Dulu, saya tahunya cuman, bahwa di hari akhir nanti, kita akan terbagi menjadi dua golongan : golongan kiri dan golongan kanan. Golongan kiri adalah golongan orang-orang yang menghabiskan waktunya di dunia dengan keburukan, atau lebih banyak keburukan daripada kebaikan. Mereka akan mendapatkan buah perilakunya berupa kesakitan yang abadi di akhirat nanti. Golongan kanan adalah golongan orang-orang yang menghabiskan waktunya di dunia dengan kebaikan. Mereka akan mendapatkan “reward” berupa kesenangan yang abadi di akhirat nanti.
Pastinya, seluruh orang di dunia ini menginginkan dirinya termasuk ke golongan kanan kelak.
Sampai dalam sebuah kesempatan saya membaca surat Al-Waqiah, surat ke 56, dan tafsirnya (Tafsir Al Lubab, Karya Quraish Shihab). Surat yang artinya Peristiwa Dahsyat (Kiamat) ini di ayat ketujuh mengatakan bahwa : manusia akan terbagi menjadi tiga golongan. Ayat ke-8 menyebut golongan kanan dengan kalimat: “alangkah mulianya golongan kanan itu”. Sedangkan ayat selanjutnya menyebut golongan kiri dengan kalimat: “alangkah sengsaranya golongan kiri itu”. Ayat ke-10 menggambarkan golongan ke-3: “golongan ketiga adalah as-sabiqun, yaitu orang-orang yang mendahului sejawat mereka yang mukmin, dalam segala bidang kebajikan”
Pak Quraish Shihab menyebut golongan ketiga ini sebagai kelompok “elit”, saya menamai kelompok ketiga ini sebagai kelompok “VIP”
Apa sih gunanya mengetahui hal ini? Rasanya ini hanya “teori” saja.Bukan informasi yang “luar biasa”.
Menurut saya, informasi ini cukup “menggerakkan”. Kenapa? ini terkait dengan “standar” yang akan kita tetapkan untuk diri kita. Apa maksudnya standar? Standar adalah acuan. Dalam hal ini, acuan dalam melakukan kebaikan.
Menurut penghayatan saya, seharusnya kita tak main-main dengan “standar” ini. Standar yang kita set dalam pikiran dan hati kita, akan menentukan bagaimana kita berperilaku. Setiap kita, tanpa kita sadari selalu “starting from the end”. “The end” itulah standar yang kita tetapkan. Kalau standar yang kita tetapkan rendah, maka perilaku kita akan seperti itu. Berbeda kalau kita tetapkan standar tinggi, maka perilaku kita pun akan berbeda.
Dalam statistika, ada namanya “norma kelompok” atau “norm referenced” dimana kita menjadikan perilaku kelompok dimana kita berada, sebagai acuan untuk menilai posisi kita. Misalnya, kalau teman-teman kita adalah orang-orang yang tak pernah sholat, maka kita yang sholat dhuhur dilakukan menjelang ashar dan ashar menjelang maghrib, tetap merasa “baik”. Kalau kita berada diantara orang-orang yang biasa korupsi, maka sekali-kali korupsi membuat kita tetap merasa “sholeh”. Kalau orang-orang yang kita kenal menghabiskan menonton TV 10 jam, maka kita yang “hanya” 5 jam menjadi terasa benar. Sebaliknya, walaupun kita selalu berusaha sholat tepat waktu, kalau sekeliling kita adalah orang-orang yang tak luput sholat sunnah, kita akan merasa “belum baik”. Kita yang menolong jika diminta, akan merasa “bukan apa-apa” jika teman-teman kita termasuk orang yang “menolong tanpa diminta”.
Standar yang kedua, adalah “criterion referenced”, yaitu standar berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Dalam berperilaku, tentunya kriteria yang ditetapkan Allah. Nah, apa yang diungkap di surat Al Waqiah ini, berfungsi sebagai “criterion referenced”. Akan beda perilaku kita ketika mengetahui bahwa nilai tertinggi yang bisa kita capai adalah 100, dengan jika mengetahui bahwa nilai tertingginya hanya 80. Penilaian terhadap “posisi” kita akan berbeda.
Jadi, ternyata tak cukup kita hanya menjadi “baik”. Namun kita harus mencapai yang lebih tinggi, yaitu yang “mendahului” dalam kebaikan. Kita harus berlomba ! menjadi yang terdahulu, menjadi yang mencapai standar terbaik!. Memberi maaf orang yang bersalah pada kita adalah baik. Tapi ada standar yang lebih tinggi ! memberi maaf orang yang tak meminta maaf kepada kita. Memberi bantuan itu baik, tapi menawarkan bantuan sebelum orang lain meminta, itu yang dimaksud “as-sabiquun”, yaitu kelompok elite/VIP ! Bershadaqah saat kita lapang, itu biasa. Bershadaqah saat kita sempit, itu baik. Bersadaqah saat kita butuh , itu baru VIP…..
Saya jadi paham “perilaku” Rasul dan para sahabat yang sebelum ini, tak begitu terhayati. Saya jadi menghayati kenapa Rasul dan para sahabat menahan lapar yang sangat, dan malah memberikan sedikit makanan yang mereka punya untuk orang lain. Saya bisa menghayati kenapa Rasul dan para sahabat membalas perilaku orang-orang yang melakukan keburukan pada mereka dengan kebaikan….Saya paham sekarang…it make sense….Dan saya menjadi lebih bisa menjelaskannya pada anak-anak.
Menurut saya, surat ini memberikan kita LEVEL ASPIRASI yang amat memotivasi. Dan ini yang perlu kita tanamkan pada diri kita, pada diri anak-anak kita. Anak-anak kita, harus hidup dengan value ini. Mereka harus menjalani hidup dengan level aspirasi yang tinggi dalam hal berbuat kebaikan.
Mmmmhhhh….ternyata saya kekurangan kata-kata untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ingin saya ungkapkan. Saya hanya ingin tidak lupa, untuk selalu mencari standar kebaikan tertinggi yang bisa kita capai. Baik standar yang ada di luar diri kita, maupun standar yang kita tetapkan dalam diri kita.
Robbana laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaitana wa hablanaa milladunka rohmah, innaka antal wahab.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk,
dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-MU, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.
Oct 05, 2016 @ 07:01:19
Jazakallah, saya sangat terinspirasi, masukkan yang sangat bermanfaat.