Sekolah favorit itu, yang kayak gimana sih?

Setelah 5 tahun gak pernah mikir “nyari sekolah” buat anak-anak, tahun ini saya galau karena harus nyari sekolah. Buat Azka, yang tahun ini mulai menginjak kelas 6. Sebenarnya sebelumnya sih nyantei-nyantei aja, udah positif mo masukin Azka ke SMP 1 Cimahi. Rekomendasi dari teman yang berkecimpung di dunia pendidikan Cimahi. Secara teknis sangat menguntungkan pula karena sejalur sama SD adik-adiknya. Maklum, dengan 4 anak yang tahun depan akan ada di PG, SD dan SMP, harus benar-benar memperhitungkan teknis bagaimana sopir kami, Pak Ayi bisa antar jemput ke-4 anak (plus emaknya) dengan efisien tanpa bentrok.

Kegalauan saya mulai ketika mendengarkan cerita teman yang mengurus pendaftaran putrinya ke SMP. Dan semakin galau ketika mengikuti pertemuan khusus ortu kelas 6 di sekolah Azka, awal bulan lalu. Buat kami yang tinggal di daerah Sariwangi, memang aturan sekolah tahun ini sangat menyesakkan. Karena kami tak masuk wilayah kota Cimahi maupun Bandung. Kami masuk wilayah Kabupaten Bandung Barat sodara-sodara….Kabupaten yang baru berdiri beberapa tahun ke belakang. Saya paham sih, bahwa wajar kalau setiap daerah itu, pasti ingin memberikan yang terbaik untuk warganya. APBD Cimahi, ingin dimaksimalkan untuk “mencerdaskan” anak2 Cimahi. Begitu juga dengan Bandung. Jadi saya paham bahwa wajar mereka memberlakukan sistem yang membuat warganya mendapatkan kesempatan lebih besar. Tapi kalau istilah temen saya mah, “otak dan hati saya gak nyambung”. Otak ngerti dan memahami, tapi hati mah tidak. Tetep we pengen nangis dan merasa “it’s unfair!”…. apalagi setelah ngobrol dengan temen saya itu, yang putrinya dapet nilai kedua terbaik di sekolahnya, nilainya di-down grade- sampai 0,7 poin ! Concern kami para ibu adalah, nyesek banget menyaksikan usaha yang dilakukan anak-anak kami, menjadi tak terhargai dengan sistem yang ada. Menyaksikan teman-temannya yang dapat nilai lebih rendah, bisa melenggang masuk SMP “bagus” dengan bermodalkan jarak rumah yang lebih dekat dengan sekolah tersebut….

Memang sih, konon katanya MUNGKIN tahun depan sistemnya akan berubah. Namun buat seorang pencemas sejati seperti saya, mana bisa “tenang” menantikan sistem yang wallahu alam akan seperti apa. Maka, mulailah saya mencari-cari sekolah yang SREG segala sesuatunya dengan “visi” kami. Termasuk SREG secara teknis. Alhamdulillah dapet. Bahkan karena kecemasan saya sedang kumat, saya pun sudah mencari dan menyusun langkah-langkah persiapan Azka untuk masuk SMA nanti. Sampai-sampai si abah terbengong-bengong. “SMA De? Azka kan baru masuk kelas 6 …empat tahun lagiiii…..”. Tapi saya punya jawaban jitu : “Justru karena masih lama, jadi bisa mempersiapkan secara maksimal Bah….”. Jawaban yang ga nyambung haha…… Tapi 12 tahun hidup bersama saya, si Abah udah ngerti kalau cemas saya lagi kumat, maka sikap terbaik menanggapinya adalah dengan diam hehe….

Baiklah…itu kisah kegalauan sayah. Moga-moga SMP Azka nanti menjadi sekolah FAVORIT buat saya menyekolahkan keempat anak saya disana, seperti juga saya sudah “tak bisa ke lain hati” dengan TK dan SD buat anak-anak. Nah, ini yang mo saya bahas sebenarnya. SEKOLAH FAVORIT.

Tak bisa dipungkiri, dalam proses menentukan SMP dan nanti SMA-nya Azka dan adik-adiknya, terbersit keinginan untuk menyekolahkan Azka dan adik-adiknya ke SMP dan SMA favorit di Bandung. Apalagi melihat prestasi Azka-Umar di SD sekoarang, rasanya gak perlu masuk bimbel intensif khusus buat masuk ke SMP-SMA favorit itu. Fyi, saya kaget loh… waktu melihat brosur-brosur bimbel khusus untuk masuk ke SMP-SMA favorit ituh. Jaman saya dulu emang ada sih, bimbel khusus untuk masuk Kedokteran dan ITB. Ternyata jaman sekarang, saking favoritnya 2 SMP dan 2 SMA di Bandung itu, ada bimbel khususnya untuk tembus ke sana …ck..ck..ck… Segitu favoritnya ya… Lalu saya mendengar dari seorang teman, bahwa untuk memasukkan anaknya ke sebuah SD favorit di Bandung, ia harus merogoh kocek 7 jutaan… Untuk sekolah swasta, atau SDIT, itu sih setengah harga. Tapi buat sekolah negeri ? yang sebenarnya gratis? 7 juta ?

Hal-hal tersebut membuat saya ingin menghayati lebih dalam tentang si FAVORIT tadi. FAVORIT. Apa sebenarnya yang akan didapat anak atau orangtua kalau sekolah disana? apakah “worthed” dengan “pengorbanan” yang diberikan? Saya pun mulai lirik kiri-kanan, mengumpulkan mana teman-teman dan orang-orang yang saya kenal, yang berasal dari “JALUR SEKOLAH FAVORIT” itu  ….SD A, SMP B, SMA C, PT D; dan teman-teman/orang-orang yang saya kenal yang bukan berasal dari sekolah favorit, yang bahkan Perguruan Tinggi nya pun gak pernah kita denger namanya. Kalau asumsinya sekolah favorit akan membuat seseorang SUKSES, mari kita lihat “data empiriknya”.

Misalnya, kita asumsikan kesuksesan itu dari “jabatan”. Yups, orang-orang yang saya kenal yang berasal dari “jalur sekolah favorit” itu, memang menduduki jabatan-jabatan penting di tempat ia bekerja. Karirnya menanjak cepat. Tapi itu sebagian. Sebagian yang lain? ada yang “biasa-biasa saja”. Kalau kita asumsikan kesuksesan itu adalah harta…. yups,  orang-orang yang saya kenal yang berasal dari “jalur sekolah favorit” itu, memang banyak yang tinggal di luar negeri dengan gaji dolar yang tak terbayangkan besarnya. Seumur saya, banyak yang sudah punya investasi tanah sekian, properti segambreng, rumah mewah, mobil lebih dari 3….. itu sebagiannya. Sebagian yang lain, ada yang masih hidup dengan sistem “gali lobang tutup lobang”. Kalau asumsi kesuksesan itu dari “kebahagiaan dan aktualisasi diri”…Yups, orang-orang yang saya kenal yang berasal dari “jalur sekolah favorit” itu, banyak yang di usianya saat ini sudah berhasil “menemukan jati diri dan kebahagiaan hidupnya”. Sebagian yang lain? masih banyak yang galau dan “belum tahu arah yang ingin ia tuju”.

Sekarang, mari kita lihat teman-teman dan kenalan saya yang tak pernah mengenyam pendidikan di “jalur sekolah favorit”…. kondisinya tak jauh beda. Jadi…meskipun pastinya respondennya gak representatif, namun karena ini bukan dalam konteks kepentingan bangsa dan negara …  “quick count” ini cukup lah buat saya pribadi, untuk mengambil kesimpulan bahwa … saat sampai pada tahap perkembangan dimana tugas perkembangannya tidak terkait langsung dengan akademis, maka “sekolah favorit” yang dijalani seseorang itu, tak memberi pengaruh signifikan. 

Pemikiran itu memberikan ketenangan dan kedamaian serta keyakinan pada saya (haha lebay…). Jadi, walaupun hasil akhir keputusan saya dan si abah sama, namun reasoningnya berbeda. Kalau si abah, alasannya adalah : “ah, gak seru … masuk SMP ini, lanjut SMA itu, terus PT ono… kerja di perusahaan enoh….hidup kok udah bisa diprediksi…gak rame” katanya ….haha…

……………………….

Untuk TK dan SD, saya sudah menemukan TK dan SD FAVORIT. Yang meskipun secara teknis lokasinya berbeda arah, tapi saya “tak bisa ke lain hati” haha… Apa yang bikin saya gak bisa pindah ke lain hati? Apakah karena saat saya membantu asesmen kematangan masuk SD di TK anak saya, 99 persen  anak-anaknya “matang” secara psikologis? apakah karena lulus dari TK itu anak-anak saya sudah pada bisa baca baik latin maupun al Qur’an? atau karena lulusan SD anak-anak saya beberapa kali menjadi peraih nilai tertinggi di Cimahi? bukan. Bukan karena itu. Namun ada dua  hal yang membuat saya begitu memFAVORITkan 2 sekolah ini.

1. Responsifitas guru-gurunya. Saya sudah beberapa kali menulis tentang bagaimana responsifnya guru-guru di TK dan SD anak-anak saya. Bagaimana guru-gurunya menangani Azka yang di hari pertama sekolah di TK dulu nangis 1,5 jam dari 2 jam waktu sekolah…. bagaimana guru-guru tetap memberi “ruang” bagi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah ini, tetap “tampil” pada saat pentas seni sesuai dengan kondisi mereka, juga bagaimana guru Umar berperan sebagai “ibu” dan mendampingi Umar saat ia diejek teman-temannya karena tidak bisa bilang “r”. Dan efek dari responsifitas ini adalah, “hubungan interpersonal” yang terjalin antara anak-anak dengan guru-gurunya. Saya ingat betul bagaimana Azka dan teman-temannya menulis surat kangen pada guru kelas 1 dan kelas 2 nya saat mereka di kelas 3; atau saat Azka dan teman-temannya begitu “heboh” mempersiapkan kue, kado dan pesta kejutan untuk guru kelas 5-nya.

Ada satu “kriteria” lagi yang saya hayati sebulan lalu. Saat saya mengantar Hana untuk mengikuti “Kemping Ceria”, acara tahunan menutup sekolah di bulan Ramadhan yang selalu ditunggu-tunggu oleh anak-anak saya sejak zaman Azka, Umar dan kini Hana. Sore menjelang kemping, acaranya selalu sama. Mendongeng. Kali ini, yang mendongeng adalah Kak Dedi, guru seni di TK itu. Tentunya diiringi oleh iringan organ Kakak guru seni musik.

IMG_5794IMG_5802Tak hanya anak-anak umur 3-5 tahun saja yang menikmati dongengan Kak Dedi yang super ekspresif. Saya dan emak-emak lain yang berumur 35-an pun ikutan menikmati. Ikutan kaget saat Kak Dedi berbalik badan setelah menceritakan “ada seorang raja yang sudah tua” lalu ketika kembali balik badan mengarah anak-anak, Kak Dedi sudah “berganti wajah” memakai mahkota dengan topeng seorang raja tua penuh kerutan di wajahnya. Saya pun ikut tegang saat Kak Dedi menahan ceritanya secara misterius….dan ikut bersorak saat Kak Dedi mengeluarkan topi “baling-baling bambu”. Kalau gak malu  sih pengen ikut uler2-an sama anak-anak itu, ikut “keliling dunia” sama Kak Dedi…..

Saat menyaksikan ekspresi wajah puluhan anak-anak itu, saat mereka menutup mata karena tegang, bersorak, tertawa… tahulah saya bahwa ya, sekolah ini memang FAVORIT. Kenapa? Karena ia bisa menghadirkan antusiasme pada anak-anak. Buat saya…antusiasme adalah hal yang berharga. Karena ia berarti ketergugahan. Ketergugahan emosi. Ketergugahan perhatian, atensi. Ia menjadi “pintu gerbang” ketergugahan hal-hal baik lainnya….

Momen-momen antusiasme anak-anak, lalu muncul dalam pikiran saya. Saat Hana dengan riangnya nelpon saya di kampus, cerita bahwa selama ramadhan, tiap hari gurunya punya hadiah yang bisa dibawa murid-muridnya. Entah itu beragam bentuk origami dan beragam hasil karya yang akan dipajang Hana di softboardnya. Atau antusiasme Hana menceritakan betapa “lucu” bu gurunya, betapa seru kegiatan hari ini. Lalu Azka dan Umar….. di SDnya, saya tak akan lupa antusiame Azka belajar tentang energi dengan praktek sosis panggang, hebohnya ia cerita tentang kegiatan musyawarah untuk menentukan tujuan fieldtrip, semangatnya Umar pilih buku-bukunya untuk disimpen di “perpustakaan mini” kelas, senangnya Azka dapet hadiah “kemandirian”, satu dari 25 hadiah yang diberikan pada seluruh murid kelas 3, dengan kategorinya masing-masing….hebohnya Azka cerita serunya ustadz yang ngisi materi di acara mabit ramadhan….

Sebagai seorang “guru”, saya tahu sulitnya menumbuhkan antusiasme pada diri seseorang. Pada anak lebih mudah dibanding pada mahasiswa? kata siapa? coba aja saya disuruh mendongeng 1,5 jam di depan anak-anak umur 3-5 tahun. Atau diminta ngasih “tausyiah” pada anah kelas 5 SD … kayaknya udah dilemparin telor karena akan garing banget.

Ah, bukankah semua sekolah kayak gitu? guru-gurunya responsif dan menghidupkan antusiasme anak? doa saya demikian. Meskipun pada kenyataannya, saya masih mendapatkan klien anak yang mogok sekolah karena sekolahnya “tidak menyenangkan”. Saya masih menemukan anak-anak yang tiap mau berangkat sekolah, badannya panas. Padahal ketika dipindah ke sekolah lain, sehat-sehat aja. Saya juga masih ketemu orangtua yang bingung mengapa guru-guru di sekolah anaknya menganggap “hal yang biasa” ketika anaknya dibully habis oleh teman-temannya, juga saya masih mendengar cerita rekan-rekan saya yang diminta membantu  sekolah yang satu kelas muridnya “trauma” karena dibully kakak kelasnya.

Yups….jadi, kalau anak-anak kita sering pulang dengan mata berbinar menceritakan “serunya, hebohnya” kegiatan sekolahnya, kalau anak-anak kita sering menyebut nama gurunya, cerita betapa ia ikut bahagia atau ikut sedih pada apa yang terjadi pada gurunya…. yakinlah bahwa kita sudah menemukan sekolah favorit untuk anak-anak kita. Tak peduli apakah anak kita sekolah di sekolah inpres, sekolah swasta, madrasah ibtidaiyah, sekolah internasional, atau apapun. Tak peduli apakah bayaran anak sekolah kita jutaan, ratusan ribu, puluhan ribu atau bahkan gratis….. tapi yakinlah bahwa kita sudah menemukan sekolah favorit buat anak-anak kita.

Sekolah-sekolah ini, akan  meng”hidup”kan potensi terbaik yang dimiliki anak kita, akan  membuat hidupnya berwarna-warni dan membuat kita pun menjadi bahagia 😉