Yang mengakar yang terlupakan : catatan tentang fondasi belajar anak

Kata pengantar : akhir-akhir ini saya kurang kreatip mencari pilihan kata untuk judul. Jadi judulnyah rada lebay kkk (emang pernah kreatip? haha….)

Beberapa waktu yang lalu, saya membantu sebuah institusi pendidikan pra sekolah, yang ingin mengetahui apakah  aspek-aspek perkembangan anak-anak didiknya sesuai dengan usianya. Sekitar 50 anak usia 3 sampai 5 tahun. Saya menggunakan alat “sederhana”, yaitu  Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak dari Yayasan Puspa Suryakanti, yang posternya bisa didonlot dengan mengetikkan kata “suryakanti” “deteksi dini tumbuh kembang anak” lalu klik image,  pada mbak Gugel. Kalau mau bukunya yang lengkap dengan stimulasinya, bisa pesan langsung kesana. Alamat dan nomor telponnya mudah di dapat, dari mbah Gugel juga.

Hasilnya, aspek yang paling banyak berada di bawah usia anak-anak tersebut adalah ….. jeng jeng jeng…..gerakan kasar, atau motorik kasar. Pause dulu. Sebelum lanjut, bagi ibu-ibu yang punya anak balita…coba cek dulu perkembangan motorik kasar anaknya :

  • usia 4 bulan : mampu menumpu dengan kedua lengan dan berusaha mengangkat kepala
  • usia 8 bulan : mampu duduk sendiri dan kemudian mengambil posisi ongkong-ongkong dan bertahan sebentar
  • usia 12 bulan : mampu berjalan sendiri dan berjalan sambil berpegangan
  • usia 18 bulan : mampu berlari tanpa jatuh
  • usia 24 bulan : mampu melompat dengan dua kaki sekaligus
  • usia 36 bulan : mampu turun tangga dengan kaki bergantian tanpa berpegangan
  • usia 48 bulan : mampu melompat dengan satu kaki (engklek) di tempat
  • usia 60 bulan : mampu melompat dengan satu kaki (engklek) ke arah depan.

Nah, bagaimana ibu-ibu? kalau anak kita mampu melakukan gerakan kasar sesuai dengan usianya, alhamdulillah. Bila belum, berarti kita harus extra menstimulasinya.

Mengapa harus ekstra? apa pentingnya? mari kita perhatikan gambar yang saya copy dari link http://dorsetadultaspergerssupport.org.uk/bmth-20mar12-review ini:

march2012-diagramGambar ini menunjukkan bagaimana proses belajar terjadi pada manusia, pada anak-anak kita. Gerakan kasar, berada di level kedua, yaitu sensory motor development. Jauuuuh sebelum kita mengajarkan anak kita a-b-c dan 1-2-3, kita harus tanam dulu akar yang kuat dan kokoh. calistung mah buahnya. Akarnya dulu yang harus kita tanam. Apakah itu? kekuatan, pengendalian, kesimbangan  dan koordinasi tubuh.

Coba saja kita ajarkan anak yang belum bisa duduk diam membaca. Atau kita coba ajarin anak yang gak bisa duduk tegak, yang nyenderin kepalanya di atas meja, menulis. Kemungkinan  kita akan kesal, dan anak pun tak mudah berhasil.

Memang yang “tricky”nya adalah, sering kali kita menganggap kemampuan gerak kasar: berlari, melompat, berguling, dll dll itu, “otomatis”. Dan sesuatu yang “otomatis” biasanya menjadi tak begitu kita hargai. Saya juga dulu berpikir begitu. Sampai saya bertemu dengan anak-anak yang mengalami hambatan dalam kemampuan gerakan kasarnya.

Setiap kali menyaksikan bahwa –tak semua anak umur 2 tahun bisa jalan “ajeg”; tak semua anak umur 3 tahun bisa lari kelak-kelok lalu berhenti tanpa jatuh; tak semua anak umur 4 tahun “berani” spontan lompat sana lompat sini gak mau diem, tak semua anak umur 5 tahun bisa lentur berkoprol ria, ber-engklek ria ke sana kemari- saya kemudian sadar bahwa saat kita pusing melihat anak balita kita yang “gak mau diem”, di saat yang sama kita harus bersyukur. Kalau istilah seorang terapis, saat ia menjelaskan perkembangan anak…… bergerak itu, harusnya anak gak pake mikir. Harus spontan. Karena ia diproses di “otak bawah”. Nah, kalau mau lompat aja mikir, mau manjat bingung….maka …ia belum punya “akar yang kuat” untuk nanti ia “dituntut” mikir beneran.

Perkembangan motorik kasar ini, bagi anak-anak yang tidak mengalami masalah secara biologis, banyak dipengaruhi oleh pengalaman. Ketika seorang anak  melompati sebuah parit kecil dengan lompatan yang besar lalu ia melompat terlalu jauh, selanjutnya ia akan melompat dengan lompatan yang lebih kecil. Ia akan belajar banyak hal….perencanaan (motor planning), keakuratan tenaga yang perlu ia keluarkan, strategi tubuh apa yang harus ia lakukan saat akan terjengkang misalnya… yang semua pembelajaran itu, harus DIALAMI oleh anak.

Kalau saya amati, sebenarnya sudah banyak sekali, dalam beragam konteks, yang memaparkan bahwa semakin hari, anak-anak kita semakin sedikit punya kesempatan untuk MENGALAMI gerakan tubuh. Beberapa tahun lalu, waktu saya nemenin anak-anak nonton film Garuda di Dadaku, digambarkan anak-anak main bola di kuburan. Karena gak ada lapangan. Dan itu memang real. Setiap kali dalam perjalanan aktifitas saya, saya melihat …. sekarang ini banyak TK atau PAUD yang bangunannya berupa rumah, langsung berbatasan dengan jalan raya. Tak ada halaman. Terasnya hanya cukup untuk satu perosotan. Tak ada tempat untuk berlarian, kejar-kejaran, main bola. Sebenarnya saya sedih banget loh….

Dalam berbagai kesempatan ngobrol dengan orangtua, anak-anak prasekolah sekarang banyak yang tidak bisa main sepeda roda dua. Bukan…bukan karena orangtuanya tak punya uang buat beliin sepeda. Tapi mau sepedahan dimana? Saya menghayati betul “keluhan” dan masalah yang dirasakan oleh para orangtua tersebut. Saya pun mengalaminya. Hana, baru bisa sepeda roda dua umur 5,5 tahun. Padahal kakak-kakaknya umur 4 tahun. Sepeda ada. Tapi mainnya dimana? pagi dan sore, jalanan komplek kami ramai oleh mobil yang keluar dan masuk. Masalah lainnya adalah, gak ada yang nemenin main, dengan susahnya cari ART sekarang. Mau ibu bekerja mau ibu rumahtangga, kalau tanpa ART problemnya sama, keterbatasan waktu.

Orangtua kalangan atas, yang rumahnya ratusan meter -tiga lantai di kompleks yang  luas-luas, yang bisa menggaji satu anak satu suster, problemnya beda lagi. Keamanan. Takut anaknya ada yang menculik. Saya juga memahami dan menghayati hal ini. Lha wong kemarin, Umar main sepedahan keluar komplek aja, saya udah panik…minta sopir cariin. Pas dateng, dia sih cuek aja bilang “mas Umar cuman liat komplek baru di depan kok” katanya. Di jaman kejahatan begitu sudah sangat merebak seperti ini, kita memang jadi sangat khawatir akan keselamatan anak kita.

Nah, jujur saja saya benar-benar memeras otak untuk mencari solusi bagi masalah ini. Bukan apa-apa, karena saya tak bisa hanya “melempar masalah”; mengatakan pada orangtua bahwa mereka perlu menstimulasi motorik kasar anak-anaknya. Menjelaskan urgensinya, dampak jangka panjangnya. Saat orangtua mengeluhkan masalah-masalah di atas dan kembali bertanya harusnya gimana, saya minimal harus bisa memfasilitasi diskusi mengenai alternatif-alternatif yang bisa dilakukan. Dan alternatif-alternatif itu, memang HARUS dilakukan. Stimulasi motorik kasar pada anak prasekolah, HARUS dilakukan.

Saya masih ingat paparan seorang psikolog-terapis dalam satu seminar yang saya ikuti: Secara statistik, anak-anak yang memang butuh terapi itu, hanya 20%. 80%nya tak butuh terapi. 80% punya modal dasar yang bisa berkembang optimal.  Namun sayangnya, yang 80% itu, tak semuanya perkembangannya berjalan “mulus”; karena faktor PENGALAMAN itu tadi… Sayaaaang banget kalau anak kita sebenarnya bisa berkembang optimal, tapi karena kurang stimulasi, harus ikut terapi. Terapi itu mahal loh … mungkin bisa dihitung jari sekarang yang harganya kurang dari 100 ribu per jam. Kali berapa pertemuan seminggu. Belum lagi kita harus meluangkan waktu, juga psikologis membujuk anak….

Nah, sekarang jadi gimana caranya biar anak-anak kita, terstimulasi motorik kasarnya dengan optimal, hingga dia punya “akar yang kuat” untuk perkembangannya? yang terpikir oleh saya adalah beberapa poin di bawah ini:

(1) Kita harus “berkorban”. Balik lagi ke prinsip dasar kehidupan ini: No gain without pain. Anak akan memberi tanda, kapan dia butuh stimulasi motorik kasar. Biasanya mulai dari usia 1 tahun, saat ia bisa melakukan hal-hal fisik-motorik sendiri. Daaan…memuncak di usia 3-4 tahun, seperti yang sedang saya alami dengan si bungsu Azzam.

Apa yang harus kita lakukan? berikan lingkungan rumah yang memungkinkan  anak untuk melakukan beragam kegiatan motorik kasar DENGAN AMAN. Anak umur 1 tahun seneng banget naik turun tangga. Bisa berjam-jam dia naik-turun-naik-turun-naik-turun tangga. Saya lebih setuju membiarkannya sambil menjaga agar anak tidak jatuh, dibanding melarangnya. Coba saja amati…anak umur 1 tahun pun, dia sudah punya “strategi” loh, untuk naik-turun tangga. Strategi yang berbeda dibandingkan strategi si anak umur 2,3,4 tahun. Kalau rumah kita agak luas, beri space untuk beraktivitas motorik kasar. Lantai bawah rumah saya, meskipun saya ingin banget mengisinya dengan furnitur ini-itu, akhirnya saya menyerah. Membiarkannya menjadi “lapangan” buat main sepeda, main badminton, main bola…. 😉

Sediakan pula waktu untuk “main fisik” dengan si kecil. Nah, ini agak berat nih buat ibu-ibu….karena mungkin “fitrah”nya ibu-ibu mah mainnya yang lembut-lembut. Saya juga sangat kewalahan dan sering “enggan” saat si bungsu 3,3 tahun yang lagi puncak-puncaknya banget ngajak main motorik kasar; main bola, main “lawan-lawanan”, main “perang bantal”, kuda-kudaan, sepedahan…. Nah, disinilah para Bapak berfungsi. Saya sangat mengandalkan si abah ……Atau kalau karena satu dan lain hal harus kita yang nemenin anak-anak, ya …. mari kita lakukan. Kalau kita enggan ke luar rumah, balik lagi…bikin medianya di dalam rumah. IMG-20150622-WA0011Tadi sore, saya bikin sonlah-sonlahan di balkon. Gara-gara udah mati gaya sama si bungsu. Si 3 tahun ini, ampe setengah jam bolak-balik-bolak-balik engklek, sampe teler …udah teler gitu, kirain udahan…eh, ngajak lagi…

(2) Kalau dalam wekdays minim banget waktu yang bisa kita alokasikan untuk main motorik kasar, manfaatkan dua hari weekend ! Nah, ini kojo saya nih…weekend ! ajaklah anak-anak main ke tempat-tempat yang membuat mereka bisa lari, lompat, manjat, meniti….sekarang udah banyak tempat hiburan yang berupa wahana outbond. Beragam taman di Bandung buat orang Bandung, kayaknya bisa juga tuh. Atau kalau di mall, ajak anak-anak kita ke tempat bermain yang luas. Kayak Gym and Jump gituh. Banyak kok. Minggu lalu, saya ajak Azzam ke Jatos, “mall” yang ada di Jatinangor, mainan favorit mereka adalah …. trampolin….dua jam memainkan beragam wahana disana, masih ngambek pas diajak pulang. Beberapa keluarga saya amati punya habit olahraga di weekend, bersama anak-anaknya. That’s cool ! keyyen ! lari bareng, berenang bareng….

(3) Bagi yang memiliki kemampuan, bisa memfasilitasi kegiatan motorik kasar buat anak-anak dalam lingkup yang lebih luas. Beberapa waktu lalu, seorang senior saya menyatakan keprihatiannaya  karena katanya anak-anak sekarang pada gak bisa koprol ! padahal koprol itu konon kemampuan motorik kasar yang penting. Kata teman saya yang pernah tinggal lama di luar negeri, salah satu kekurangan di Indonesia adalah bahwa di sekolah-sekolah, minim sekali pelajaran “senam”. Nah, kalau ada teman yang bisa memfasilitasi anak-anak kita penerus masa depan bangsa untuk terstimulasi motorik kasarnya lewat aktifitas-aktifitas yang stimulatif, ah…insya allah sangaaaaat bermanfaat.

Nah, baru itu sih yang kepikiran…bagi yang punya saran lain, monggo….

Sebagai muslim, apalagi pas saat romadhon gini, saya selalu ingat kisah bahwa Rasul itu, dalam tarawihnya membaca dalam satu rakaat surat Al-Baqarah, kemudian An-Nisa, kemudian Ali Imran. Beliau membacanya dengan lambat dan panjang. Kalau tubuh Rasulullah tidak seimbang, mana mungkin beliau punya daya tahan sekuat itu? se-tumaninah itu? “softwarenya” keimanan. “hardwarenya” … tubuh yang terolah dengan baik. Sekarang, kita lihat  anak-anak kita, yang usia 5 tahun masih susah banget buat engklek, cuman bisa duduk diam semenit dua menit. Kalau dibiarkan… apakah bisa se-tumaninah beliau saat sholat?

Jadi biar tambah semangat, kalau kita bercita-cita ingin anak kita sholeh, jadi ahli ibadah yang khusyuk dan tumaninah, cerdas dan bisa menyerap banyak ilmu karena konsentrasi yang kuat, mampu memahami hal-hal abstrak dengan mudah, menstimulasi motorik kasar insya allah menjadi bagian dari perjuangan mewujudkan cita-cita itu. Aamiin…

 

 

2 Comments (+add yours?)

  1. muhammaddelly
    Jun 24, 2015 @ 09:01:11

    Selamat pagi mbak, perkenalkan saya Delly, saya tertarik dengan tulisan Mbak, Ingin diskusi lebih interpersonal. Boleh saya meminta kontak mbak? Terimakasih :))

  2. wiwiadiwibowo
    Jun 25, 2015 @ 04:53:34

    Keyyeen

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: