Ternyata, “penyakit” saya bikin tulisan PART ONE tapi gak bikin tulisan lanjutannya, masih belum sembuh kkkk. Baiklah…sebagai upaya menyembuhkan diri, tulisan ini adalah tulisan lanjutan dari https://fitriariyanti.wordpress.com/2015/01/03/marshmallow-test-part-one-catatan-tentang-self-control/.
Menurut penerawangan saya, “puzzle” parenting itu terdiri dari 3 bagian besar. Apa aja? itu nanti ada di buku saya yang akan terbit. Hahaha…. salah satunya adalah, pengalaman praktis. Karena mengasuh anak itu adalah “Seni”. Dia tak hanya pengetahuan, tapi juga keterampilan. Daaaan mengingat anak itu gak pernah ada yang sama bahkan meskipun ia kembar identik, maka referensi “teknis how to”, itu harus banyak kita miliki. Gimana caranya? yang paling jitu adalah berbagi pengalaman.
Ga ada pengalaman mengasuh yang gak berharga. Cara ngebujuk anak yang mogok makan, cara menanggapi anak yang keukeuh, cara mengajarkan toilet training, bahkan kesalahan pun bisa kita bagi, agar ibu lain tak mengalami hal yang sama.
Kalau saya buka lagi catatan-catatan tentang anak-anak saya, ternyata catatan terbanyak adalah waktu mereka berumur 2-3 tahun. Yups, punya 4 anak … perilaku anak di usia 2-3 tahun memang …”dahsyat” lah… kalau pake bahasa positip mah “chalenging” 😉 . Setelah itu, usia 5-11 flaaaaat…gak terlalu dahsyat perilakunya…Nah, ntar terkaget-kaget lagi waktu anak kita pra-pubertas…..
Di rumah, si sulung yang lagi pubertas plus si bungsu yang lagi “chalenging” di umurnya menjelang 3, memang perilakunya bikin geleng-geleng kepala. Diantara 4 anak yang umurnya menjelang 12, 9, 6 dan 3 tahun, yang suka berantem adalah….yang umur 12 dan 3 tahun !!!gak percaya? ntar saya video in lah kkkkk
Jadi, salah dua karakteristik yang menonjol dari anak umur 2-3 tahun ini adalah, selain “autonomi”nya yang bikin kita geleng-geleng kepala sambil gemes karena apa-apa keukeuh pengen sendiri, juga adalah belum mampunya ia menahan diri. Impulsif pisan lah. Kadang pengen ketawa… kalau mereka pengen sesuatu, pasti pengennya RIGHT NOW. Zaman Azka, inget banget jam 2 malem dia ngamuk pengen donat. Ampe abahnya bawa ke jalan di tengah malam gelap gulita untuk menunjukkan gak ada, gak mungkin dapet. Anak umur segitu meneketehe. Umar, strugglingnya sama vcd ultraman. Hana temanya sama dengan kakaknya, makanan. Nah si bungsu, yang tumbuh di area gadget…tema “impulsif”nya adalah…gadget juga.
Dulu, saya pernah merasa aman sentosa dengan hape blackberry butut saya. Namun sejak si abah dengan surprise memberikan hadiah hape android, keamanan saya terganggu. Mana bisa khusyuk membalas sms, wa atau bbm….Begitu Azzam liat saya pegang hape, langsung dia rebut. Buat apa? main games dan yutub-an. Mengesalkan bukan? sekali. Itu baru satu sampel situasi. Situasi yang lain? kalau dia mau mainan yang dipegang kakaknya, langsung dia rebut. Hana tentu yang sering jadi “korban”. Mau makanan yang mau masuk mulut banget, gak peduli dia rebut.
Selama ini, saya menanggapinya dengan memberi aturan tegas. Kalau dia rebut mainan yang sedang dipegang kakaknya, saya ambil kembali. Dia ngamuk, saya biarkan. Saya jelaskan “Itu punya kakak. Dede gak boleh merebut. Dede harus bilang pinjem”.
Sampai akhirnya saya merasa, saya harus memikirkan suatu cara yang bisa membantunya “meregulasi” diri, menunda keinginan. Gimana caranya ya? di tulisan pertama saya sudah mengungkapkan pentingnya kemampuan dasar meregulasi dan mengontrol diri ini. Dan itu harus dilatih. Bahkan seorang profesor psikologi perkembangan di Belanda, puluhan tahun penelitiannya di bidang perkembangan psikopatologi anak dan remaja, menyimpulkan bahwa masalah emosi dan regulasi diri yang buruk adalah inti dari seluruh “gangguan psikologis” anak dan remaja serta dewasanya kelak.
Saya muter otak terus….”menunggu” adalah satu keterampilan dasar regulasi dan mengontrol diri. Gimana caranya melatih anak umur 2 tahun 11 bulan untuk bisa menunggu? pastinya harus konkrit, dan bertahap.
Suatu saat, by accident saya bilang ke Azzam waktu dia mau merebut hape yang sedang saya pegang. “Dede, kalau Dede mau hape ini, hitung dulu satu sampai lima”. Lalu dia pun hitung “satu-dua-tiga-empat-lima”. Yeeee…dengan demontratif saya beri acungan jempol sambil bilang: “hebat, dede sekarang udah bisa nunggu….karena dede hebat, dede boleh pinjem hape ibu”….. begitu terus…tiap telpon abahnya, saya pun dmeonstratif bilang: “Bah, hari ini de Azzam hebat, mau nunggu bla..bla..bla..” . Dan kalau udah gitu, aduuuh…pengen cubit deh pipi gembilnya yang tersenyum bangga tersipu-sipu. Saya tambah juga berhitungnya jadi satu sampai sepuluh. Wow! it works ! Saya kenalkan juga dengan konsep “penting”. Dalam kondisi yang memang penting, saya buka bilang: “ini ibu lagi penting de, dede hitung dulu sampai sepuluh, ibu selesaikan dulu yang pentingnya”. Nanti dia akan tanya -tanya: “ibu, udah belum pentingnya? udah belum pentingnya?”
Sebaliknya, saya ajarin juga bagaimana dia bisa meminjamkan hape kalau sudah ada di tangannya. Tentunya mulai dari dia gak mau ngasih, lalu bertahap saya bilang, “ibu hitung sampai sepuluh ya…ibu nunggu dede pinjemin hapenya” … atau saya bilang…” abis lagu ini ini ibu pinjem dulu ya”...Dan akhir-akhir ini, tanpa harus ada bantuan konkrit, dia mulai bisa memberi dengan sukarela kalau saya bilang “de, ibu pinjem dulu, penting banget”.
Sebagai seorang emak-emak yang suka main game (Sampai Hana pernah bilang: “ibu teh ibu yang aneh. ada gak sih bu, ibu-ibu lain yang suka main game?” kkkkk), saya juga latih kemampuan menunggu ini dengan media game. Sebenernya saya cuman suka main yang ringan dan lucu kayak Pou, Plants vs Zombie dan Subway Surf siih…Nah, kalau lagi main game ini, kita gantian. Saya kasih aturan…..“kalau dede kalah, bagian ibu ya”.…beberapa kali, dia bisa mulus gantian. Itu kan cuman sekitar satu menitan ya…. terus tambah anggotanya plus Kaka Hana, jadi giliran 3 orang…tambah mas Umar …giliran 4 orang….artinya dia udah bisa nunggu sekitar 2-3 menit. Good ! Saya agak kaget juga waktu dia ngajak main plants vs zombie, dan karena saya serius sehingga gak game over-game over, dia bisa nunggu 25 menit !!! tanpa merebut!!
Kalau kata Walter Mischel, PhD yang menggagas “Marshmallow Test”, ada dua prinsip yang harus kita ajarkan pada anak jika ingin menumbuhkan self control mereka: (1) anak-anak harus mengetahui “cara”nya mengontrol diri (2) anak-anak harus “termotivasi” untuk melakukan kontrol diri.
Baiklah ….poin pertama tampaknya saya sudah menemukan jalannya. Poin kedua….inilah gunanya kakak-kakaknya. Pernah suatu hari Sabtu, kami sekeluarga di rumah aja. Kakak-kakaknya bikin semacam olimpiade agustusan. Lomba makan kerupuk lah, lomba ngesot lah, lomba kelereng pake sendok lah…lomba masukin bola lah…Nah, karena kakaknya bertiga jadi ganjil, maka diajaklah si bungsu ini resmi jadi anggota tim. Azka dan Azzam vs Umar dan Hana. Ada unsul giliran di situ. Ada aturan sederhana. Estafet ceritanya. Ini pengalaman pertama dia diajak kakak-kakaknya secara resmi. Sebelumnya kakak-kakaknya gak mau ngajak karena kan dia sesukanya. Tapi kali ini, dia bisa ikut aturan, bisa nuggu giliran … dia seneeeeng banget …. Nah, saya bilang ke dia : “tuh, dede hebat sih, udah mau nunggu, udah mau giliran …jadi seru deh diajak main sama kaka-kakaknya”. Daaaan… senyum manis serta wajah bangga itu pun kembali hadir. Love You Azzam !!!!
Dan saat baca buku Franklin, di halaman pertama saya bacakan “Franklin sudah bisa…” si nyaris tiga tahun ini pun langsung “nyerobot” : “De azzam udah bisa nunggu…..” . Baiklah, pelajaran selanjutnya adalah melatih kemampuan menunggu giliran bicara ya nak 😉
Tamat
Sumber gambar : http://www.maggiedent.com/content/helping-kids-develop-self-regulation
Jan 28, 2015 @ 10:37:26
bener banget teh, anakku 2 th 4 bulan persis banget kaya bgini.. tnks infonya ya teh, tar ak praktekin di rumah deh.. Edisi belajar menunggu 🙂