Hot Issue : Test Kematangan Masuk SD (Part Three)

cccccccccccccTulisan ketiga ini akan mencoba menjawab pertanyaan : Apa aja sih, yang “diukur” dalam pemeriksaan kematangan masuk SD?

Pada umumnya, minimal ada 3 hal yang diukur: (1) Potensi kecerdasan; (2) Profil kemampuan dasar belajar; (3) Aspek perilaku belajar.

(1) Potensi kecerdasan

Hal ini diukur untuk mengetahui potensi anak dalam menangkap dan memahami materi pembelajaran maupun memahami lingkungan nantinya. Populer dengan istilah “Test IQ” . Perlu teman-teman ketahui, bahwa ada beberapa alat ukur kecerdasan untuk anak. Beragam alat ukur ini berbeda-beda karakteristik, prosedur pemeriksaan dan hasilnya. Psikolog akan memilih alat ukur mana yang paling pas sesuai dengan kebutuhan, baik dalam proses maupun hasilnya. Intinya, psikolog akan memilih alat ukur yang efektif dan efisien. Biasanya, alat ukur yang digunakan dalam pemeriksaan kematangan masuk SD tidak mengeluarkan angka IQ tertentu, namun memberikan informasi bagaimana taraf potensi kecerdasan anak dibandingkan anak seusianya. Jika hasilnya diatas rata-rata, artinya anak potensial untuk menangkap dan memahami informasi lebih cepat dan lebih baik dibandingkan anak seusianya, dst. Saya ingin menekankan kata POTENSIAL. Kenapa? karena aktualisasi hasil belajar anak nantinya merupakan resultan dari faktor potensi dan perilaku belajar anak.

(2) Kemampuan dasar belajar anak

Jadi, yang diukur sama sekali bukan kemampuan membaca, menulis berhitung. Namun kemampuan dasar belajar untuk belajar calistung. Kalau kemampuan dasarnya udah okeh, udah matang, udah siap, mau diajarin apa aja gampang….ibarat buat rumah, yang diukur adalah kekuatan fondasinya. Kalau fondasinya sudah siap, mau dibikin rumah model apa aja, berapa tingkat pun, tak akan goyah.

Perlu saya sampaikan disini bahwa ….semakin saya mempelajari, semakin saya memahami dan menghayati bahwa….membaca, menulis dan berhitung itu adalah…kemampuan yang amat sangat kompleks ! sama sekali tak mudah ! Itulah sebabnya, dasarnya harus kuat.

Menurut Dechant (1982), inilah “segambreng” keterampilan yang harus dikuasai anak untuk bisa membaca: (1) Keterampilan mendengar dan berbicara, (2) Perkembangan pemahaman konsep, (3) Keterampilam visual-perception, (4) Keterampilan auditory perception, (5) Pengetahuan tentang huruf alphabet, (6) Penguasaan arah dari kiri – kanan, (7) Pengenalan kosa kata.

Beda lagi kemampuan untuk menulis…lalu berhitung….

Makanya suka sediiiiih banget kalau liat guru prasekolah yang maksa anak 4 tahun untuk tulis sambung, ngasih PR baca berlembar-lembar…aduuuuh…..itu teh kayak maksa bayi 6 bulan buat lari…..bullying itu….dzalim….serius….

Salah satu alat ukur yang banyak digunakan di Indonesia untuk mengukur aspek-aspek kemampuan dasar belajar ini namanya adalah NST, singkatan dari Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test. Kalau dari kepanjangannya sih kayaknya bahasa batak ya haha…Penyusunnya adalah Prof. F.J. Monks, Drs. H. Rost, dan Drs. N.H. Coffie. Dari Belanda.

Alat ini mengukur kemampuan anak dalam kemampuan: mengamati perbedaan bentuk; motorik halus; pemahaman konsep dasar matematika seperti besar, jumlah, perbandingan dan urutan; ketajaman pengamatan, daya pikir kritis, kemampuan berkonsentrasi, daya ingat, wawasan dan pemahaman konsep-konsep sosial, kemampuan menangkap inti cerita, dan penghayatan anak mengenai bagian tubuhnya.

Mengapa kemampuan-kemampuan itu yang diukur? karena kemampuan-kemampuan itulah sesungguhnya yang akan jadi fondasi yang dibutuhkan agar anak bisa memenuhi tuntutan akademik di SD, termasuk calistung. Untuk bisa membaca, anak harus bisa membedakan beragam bentuk. Maka, kalau kita frustasi dan anak stress karena diajarin baca ketuker terus huruf b,p, d, q, t, f….coba cek dulu kematangan persepsi membedakan bentuknya…apakah anak sudah mengerti belum arah kiri-kanan….mau berapa ratus kali pun kita mengatakan “b itu, yang gendutnya ke arah kanaaaan…kalau d, yang gendutnya ke kiri”…kalau anak belum menghayati mana bagian tubuhnya yang ada di kanan dan di kiri mah…anak gak akan bisa.

Anak kita sudah bisa baca tapi gak ngerti isi bacaan? cek dulu kemampuan anak menangkap isi cerita. Konon katanya, anak-anak Indonesia itu, dibandingkan dengan anak-anak di negara lain,  juara dalam hal “cepat bisa membaca”. Pan anak-anak umur 4 tahun aja udah pada les baca…..Dan, juara pula dalam hal memahami isi bacaan. Cuman untuk pemahaman terhafap bacaan, juaranya dari belakang…. Apalagi dalam minat baca….

Konsentrasi…menurut pengalaman saya, ini nih yang membuat banyak anak dengan potensi kecerdasan yang okeh, tapi kemampuan belajarnya gak optimal. Secara umum, ada 4 kemampuan memusatkan perhatian yang akan membuat anak mampu menyerap informasi dari lingkungan. Entah itu menyerap materi pelajaran yang diajarkan guru, atau melakukan apa-yang disuruh orangtuanya.

(1) Kemampuan memfokuskan perhatian pada sumber tertentu. (2) Kemampuan memfokuskan perhatian pada sumber tertentu, dalam jangka waktu tertentu. (3) Kemampuan mengubah fokus perhatian dari satu kegiatan ke kegiatan lain. (4) Membagi fokus perhatian pada lebih dari satu kegiatan dalam satu waktu.

Anak usia SD, menurut perkembangannya seharusnya sudah bisa mempertahankan fokus perhatian, dan bisa memfokuskan perhatiannya pada lebih dari satu kegiatan. Misalnya, sambil menulis anak bisa mendengar gurunya memberikan instruksi.

Hal yang terkait dengan kemampuan konsentrasi ini adalah…motorik kasar ! Untuk bisa duduk diam memfokuskan perhatiannya, anak harus sudah seimbang tubuhnya. Keseimbangan dan kemampuan mengendalikan tubuh ini, tidak didapat dengan cara instan. Ia adalah dengan latihan. Latihannya, stimulasinya adalah…dengan melakukan beragam kegiatan motorik kasar anak, mulai dari yang mengarahkan energi seperti lari;  melatih kesimbangan seperti berjalan meniti, engklek; melatih koordinasi visual motorik seperti lempar tangkap bola; melatih sensori integrasi seperti berayun, dsb.

Hasil pemeriksaan beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa kemampuan motorik kasar anak, yang kemudian berpengaruh terhadap kemampuan berkonsentrasi biasanya tertinggal dibandingkan kemampuan kognitif. Oleh karena itu saya sangat pesankan…stimulasi motorik !

(3) Sikap belajar anak (kematangan emosi)

Di SD, situasi pembelajarannya pada umumnya bersifat klasikal. Rata-rata rasio guru : murid adalah 1: 12. Di sekolah negeri, bisa jadi 1 guru 35-40 siswa. Situasi ini menyebabkan kemandirian anak dalam mengerjakan tugas menjadi sangat penting. Biasanya informasinya didapat dari guru dan juga observasi selama pemeriksaan.

Demikianlah…semoga bermanfaat. Mata saya sudah 5 watt…alhamdulillah tuntas juga.

Kalau ada pertanyaan-pertanyaan yang masih wara-wiri di pikiran teman-teman, mangga kita diskusikan…