Working Mom; Biar tak bertekuk lutut pada target ramadhan ,,,,,

never give upBeberapa jam lagi, semoga umur kita sampai….kita akan memasuki bulan Ramadhan. Bulan suci, penuh berkah, penuh kebaikan, bulan yang dirindukan oleh seluruh umat muslim.

Di bulan ini, Allah memberikan jamuanNya yang sangat istimewa. Pahala dilipatgandakan,  kesempatan untuk meleburkan dosa-dosa kita, terbuka luas. Serta tak lupa ada satu jamuan super istimewa dariNya : malam Lailatul Qadr.

Setelah selama dua bulan kita berdoa “Allahumma baariklana fi rojaba wa sya’ban wa balligna romadhon”…Ya Allah, berkahilah kami di bulan rajab dan sya’ban, dan sampaikanlah kami ke bulan Romadhon”, adalah sangat amat bodoh jika kita tak mempedulikan jamuan yang super istimewa dari Dia Yang Maha. Operasionalisasinya, hari-hari terakhir ini banyak yang mengingatkan dan menyemangati untuk membuat target ibadah bulan Ramadhan.

Yups, saya one hundred percent agree kalau kita HARUS bikin target amalan dan ibadah di bulan Ramadhan ini. Kita juga harus ajak pasangan dan anak-anak kita untuk bikin target. Saya juga setuju kalau targetnya harus SMART- Spesific, Measurable, Attainable, Result Oriented, Time Limit. Saya haqqul yaqin, kalau kita bikin target abstrak semisal “mendekatkan diri pada Allah” tanpa menurunkannya menjadi langkah konkrit gimana-nya, perilaku kita akan sulit untuk tergerakkan mewujudkannya. Tapi jika “mendekatkan diri pada Allah” itu kita operasionalisasikan menjadi : “Baca Qur’an dan tafsirnya, 1 juz per hari. Shalat Tarawih tanpa bolong, Sholat tahajjud dan dhuha minimal 2 rakaat setiap hari, Shodaqoh minimal 5 juta”. Nah, itu lebih  powerfull untuk mengarahkan perilaku kita. Konkrit apa yang harus kita kerjakan.

Tapi, bikin target yang SMART juga ada jebakannya loh….terutama buat para ibu-ibu, dan terutama lagi yang berkomitmen pada satu organisasi/instansi tempat ia bekerja.

Saya mau curhat dulu ah…Tau gak…tiap Romadhon, mimpi saya adalah ….saya off dari semua kegiatan, tiap hari siang malam itikaf di mesjid, baca Qur’an dan tafsirnya. Hiks…tapi itu kan hanya mimpi ya? Aktifitas kita kadang gak sinkron sama keinginan. Kayak sekarang nih…asyiikkkk…kuliah udah libur. Tapi …tapi…kenapa agenda minggu depan yang tadinya kosong melompong sekarang udah penuh terisi jadwal aktifitas ya? ujian mahasiswa, bimbingan mahasiswa, rapat ini, pertemuan itu, klien ….. Saya juga kadang berkhayal … coba kalau gak kerja…kabita sama ibu-ibu komplek yang tiap tahun punya jadwal tadarus 3 jam per hari …. tapi masih punya anak kecil…gak bisa juga khusyuk ngaji selama itu. Ah, kalau gak move on dari khayalan ini, gak akan mungkin bisa ramadhan dengan khusyuk.

Tetap punya target pribadi saat ramadhan, berusaha khusyuk di tengah-tengah hiruk pikuk aktifitas sehari-hari, adalah pilihan realistisnya. Baiklah…set target … tapi …tapi … 10 hari pertama, udah gak semangat ….jauh ketinggalan dari target awal… kenapa? hiks…ternyata karena gak realistis…. maklum lah ibu-ibu…pulang kerja, nyiapin buat buka. Malem mau tarawih, si kecil rewel dan gak mau kompromi dengan rutinitas menjelang tidur. Sahur udah bangun beberapa jam lebih awal, harus bagi waktu antara sholat, ngaji, pengen nonton kajian tafsir di tv, nyiapin sahur, mengkondisikan anak-anak yang baru belajar puasa biar gak keluar rasa kesal …. Abis sahur…mau ngaji nikmat lagi…harus nemenin anak-anak biar gak tidur lagi kalau sekolah….

Kadang-kadang, realitas itu membuat kita bertekuk lutut dan “menyerah” pada target yang kita buat. Padahal itu bahaya banggets ! Gak punya target = gak akan melakukan apa-apa. Akhirnya, jamuan istimewaNya di bulan ini pun …. lewat begitu saja. Padahal belum tentu kita dipertemukan lagi dengan ramadhan tahun depan.

Nah, berdasarkan hal itu, dalam tulisan ini saya ingin berbagi “trik” biar kita, para ibu-ibu bekerja yang cuman punya waktu terbatas buat beribadah, tak bertekuk lutut dan menyerah pasrah pada target ramadhan.

(1) Meniatkan seluruh aktifitas kita sebagai ibadah. Kang Syamril, senior saya di Salman, membuat buku berjudul Kerja itu Ibadah. Dalam pengantarnya, beliau menyampaikan kalau kita hanya meniatkan ibadah itu sholat, mengaji, dan yang sifatnya “ritual”, betapa minimnya waktu ibadah kita, dari 24 jam waktu yang kita punya. Maka dari itu, dengan sepenuh kesadaran kita harus meniatkan bahwa aktifitas kerja yang kita lakukan- entah itu mengajar, rapat, memeriksa pasien, ketemu klien, dan segala macemnya, adalah ibadah. Artinya, kita harus aware betul bahwa aktifitas kita memenuhi 3 syarat ibadah: bermanfaat, baik dan benar.

(2) Beberapa bulan yang lalu, dalam Majelis Percikan Iman, Ustadz Aam membahas tema “agar selalu bersemangat dalam beribadah”. Salah satu poin yang beliau sampaikan adalah “mulai dari yang ringan”. Karena kan, di Surat Al Mulk ayat 2 pun Allah menyampaikan bahwa Allah menguji kita, siapa diantara kita yang LEBIH BAIK amalnya. Bukan yang LEBIH BANYAK amalnya. Lalu ada hadits yang menyatakan bahwa “Amalan yang lebih dicintai Allah adalah amalan yang terus-menerus dilakukan walaupun sedikit”. HR Bukhari dan Muslim. Kalau kita konsisten melakukan satu amalan, lalu suatu saat karena uzur (misal sakit atau ada halangan mendadak) kita tidak bisa melakukannya, maka malaikat tetap akan mencatat bahwa kita melakukannya. Meskipun amalannya “kecil”. Misal shalat dhuha 2 rokaat, atau wudhu sebelum tidur, atau apapun.

Kalau saya hayati, “menurunkan standar” ini seperti gampang, tapi sebenarnya berat loh…karena itu tadi, karena kita sangat semangat …. Beraaaat untuk kemudian kita secara realistis menurunkan sesuai dengan “kemampuan” kita. Misalnya, kita semangat buat ngaji ODOJ. One day one juz. Itu artinya, setiap habis shalat kita harus baca dua lembar Qur’an. Masa sih, dua lembar aja gak bisa…itu semangat kita. Tapi kenyataannya…mungkin kita harus realistis bahwa ba’da dhuhur, ashar dan maghrib, target baca Qur’an  2 lembar gak tercapai karena keriweuhan kita sebagai emak-emak. Lalu berarti utangnya numpuk….numpuk terus, nah itu yang bikin patah hati dan “menyerah kalah”. Realistis aja. Kalau gak bisa ODOJ, sekarang ada grup OWOJ. One week one juz. Ah, dikit banget sih..males banget …daripada gak punya target sama sekali hayo ???? Baca tafsir…pengennya sih khatamin tafsir al-misbah nya Pak Quraish Shihab misalnya ….tapi itu beurat banget loh ! harus dicerna kata-kata dan kalimatnya satu persatu, karena uraian beliau filosofis sekali. Ya udah, targetnya diturunin. Jadi targetnya khatamin tafsir sampai juz 10 misalnya, nanti lanjut setelah bulan Ramadhan. Atau tetap mau 30 juz, tapi Tafsir yang lebih ringkas, misalnya Tafsir Ibnu Katsir yang hanya 10 jilid. Atau Tafsir ringkas Al Lubab, yang hanya 4 jilid ringkasannya tafsir Al Misbah. Di covernya juga ditulis : “tafsir untuk orang sibuk” 😉 Prinsip ini berlaku untuk sholat, dll.

3. Nyari waktu khusyuk untuk ngaji dan baca? gak akan mungkin dapet ibu-ibu mah. Catatan : ibu-ibu yang masih punya anak kecil ya. Maka, manfaatkan waktu luang di kantor, di perjalanan, buat ngaji, baca, dzikir. Kalau malu disebut “sok alim” baca qur’an di kantor, sekarang kan android gampang banget nginstal al Qur’an. Ama artinya, tafsirnya malah. Jenuh baca? pasang aja earphone. Dengerin murrotal. Gak bisa konsentrasi, istighfar dalam hati. Dijamin gak akan ada yang tau kalau kita “sholehah” hehe….

4. “Kompensasikan” kekurangan kita pada amalan yang berbasis waktu, dengan amalan yang tak “membutuhkan” waktu. Kalau kuantitas sholat, ngaji, baca kita kurang dibanding ibu-ibu lain yang kuantitas waktu luangnya lebih banyak, mari kita cari amal lain yang strategis, yang tak membutuhkan kuantitas waktu. Shodaqoh misalnya. Kita genjot. Kan katanya PNS mau ada gaji ke-13 ? nah, bisa tuh kita shodaqohin … atau kita sisihkan sekian persen THR …. trus waktu pengajian pembekalan ramadhan 2 minggu lalu, ustadz Wahab menyampaikan ada satu amalan “strategis” yang kita suka lupa, dan potensial dilakukan oleh ibu-ibu. Yaitu…memberi makan orang yang berbuka puasa. Pahalanya sama dengan orang yang berpuasa tersebut loh….. Kalau kita gak sempet masak, kita bisa beliin atau kasih mentahnya ke satpam, office boy di kantor kita, para dhuafa, dhuafa difabel….banyaaak banget yang membutuhkan.

Tulisan ini tentunya tak bermaksud untuk melemahkan semangat ibu-ibu bekerja yang “siap tempur” untuk mencapai target amalan ibadah yang “tinggi”. Amalan yang banyak dan baik, TOP BANGET. Tapi dibanding gak punya amalan sama sekali, amalan sedikit tapi konsisten is a better choice.

Dan penghayatan saya, keistimewaan dan keberlimpahan rahmatNya di bulan Ramadhan adalah “reinforcement”, fasilitas pembelajaran dariNya untuk membentuk sikap mental kita. Yang namanya proses belajar, cirinya adalah menetap. Jadi, sikap mental kita yang dibangun saat ramadhan, agar perilaku kita setelah ramadhan berubah. Dalam bahasa agama, Ramadhan adalah fasilitas pembelajaran dariNya biar kita jadi orang bertaqwa. Menjadi rang yang lebih baik. Mulai dari hal kecil, yang kita mampu lakukan, namun kita pelihara terus meskipun ramadhan nanti telah berlalu.

Marhaban ya Ramadhan……Semangat !!!!!