Perkenalkan …tokoh utama baru yang tampaknya, mulai akan sering muncul di cerita-cerita saya. Azzam. Si bungsu berumur 2 tahun 25 hari. Kalau kemarin-kemarin dia hanya jadi figuran, tampaknya mulai hari ini akan jadi salah satu “little star” dengan aksi-aksinya yang mulai terasa signifikan dan bermakna, tentunya juga…menginspirasi.
Pagi ini, dia melakukan salah satu hobinya: main-mainin beras. Maklum, saya tak menempatkan beras di Rice Box, melainkan di ember besaaar pemberian mamah. Dan setiap kali Azzam ke dapur, favoritnya adalah memain-mainkan beras tersebut. Sudah saya kasih tau sih, bahwa boleh mainin beras, tapi berasnya gak boleh dibuang-buang.
Tadi teh Rini, yang bantu saya menyapu menemukan banyak ceceran beras. Kata teh Rini; “ini siapa yang buang-buang beras?”. Azzam yang tengah berada di pangkuan saya menjawab dengan tegas: “Si tuda” (si kuda), sambil menunjuk mainan kuda merah yang sering dia naikin. “Ah, de Azzam kali….” kata saya. “Bukan …si tuda” katanya dengan tegas. “Masa …bener? kan kata ibu dede gak boleh numpahin beras” tanya saya lagi. “Si tuda bu yang buang-buang beuas” katanya kali ini sambil menggendong si kuda, dan “menyerahkan” si kuda pada saya.
Saya langsung ingat sama Lola, anak perempuan umur 4 tahun adiknya Charlie dalam serial Charlie and Lola. Lola punya “teman imajiner” bernama Soren Lorenson. Dalam salah satu episodenya, si Lola selalu menyalahkan si Soren Lorenson untuk kesalahan yang ia lakukan.
Saya pernah baca tentang imaginer friend pada anak. Katanya, tak ada masalah dengan “teman imajiner” yang diciptakan anak pada usia prasekolah. Justru itu adalah tanda daya abstraksinya yang sedang berkembang. Tak mudah loh, membayangkan adanya seorang yang sebenarnya tak ada. Hehe..saya jadi ingat “binatang peliharaan imajinernya” Hana, yang pernah saya tulis di https://fitriariyanti.wordpress.com/2012/09/10/de-izzy-dan-si-kiki/ … Tapi yang harus diwaspadai kata literatur itu, adalah saat anak menimpakan kesalahan pada teman imajinernya. Karena kalau dibiarkan, itu akan selalu menjadi pola perilaku anak. Dan tak menghayati kesalahan yang dilakukannya, melemparkan kesalahan pada orang lain, tentunya akan menjadi ciri orang yang tak bertanggung jawab.
Tampaknya si pencipta kisah Charlie & Lola juga membaca literatur yang sama hehe….soalnya dalam episode tersebut, si Charlie menegaskan bahwa yang melakukan kesalahan adalah Lola, bukan Soren Lorenson. “Kamu tidak bisa menyalahkan Soren Lorenson untuk semua kesalahan yang kamu buat Lola, Soren Lorenson itu tidak bisa memecahkan gelas. Kamu yang memecahkan gelas, dan kamu yang harus bertanggungjawab membersihkannya” begitu kurang lebih kata si Charlie.
Ya, kalau belajar tentang aspek -aspek dan perkembangan kognitif pada anak, kita akan tahu bahwa perilaku-perilaku anak yang “biasa-biasa” aja, sebenarnya melibatkan proses kognitif yang kompleks. Termasuk “mencari kambing hitam” seperti yang dilakukan Azzam. Itu adalah hal positif dan perkembangan yang menggembirakan. Tapi di sisi lain, dalam perkembangan sosial, si anak 2 tahun harus mulai dikenalkan aturan.
Jadi, saya langsung berkata pada Azzam: “Yang buang-buang beras bukan si kuda. Tapi de Azzam. Lain kali boleh main beras tapi engga dibuang ya…kalau dibuang-bunag nanti dede engga boleh main beras lagi”. Si dua tahun itu pun mengangguk. Tentunya saya tak percaya anggukan dan kata-anak anak umur 2 tahun. Tapi saya setuju bahwa si dua tahun, harus mulai dikenalkan dengan aturan dan tanggung jawab. Meskipun tak selalu mengikutinya. Ia tetap harus diberitahu apa yang boleh apa yang tidak boleh, apa yang baik apa yang tidak baik, apa makna tanggung jawab, dan harus dikenalkan dengan konsekuensi sederhana.
Selamat berkenalan dengan Soren Lorenson – Soren Lorenson masing-masing anak-anak kita ….hehe…
Recent Comments