Jujur saja, setiap kali saya bersa’i, saya pasti teler. Mulai putaran ke 3 biasanya langkah saya mulai gontai, harus berhenti-berhenti untuk istirahat. Biasanya saya membasuh kaki saya dengan air zamzam dingin sambil mensugesti diri untuk kuat.
Sampai-sampai di salah satu sa’i saat umroh sunnah, saya minta mas meninggalkan saya, dan kita janjian ketemu di tempat tahallul aja di bukit marwa. Padahal, mas dari pertama udah bilang: “ayo…jangan kalah sama Hajar…!”.
Ya, saya membayangkan sosok ibu agung itu….kalau kini, jarak 400m x 7 itu berlantai, ber-ac sejuk dengan kran-kran air zamzam di sepanjang jalannya, waktu Hajar dulu pastinya berupa padang pasir tandus, panas dan kering. Hanya “the power of love” terhadap puteranya Ismail saja-lah memang yang membuat Hajar tak kenal lelah bolak balik 7 kali antara bukit shafa dan marwah….
Ya….kekuatan cinta ibu memang tak ada bandingannya. Mampu membuat ibu melakukan hal-hal yang tak terbayang dan secara objektif amat berat dilakukan orang lain. Saya jadi ingat klien-klien saya. Ibu-ibu hebat yang mendapat ujian lewat anak-anaknya. Saya ingat seorang ibu dari anak tuna rungu yang bersekolah di sekolah biasa, lalu ortu lainnya membuat petisi untuk mengeluarkan anak itu, karena khawatir anak itu “mengganggu anak yang normal”. Ibu itu sampai izin kerja 2 minggu, setiap hari mengobservasi dan mencatat perilaku anaknya di kelas, untuk menunjukkan bukti bahwa anaknya tak memberi dampak buruk bagi yang lain. Saya juga ingat ibu-ibu yang tak kenal lelah mengajak anaknya terapi. Ada seorang ibu dulu yang datang ke tempat terapi basah kuyup karena dia naik ojek dari buahbatu ke dago. Saya juga ingat ibu yang harus bolak-balik mengurus surat miskin agar anaknya bisa diperiksa secara psikologis, untuk membuktikan bahwa anaknya tak harus masuk SLB.
Ya, kekuatan cinta ksih ibu, dalam bentuk apapun, memang tak ada tandingannya….
Recent Comments