Tiga jebakan ilmu

Kurang lebih sebulan lalu, mas membeli 16 jilid buku Ihya Ulumuddin Karya Imam Al Ghazali. Setiap kali mas beli buku belasan jilid, saya teh suka seneng-seneng khawatir. Senengnya, tentu saja karena koleksi buku di rumah kami bertambah. Khawatirnya ….. pesimis mbacanya itu looh….sedangkan sehari-hari udah hah-heh-hoh ter-occupied sama aktifitas harian di dalam dan luar rumah. Tafsir Ibnu Katsir 15 jilid yang dibeliin 2 bulan lalu aja belum khatam ;(.

Untuk meminimalisir rasa khawatir saya, saya buka-bukalah daftar isinya. Dari mulai jilid 1 tentang ilmu, sampai jilid 16 mengenai kematian. Minimal saya tahu punya buku tentang apa saja di rumah ini hehe…. Saya pun sempat baca jilid 1 nya, tentang ilmu.

Intinya adalah, ilmu itu adalah sesuatu yang amat penting dan mulia. Dengan demikian, otomatis pencari dan penyebar ilmu pun mendapat tempat yang mulia. Di buku tersebut saya menemukan kembali beragam “ilmu” yang diajarkan oleh orang-orang di lingkungan saya sejak saya ingat di masa kecil dulu, sampai dengan kini.

Tulisan ini bukan mengenai isi buku Imam Al-Ghazali tersebut. Tulisan ini adalah renungan saya terhadap “3 jebakan” terkait dengan ilmu, yang sering saya rasakan dan saya amati.

Jebakan pertama

Jebakan pertama terjadi pada saat kita punya  ilmu sedikit atau ilmu terbatas tentang sutau hal. Di masa dimana orang difasilitasi dan “didorong” untuk “berbicara sebebas-bebasnya” saat ini, seringkali banyak opini, pendapat bahkan persuasi yang kita lakukan,  melampaui apa yang sesungguhnya kita pahami. Kita berkomentar ini-itu tentang politik lah, olahraga lah, kesehatan lah, apa lah, rame sih….. tapi…apa gunanya? Seringkali pendapat yang kita ungkapkan pun “tidak jelas posisinya”. Apakah pengalaman pribadi, opini pribadi, baca dari buku apa, mengutip pernyataan siapa…. sehingga semua campur aduk …. dan mungkin kita tak peduli dampaknya buat orang lain. Sebenarnya sih, kalau saya mau jahat, untuk saya pribadi ini menguntungkan. Banyak yang bertemu dengan saya di ruang konsultasi, menyampaikan kebingungannya mengenai pola asuh lah, peran ayah lah, arah stimulasi anak lah… Tapi over all, saya merasa … untuk diri kita pribadi, mari kita mulai menakar ilmu yang kita miliki. Hanya bicara sesuai dengan yang kita pahami. Orang yang paham, akan beda dampak ucapan/tulisannya dengan orang yang tidak paham.

Jebakan kedua

Jebakan kedua bisa terjadi pada orang yang punya satu ilmu mendalam. Semakin seseorang mempelajari satu ilmu, maka ia akan semakin merasa tak tahu dan semakin merasa bodoh. Saya paham ungkapan itu sekarang. Saya juga paham mengapa teman-teman atau senior-senior saya, yang ilmunya mengenai sesuatu keren banget, mengatakan “saya baru tau sedikit” saat saya minta mereka sharing ke masyarakat umum. Saya pikir, awalnya mereka gak mau berbagi. Tapi kini saya mengerti. Beberapa waktu belakangan ini saya mempelajari satu topik psikologi secara mendalam. Dan… ya….saya merasa bloon dan tak tau apa-apa tentang semua hal yang selama ini saya anggap saya tahu. Ibaratnya kemaren-kemaren saya berenang di kolam renang, rasanya saya penguasa air. Lalu kini saya menyelami samudra …. ya ampun….ilmu saya seuprit banget !!!! Lalu, jebakannya dimana? jebakannya adalah, bahwa perasaan “ternyata saya cuman tau sedikit” itu, membuat kita untuk merasa “gak pantes” berbagi. Menyeimbangkan perasaan itu, tak mudah. Tapi menurut saya, kalau kita punya satu ilmu, bagikanlah. Mungkin ilmu yang kita punya itu, bermanfaat besar buat orang lain.

Jebakan ketiga

Jebakan ketiga kita rasakan saat kita semangat belajar “ilmu akhirat” atau “ilmu dunia”. Sebenarnya pembagian ini tidak tepat. Tapi untuk menjelaskan maksud saya, sementara kita pakai dulu, dengan “tanda kutip” ya…. Saya pernah mengalami kegalauan untuk “memposisikan” “ilmu akhirat” yaitu ilmu dari al-qur’an dengan “ilmu dunia” yang saya pelajari yaitu psikologi. 40 hari di tanah suci tahun lalu, adalah kontemplasi saya mengenai hal ini. Dan saya sudah punya jawabannya. Bahwa “ilmu akhirat” adalah batasannya. Melalui “ilmu akhirat”, saya tahu value apa yang harus saya ikuti. Operasionalisasinya? berapa kali Allah mengatakan dalam Al-Qur’an bahwa kita harus berpikir.  Untuk menyingkap rahasia alam…… . Kita perlu “ilmu alat” untuk menyingkap kebesaran Allah ! Makanya,  jujur saya sediiiiiiih banget kalau ada yang bilang, semua penyakit bisa sembuh oleh ****. Halooooo…apa kabar dunia kedokteran? Atau ada yang mengatakan … “ah, mendidik anak mah pake bismillah aja. Yang penting mah sabar”. Yups….tapi sabar yang bagaimana yang harus kita tunjukkan saat anak kita mengalami autism? sabar seperti apa saat menghadapi anak adhd? sabar seperti apa saat menghadapi anak yang agresif? sabar seperti apa menghadapi si remaja ? sabar seperti apa saat anak kita terpapar pornografi? Hei….semua itu ada ilmunya loooh…. Hanya bersandar pada nilai tanpa tahu ilmu operasionalisasinya tidak otomatis membuat kita menjadi lebih sholeh.

Itu satu sisi. Sisi lain, ada yang terlalu mengagungkan “ilmu dunia”. “Ah, menghafal Al-Quran itu kan cuman bentuk stimulasi memori…kan bisa distimulasi dengan cara lain”. “Baligh? itu gak ada dalam literatur psikologi perkembangan”. Hanya bersandar pada ilmu tanpa mempedulikan nilai, tak otomatis membuat kita menjadi lebih cerdas.

Nah, kalau kita berada di salah satu dari kelompok itu, maka menurut saya, kita terjebak. Terjebak oleh apa? terjebak oleh sikap “tak menghargai ilmu”. Ulama yang menafsirkan Qur’an itu, ilmunya tak terkira. Para ilmuwan yang menghabiskan puluhan tahun untuk riset, baik itu dunia kedokteran, psikologi, fisika, keuangan, dll beragam “ilmu dunia”, itu ilmunya tak terkira. Ayo, kita mulai hargai ilmu.

Dan…penangkal dari ketiga jebakan ilmu itu menurut saya adalah…. sikap rendah hati. Rendah hati. Rendah hati.

Mari beTHB-6-cobalajar rendah hati.

Rendah hati menahan diri saat kita tak menguasai sesuatu//Rendah hati membagi ilmu meskipun kita merasa bodoh  saat kita mendalami satu ilmu//Rendah hati menghargai beragam ilmu// Rendah hati menghargai orang berilmu//Rendah hati mempelajari ilmu dengan seimbang, baik “ilmu dunia” maupun “ilmu akhirat”.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: