Wiken kemarin adalah long wiken, dengan tanggal merah di hari Jumat. Cita-cita saya untuk menikmati long wiken dengan rileks harus pupus … Azzam si 2 tahun yang sedang pilek ruewellnya luar biasa. Plus, tiga hari itu saya berkeliling ke toko-toko baju anak cari baju “gaun pesta” untuk Hana si TK A.
Selain pilek, Azzam punya kebiasaan baru. Dia baru saja “menguasai keterampilan nangis pura-pura”. Jadi kalau ada sesuatu yang dia gak suka, itu dia bisa nangis satu jam, tapi pura-pura. Lha wong gak ada air matanya….dan…kalau dia mau brenti, tiba-tiba dia brenti, aja ,,,dan bilang “Barusan Azzam nangis …sekarang udah nangisnya”. Lucu ya? kalau baca sih lucu haha…tapi kalau ngalaminnya, 1 jam denger anak dua tahun itu “nangis”, gak mau disentuh, gak tau maunya apa…hadeeeuh….Dan sehari bisa sampe lima kali ! bangun tidur langsung nangis, kesenggol kakaknya dikit nangis, mau jalan-jalan nangis, abis naik kuda 4 kali nangis, hadeeeeuhhh…Untunglah saya ingat “petuah” Jo Frost, si nanny di program “Extreme Parental Guidance” yang dalam satu episodenya menghadapi anak yang kayak Azzam gini nih…trus dia bilang “is he hurted? no? so…ignore him…”. Jadi saya cuekin aja dia….meskipun tampaknya lain kali saya harus pinjem headphonenya Azka hehe…
Hana, hari Senin tadi ada acara foto kelas. Harus pake baju gaun pesta. Nah, nyari gaun pesta yang roknya panjang karena mau pake kerudung itu, udah berkunjung ke beragam toko pakaian anak, gak nemu-nemu. Mana pas udah nemu dia “gak suka warnanya” lah… “kayaknya kebesaran deh” lah… Trus pas masak buat sarapan, 4 anak ini maunya beda-beda lagi. Yang satu pengen nasi goreng, yang satu pengen nasi biasa, yang satu pengen kentang sosis, yang satu lagi pengen roti bakar….hiks…hiks…Padahal ya, di saat yang sama…dua proposal menunggu untuk dikerjakan, beberapa tulisan udah ngantri pengen dituangkan, pengen banget pesbukan plus pengen banget surfing untuk tau gimana kelanjutan perpecahan di tubuh PPP (haha…dua yang terakhir gak penting banget kkkk).
Mmmmhhh…saya yakin….teman-teman sesama emak-emak, pernah mengalami episode kayak gini. Intinya, kehidupan kita “teroccupied” oleh urusan anak-anak. Padahal ini dalam kondisi “normal”. Kondisi gak normal? pernah ada temen saya, 2 anaknya gantian sakit selama 2 bulan. 2 minggu si anak pertama, 2 minggu si anak kedua, 2 mingu selanjutnya si anak pertama lagi…..
Yah, memang tak bisa dipungkiri…punya anak itu, komitmen seumur hidup. Setiap hari. 24/7. Setiap menit, setiap detik. Komitmen dalam hal apa? dalam materi, tenaga, pikiran, psikologis, emosional. Kumplit. Coba aja….berapa banyak ibu-ibu yang “stress” saat anaknya UTS, UAS, UN, SNMPTN….hadeeeuh….Trus secara materi, saya pernah evaluasi cashflow finansial saya. Dan hasilnya adalah….75% pengeluaran kami, adalah untuk anak-anak ! sopir plus asisten; dedicated to anak-anak. Bayaran sekolah, aktivitas luar sekolah, asuransi, jalan-jalan di wiken, dan…cemilan….. Kadang-kadang saya suka bayangin…kalau saya gak punya anak, saya bisa nabung dan shadaqah berapa ya tiap bulan???
Hhhmmm….tapi pastinya, tak akan yang mau menukar seluruh materi, tenaga, pikiran, psikologis dan emosional buat anak ini dengan apapun bukan? buktinya….teman-teman yang belum dikaruniai rejeki anak, akan berusaha sekuat tenaga, menghabiskan puluhan sampai ratusan juta rupiah untuk ikhtiar mendapatkan anak ini. Kenapa sih? jawabannya, adalah inti dari tulisan ini.
………
Setiap kali saya dalam kondisi ter-occupied sama anak-anak gini, saya selalu ingat film seri kesukaan saya, yaitu serial MONK. Apa hubungannya? tenang…tenang….saya cerita dulu mengenai seri ini ya…
Jadi serial semi komedi ini bercerita tentang seorang detektif yang mengalami obsesive-compulsive disorder dan segala macam phobia bernama Monk. Ditemani oleh si Kapten, bawahannya Randy dan asistennya Natalie, ia memecahkan satu demi satu kasus kejahatan, bermodalkan ke-obsesif-compulsive-annya. Ada juga sesi-sesi konsultasi pasikologisnya dgn psikiaternya, dr. Kroger. Bagi yang ingin tahu lebih lanjut, bisa browsing link ini http://en.wikipedia.org/wiki/Monk_%28TV_series%29, atau salah satu link yutubnya ini: http://www.youtube.com/watch?v=J6dMQVHxKEA haha….. Saya jadi inget…waktu saya harus bedrest karena hamil Hana dengan kondisi plasenta previa, saya pinjem cd-cd serial Monk ini dari seorang teman….jadi anteng nonton soalnya kata dokter harus rileks, gak boleh baca buku 😉
Satu-satunya orang yang mencintai dia dengan tulus, yaitu Trudy, meninggal dibunuh orang dengan cara mobilnya diledakkan. 12 tahun ia “mendedikasikan hidupnya” untuk mencari pembunuh istrinya tersebut. Di episode-episode terakhir, saat di Monk sudah menemukan pembunuh istrinya, suatu hari dia bangun….dan dia berkonsultasi pada dr. Kroger, psikiaternya. Ia bingung mengapa ia merasa “hampa” dan “tidak semangat”. Si dr. Kroger mengatakan bahwa…tanpa disadari, “kesibukan” mencari pembunuh istrinya selama 12 tahun, selama ini telah menjadi “nyala api kehidupan” si Monk (catatan: nyala api kehidupan ini istilah saya…), “tujuan hidupnya” selama ini. Ketika “tujuan itu telah tercapai”, maka wajar jika ia mengalami kehampaan…
Nah…itulah yang saya hayati. Bahwa segala keriweuhan kita dengan anak-anak, segala sumberdaya diri yang “terkuras” untuk anak-anak, tanpa kita sadari, sebenarnya jadi nyala api kehidupan kita. Yang membuat kita semangat menjalani hari demi hari. Saya yakin sekali akan hal ini. Kenapa? karena saya pernah mengalaminya.
Waktu anak saya masih tiga, suatu saat mereka liburan seminggu ke rumah neneknya. Di hari kedua mereka liburan, saya pun pergi ke pasar. Biasanya memang saya ke pasar seminggu sekali untuk “nyetok isi kulkas”, Di mulut pasar, saya mau beli bayem dan jagung…sayur bening bayam plus jagung adalah kesukaan mas Umar. Eh…tapi kan Umarnya gak ada ya….gak jadi saya beli bayem. Di tukang ikan, saya mau beli cumi kesukaan kaka Azka. Eh, kan kaka Azkanya gak ada? urung. Mau beli brokoli kesukaan teteh Hana? kan teteh Hana nya gak ada…. Pindang tongkol kesukaan mas Umar….Pindang bandeng kesukaan kaka Azka….bubur sumsum kesukaan teteh Hana….akhirnya…you know what? keluar pasar, saya cuma bawa satu keresek kecil. Isinya kue cucur kesukaan si abah…dan …dengan mata berlinang.
Ternyata….selama ini saya semangat ke pasar karena saya bisa membelikan orang-orang yang saya cintai, apa yang mereka sukai. Tanpa mereka….buat apa saya ke pasar? buat apa saya masak? Padahal kalau melakukannya, kegiatan masak itu begitu membuat riweuh….
Saya juga jadi ingat, beberapa tahun lalu saya pernah bertakziyah pada seorang Bapak yang ditinggal wafat anak remaja semata wayangnya. Bapak itu, sambil memeluk saya mengatakan “Kalau tidak ingat Allah, rasanya pengen ikut mati. Bapak banting tulang nyari uang, itu untuk dia…sekarang bapak kehilangan semangat hidup. Kalau tidak ingat Allah, rasanya…buat apa saya hidup?”
Yups, buat kita muslim, cinta kita pada anak-anak memang derajatnya tetap, harus dibawah cinta kita pada Allah. Tapi saya menghayati, bahwa Allah menurunkan Rahman-Rahimnya untuk “memacu” kehidupan kita, salah satunya adalah melalui anak.
Jadi, saat kita hidup kita sedang “tersabotase” oleh urusan anak- tenaga, waktu, biaya, psikologis, emosional- mari kita ingat, bahwa Allah menganugerahkan mereka sebagai nyala api kehidupan kita… segala keriweuhan, ke”putus-asa” an, kemumetan, kelelahan…mari kita nikmati. Karena kalau mereka tak ada, mungkin kita jadi hampa dan merasa hidup kita tak bermakna.
Terkait dengan hal ini pula, banyak teman yang “curhat” kalau saat ini mereka merasa “tidak menjadi istri yang baik”. Yups…buat emak-emak di fase ini, tampil cantik dan memikat buat suami tercinta, mungkin hanya ada dalam cita-cita dan dongeng semata. Mana sempat ngurus suami….ngurus diri sendiri aja kadang inget kadang engga 😉 hehe…
Tenang…tenang…hal itu wajar kok…Kalau kata Duvall & Miller (1985), dalam kehidupan berkeluarga, kita ini sedang berada di fase ke3 atau 4 (saya ke-4). Fase perkembangan kehidupan berkeluarga menurut Duvall & Miller, dihitung dari anak pertama adalah: (1) marriage couple, (2) child bearing, (3) preschool-aged children, (4) school-aged children, (5) teenage children, (6) launching the children, (7 middle age parents, dan (8) aging family member.
Kalau dikaitkan dengan kepuasan pernikahan, katanya kepuasan pernikahan itu, polanya berbentuk U. Jadi buat kita yang berada di fase ke-3,4 dan 5….kepuasan pernikahannya memang “lagi di bawah”. Tapi kan itu sementara….segera setelah anak-anak kita remaja….mulai punya “kehidupan dan dunia sendiri”, “tak membutuhkan kita lagi”…kita akan punya waktu banyaaaaak untuk ke salon, pesbukan, dan melakukan hal-hal yang kita cita-citakan di masa “riweuh” ini…Dan kalau suami kita baik, mereka akan merasa “betapa romatisnya istrinya” yang tengah keriweuhan meladeni anak-anaknya haha…(itu halusinasi saya kkk). Tapi benar kok…cob aaja tanya suami masing-masing…..apakah mereka keberatan ? pasti jawabannya tidak.
Jadi, sekali lagi…mari kita nikmati, karena konon katanya bagi yang sudah mengalaminya….saat fase ke 7 dan 8, saat kita harus :melepas” anak-anak kita, “menyerahkan” anak-anak kita pada orang lain, seringkali “kehampaan” kita rasakan. Perasaan “saya dibutuhkan” yang ditimbulkan oleh ketergantungan anak-anak pada kita di masa usia sekolah ke bawah, tanpa kita sadari…..telah membuat kita, secara psikologis merasa “berharga”. “dibutuhkan” dan “berarti”. Itulah mekanisme Rahman dan Rahimnya Allah, yang membuat skenario anak manusia, menjadi makhluk yang paling lama tergantung pada ibunya.
Jadi, sekali lagi mari kita nikmati. Penghayatan untuk menikmati momen yang tak akan terulang ini, semoga membuat kita tetap legowo dan bahagia saat kita harus “menunda” bahkan “melepas” keinginan kita mengembangkan diri, sekolah di luar negeri, jadi ini-itu….
Dalam kata lain….kita nikmati sehingga kita tetap well being….sejahtera jiwa raga 😉
Buat teman-teman yang belum dikaruniai pasangan dan momongan, yakin Allah tak akan dzalim. Ia pasti telah menciptakan nyala api kehidupan yang lain. Tumpukan tugas, aktivitas sosial, deadline skripsi-tesis atau disertasi, rutinitas ini, adalah nyala api kehidupan yang Allah ciptakan buat kita.
Mari kita nikmati sajadah panjang di kehidupan kita, sebelum kenikmatan ini Allah ambil di akhir hidup kita.
Semangat !!!!
Apr 22, 2014 @ 07:59:29
ijin share di fan page ya mba ^_^….insyaAllah akan sangat bermanfaat tuk ibu2 lain termasuk saya 😀
May 17, 2014 @ 14:33:25
kunci “nikmati” …bermanfaat juga utk bapak2 nih mba, buat dishare utk istri..hehe 😀
Oct 14, 2014 @ 18:18:02
Masya Allah… “Nyala Api kehidupan”
Makasiiii mbaa…
Makasiiii
Aug 24, 2015 @ 22:48:15
Tulisan yg keren…izin share ya…
Oct 18, 2016 @ 10:10:39
Izin share ya mba fitri 😊