak menangis tersedu-sedu. Haduh, kalau saya bayangin itu, gak tahan pengen nangis lagi. Buat kami yang baru menginjakkan kaki di tanah suci, peristiwa itu begitu membangkitkan emosi. Cemas. Takut.

Beberapa hari kemudian, kami se-lift dengan bapak tersebut. Bapak tersebut ternyata dari medan. Mas mengucapkan belasungkawa pada bapak tersebut. Lalu bapak itu cerita, kurang lebih begini: “ya, tadinya saya sedih…tapi setelah saya ikut memandikan, lalu saya temanin dia disholatkan di masjidil haram, disholatkan oleh ribuan orang, didoakan oleh imam masjidil haram, saya jadi berpikir kalau dia jauh lebih beruntung dibanding saya. Saya, tidak tahu kapan dan dimana saya akan meninggal, dalam keadaan apa. Memang perasaan masih sedih. Tapi mengingat kemuliaan itu, membuat saya terhibur”.

Ya..ya…ya… Dulu, setiap kami mendengar berita ada yang wafat saat berhaji sebelum hari wukuf, yang artinya ia belum jadi “haji” saya suka bilang “kasian ya…”. Tapi sekarang pandangan saya berubah. Mereka-mereka, telah melakukan upaya untuk berhaji. Menyiapkan fisik, materi, psikologis, ruhiyah, tak ada ruginya wafat disini, Allah sudah mencatat niatnya.

Setiap kali bada sholat wajib kami melakukan sholat jenazah, setelah takbir ketiga kami membaca doa untuk jenazah : allahummaghfirlahu, ha warhamhu, ha waafihi wa’fuanhu. Waktu saya tau bahwa doa itu artinya Ya Allah, ampunilah dosanya, berilah rahmatMu ke atasnya, sejahtera dan maafkanlah Ia”  Ya ampuuuun…. Betapa bahagianya yang wafat disana….jutaan orang, orang-orang  sholeh dari seluruh penjuru dunia, para hafidz imam masjidil harom, memohonkan doa pada Allah untuk mereka ……Betapa beruntungnya mereka ….

Setiap kali saya kembali bertemu bapak itu; saat ia membeli makan sendiri, ke mesjid sendiri, menjemur baju sendiri…meski secara manusiawi merasa iba, namun saya melihat…ia tak sedih…ya, ia beruntung. Istrinya beruntung.