Dari keempat anak saya, dua yang laki-laki sangat menonjol suka sama media elektronik. Umar, si “nyaris”8 tahun….sejak kecil sampai sekarang, kalau gak dibatasi bisa 24 jam mantengin laptop dan sekarang ipad. Azzam, si “nyaris” 2 tahun pun demikian. Di usianya saat ini, dia sudah lihai mulai dari nyalain, mencari dan memainkan game-game di ipad. Dia juga punya link-link favorit di yutub. Sedangkan Azka si 9,5 tahun dan Hana si 4,5 tahun, gak begitu “attach” sama laptop dan ipad. Itulah sebabnya, paket cd-cd pelajaran dan soal, ternyata hanya cocok buat Umar. Azka lebih seneng baca dan ngerjain di buku.
Karena saya termasuk orangtua yang merasa bahwa media elektronik itu punya manfaat dan tidak harus di”steril”kan dari anak-anak, maka saya tetap membolehkan anak-anak mengaksesnya. Hana boleh nonton TV, Azka punya hape, Umar punya jatah 1 jam main game setiap hari, demikian juga Azzam. Terutama buat Umar, semoga hak main game 1 jam ini seimbang dengan kewajiban sholat di masjid minimal 2 waktu….Sejauh ini, “kewajiban”nya setiap hari dijalankan dengan penuh kesadaran. Apalagi hak nya haha….
Dalam tulisan ini, saya ingin fokus ke masalah game. Jujur saja, seiring dengar munculnya tablet dan ipad, semakin sering kita lihat di tempat-tempat umum, anak asik main game di tablet atau ipad itu. Selain “dampak negatif”nya, namun saya setuju dengan isi artikel di link http://www.ru.nl/english/research/research_themes/children-parenting/vm/news-children/@926404/video-games-play-may/. Ya, main game juga punya manfaat buat anak.
Issuenya, dalam penggunaan media elektronik apapun bukan “boleh” atau “tidak boleh”. Tapi lebih pada “apa yang diakses” dan “berapa lama” mengaksesnya. Khusus untuk issue pertama yaitu “apa yang diakses”, saya memberi batasan jelas pada Umar yang bisa mendowload sendiri game-game baru gratis di play store, yaitu: dia boleh main game apaaa aja KECUALI game-game yang sifatnya destruktif. Menyerang, membunuh, pukul-pukulan, menghancurkan, dll. Secara berkala, saya suka ngecek game di ipad Umar. Yang highly recommended adalah yang sifatnya mengasah kemampuan problem solving atau strategi kayak bangun gedung lah, bangun jembatan, where is my water, main bola, plus game yang ibu suka seperti plants versus zombie 2 haha…
Kenapa? ya….secara common sense, saya jelaskan sama Umar bahwa kalau kita sering ngeliyat adegan kayak gitu, nanti itu nempel di otak kita. Bisa jadi kalau mas Umar nanti berantem sama temen, tanpa sadar mas Umar mukul temen, karena itu yang ada di otak mas Umar.
Secara “ilmiah”, beberapa bulan lalu dalam mata kuliah psikologi eksperimen, salah seorang mahasiswa saya mempresentasikan satu artikel dari jurnal yang intinya menyatakan bahwa anak yang sering terpapar permainan game yang destruktif, mengalami “dehumanisasi”. “Dehumanisasi” adalah istilah ynag digunakan untuk menunjukkan penurunan “kualitas kemanusiaan”, diukur dari tingkat kepedulian dan empati pada orang lain. (Duh, saya sebenarnya pengen ngutip secara lebih akurat artikel jurnal itu…tapi filenya belom ketemu uy….).
Ya…ya…ya… penelitian itu menjawab kegelisahan saya, yang suka galau banget kalau liat anak-anak main game pukul-pukulan, trus ketika berhasil mukul lawannya, atau ngancurin lawannya, terlihat begitu senang dan puas….Saya juga pernah ya, ketemu anak 6 tahun yang gambarnya teh orang lagi nusuk orang lain pake pedang, trus kepalanya buntung….dengan darah berceceran. Lalu si anak itu menceritakan dengan mata berbinar betapa ia puas memenggal kepala orang di gambarnya itu. Haduuuh….walaupun itu “hanya” sebuah gambar dan cerita, kenapa memori itu yang nempel di otak anak???
Tapi yang lebih memiriskan lagih, kalau game-game destruktif itu dimainkan oleh orang dewasa atau bapak-bapak !!!! ada gitu? ada sodara-sodara !!!
Itulah sebabnya subuh tadi, ketika mas Umar dan si abah menunjukkan satu game baru yang katanya seru banget daaaan….ternyata ada adegan pukul-pukulan antara si monyet yang jadi pemeran utama game itu, maka ibu langsung MEMERINTAHKAN mas Umar untuk menghapus game tersebut …
Semoga istri-istri yang suaminya kecanduan main game destruktif juga cukup punya power untuk “memerintahkan” para suaminya berhenti dan menghapus game-game destruktif itu…. karena kalau dibiarkan, bisa jadi permainan itu “dipraktekkan” pada anak dan istrinya, tanpa merasa “bersalah”.
Recent Comments