Memberanikan Diri Menghadapi Kematian

Memang dahsyat gelombang politik yang mendera kita di bulan, minggu dan hari-hari terakhir ini. “Pesta demokrasi” yang masih akan berlanjut sampai akhir tahun ini, disadari atau tidak-dihayati atau tidak- telah banyak menyita perhatian kita. Terutama karena 5 tahun lalu, media sosial dan segala macam saluran kumpal-kumpul online mungkin tak sedahsyat sekarang. Ajak-mengajak, dari mulai yang haluuuuus sampai yang vulgar….Ancam mengancam, dari mulai yang santuuuuun sampai yang sarkastis serta hujat menghujat, dengan segala cara tampak secara telanjang. Mungkin karena di media online orang tak berhadapan wajah, jadi rasanya merasa bebas untuk menumpahkan segala macam emosi dan gagasan, tak peduli apa dampaknya bagi orang lain.

Siapapun, dimanapun, kapanpun, dalam tataran apapun, di hari-hari belakangan ini rasanya hampir tak ada dimensi yang luput dari pembicaraan soal politik. Tentang memilih apa, siapa, mengapa. Juga tentang jangan memilih apa, siapa, mengapa. Mulai dari tukang jengkol di pasar cibogo, sampai dengan para profesor di rektorat sana…topik pembicaraannya sama.

Dan yang baru saya hayati di pesta demokrasi tahun ini adalah, tahun ini…entah mengapa saya baru ngeuh bahwa soal memilih apa, siapa dan mengapa vs jangan memilih apa, siapa dan mengapa ini….membuat banyak orang “menelanjangi dirinya”. Maksudnya bukan dalam artian negatif sih….cuman kalau saya mengilustrasikan, banyak orang-orang yang selama ini “invisible”, keluar dari “tempat persembunyiannya”, secara nyata menampilkan dirinya siapa. Nah, “siapa”nya ini amat beragam. Dari sudut pandang keagamaan, kesukuan, kebudayaan, ideologi…intinya, VALUE kehidupan seseorang…itu terlihat jelas..terang benderang dalam situasi ini. Banyak orang yang merasa kini mereka harus membuka “bungkus-bungkus peran sosial” mereka ini dan mengargumenkan bahwa mereka adalah yang paling benar.

Ternyata, perbincangan tentang  memilih apa, siapa dan mengapa itu alasannya….mulai dari hal yaang amat praktiiiiiiis sampai hal yang amat filosofis. Mulai dari hal yang besaaaaaaar…sampai hal super-mikro. Mulai dari pertimbangan peristiwa jaman duluuuuuuuuu sampai dengan mempertimbangkan masa depan, bahkan masa depannya lagi, yaitu akhirat yang abadi.  Saya yang “lugu” ini terkaget-kaget ketika mengetahui bahwa hal teknis memilih-atau golput, itu alasannya bisa seribu satu. Yang memilih misalnya. Apakah alasan mereka-mereka sama? tidak…..yang memilih satu partai, yang memilih seorang caleg, yang nanti memilih seorang presiden, apakah mereka memiliki latar belakang pemikiran yang sama? TIDAK. Demikian juga dengan tak memilih. Saya terheran-heran begitu kompleks, dalam, makro, buesarrrrr, dan “mengakar”nya alasan-alasan yang mendasari perilaku mencoblos atau tidak ini.

Namanya juga obral-obrol…..seringkali obrolan-obrolan yang saya cermati, meskipun diawali dengan pertanyaan yang sama; milih apa dan siapa….namun pas bab “mengapa” …itu ternyata amat mendalam dan amat meluas. Beyond imagination lah….

Lalu, apa kaitan isi tulisan ini dengan judulnya? perbincangan di bulan, minggu, dan hari-hari terakhir mengenai “mengapa” memilih “apa” dan “siapa” ini membuat begitu banyak informasi dan argumentasi berseliweran dengan liar. Beberapa diantara informasi itu, seperti ombak besar yang menabrak karang. Karangnya itu saya hehe….Pembicaraan mengenai “memilih apa, siapa dan mengapa” ini beberapa diantaranya berhasil membuat saya menjadi berpikir ulang mengenai hal-hal yang paling mendasar dalam hidup saya. Yaitu KESELAMATAN.

Nah, ini dia kaitannya…..Ada masa-masa di mana saya begitu meresahkan satu hal. Kematian. Pasti semua orang juga ya….Tapi ada saat dimana perasaan ini benar-benar teraduk-aduk memikirkan dan menghayati hal yang tak mungkin kita hindari ini. Dan membayangkan kita akan menghadapi satu kejadian  yang tak kita bisa prediksikan waktu, cara dan tempatnya …yang bisa saja datang di bulan, minggu, hari, jam atau menit yang tak kita tahu berapa lama lagi dari sekarang, buat saya begitu meresahkan.

Gagasan bahwa kita akan berada di alam yang tak pernah kita ketahui bagaimana bentuk dan rasanya, buat saya yang saat ini masih belum berani pergi ke luar negeri sendirian, itu begitu mencemaskan. Apalagi menghadapi hari perhitungan dan menghadapi akhirat yang kekal. Dan yang paling menggelisahkan adalah, karena kita tak memiliki probabilitas sekecil apapun untuk menghindarinya !!!! apapun yag ada di dunia ini, bisa kita hindari dengan konsekuensi seberat apapun. Tapi kematian? perhitungan? tidak memberikan pilihan pada kita. Lalu yang double menggelisahkan adalah…bahwa “there’s no second chance !” dalam Al-Qur’an jelas bahwa nanti kita akan minta SATU DETIK saja untuk kembali ke dunia dan memperbaiki kesalahan kita.

Setiap kali ada teman yang wafat dan saya mengetahui proses detik-detik terakhir kehidupannya (yang saya yakini merupakan abstraksi dari amalan dalam kehidupannya dan memprediksikan “nasib”nya nanti di akhirat), saya selalu membanchmarking mereka dengan saya. Apakah mereka cukup “baik” menjalani kehidupannya sehingga mereka bisa selamat? apakah standar saya harus dinaikkan? apakah sudah cukup?

Buku-buku yang menggambarkan “indahnya kematian” yang beberapa kali saya baca, tak pernah sanggup meredakan seluruh perasaan saya. Dengan kecemasa, kegelisahan, keresahan itu, siapa yang tak jadi sangat concern dengan apakah kita berhasil menjalani kehidupan ini dengan SELAMAT? bukan SUKSES. Tapi SELAMAT.

Kaitannya dengan urusan perpolitikan yang sedang kita hadapi ini….memilih apa, siapa dan mengapa, bagi sebagian orang bukan hanya pertarungan mengenai warna. Tapi buat sebagian orang, ini adalah pertarungan mengenai KESELAMATAN hidup. Maka, “puncak gunung es” memilih warna-warni inipun berhasil menggoyahkan karang KEYAKINAN dan VALUE hidup saya selama ini. Saya jadi mengevaluasi ulang nilai-nilai, pilihan, cara pandang saya mengenai hidup ini. Adanya beragam argumentasi bahwa keyakinan mereka yang BENAR– yang secara otomatis membuat keyakinan dan bangunan value yang saya miliki adalah SALAH, membuat saya benar-benar menelisik kembali kehidupan saya.

Tak nyaman? ya, dalam situasi dis-equlibrium, saat kita dihadapkan dan dibenturkan dengan keyakinan, value dan cara pandang yang berbeda, sangat berbeda, atau bersebrangan dengan kita, pasti sangat tidak nyaman. Tapi saya menikmati prosesnya. Saya tidak tahu dan tidak terlalu mencemaskan hasilnya bagaimana, apakah saya akan tetap memegang teguh nilai akan keselamatan hidup saya dengan cara ini, atau berubah.

Namun sejauh ini, dalam proses pergolakan batin ini, saya masih merasa bahwa keselamatan hidup kita, masih ditentukan oleh hal-hal yang sifatnya “mikro”. Kebaikan-kebaikan kecil yang kita lakukan disertai keikhlasan yang besar, pilihan-pilihan tak sempurna yang kita putuskan saat menghadapi masalah keseharian disertai istighfar setiap waktu. Ke”luguan” belajar dari beragam orang tanpa memandang bahwa “mereka bukan dari golongan saya”, ketulusan hati menerima beragam perbedaan, kepekaan kita akan perasaan orang lain, kekuatan untuk mengalahkan ego diri….. Sampai saat ini, dengan nilai-nilai itulah saya memberanikan diri menghadapi kematian.

Yah, di tengah hiruk pikuk choicesdimana semua orang berusaha “memasarkan” kebenaran versi-mereka, menurut saya….kita harus banyak merenung. Bertafakur, berrefleksi…mengevalusi nilai-nilai yang kita miliki….Mencoba membuka pikiran dan menjernihkan hati…agar kompas KEBENARAN dalam hati kita, menunjuk ke arah yang sebenarnya.

Maka, di hari-hari ke depan yang akan penuh dengan hiruk-pikuk warna-warni….menurut saya, perbincangan yang harus kita perbanyak bukanlah dengan teman. Bukan di media sosial. Tapi perbincangan dengan diri, dengan Allah kita. Untuk bertanya… apakah nilai kebanaran yang kita pegang selama ini bisa menyelamatkan kita? dan yang lebih penting lagi, mohon dituntut untuk berada di jalan yang benar, yang menyelamatkan itu.

Saya masih ingat tgl 11 Maret lalu, saat kami berdoa bersama di ulang tahun Umar dan Umar ditanya…apa hal yang paling ia inginkan saat itu. “Masuk syurga sekeluarga” katanya. Semoga keinginan lugu itu didengar olehNya….semoga kami bisa benar-benar di tuntun agar SELAMAT menjalani kehidupan yang begitu super kompleks ini….

Ihdinassirootol mustaqiim….Ya Allah, Tunjukilah dan Bimbing Kami di Jalan yang Lurus ….

 

 

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: