Beberapa hari lalu, 26 Juni, Perkawinan sesama jenis resmi legal di Amerika. Meskipun hal itu terjadi di “sana”, tapi gelombangnya sampai di sini. Arus gelombang pemikiran dan perasaan terkait peristiwa tersebut, perlahan namun pasti terlihat di medsos. Isunya di Indonesia, sangat kental dikaitkan dengan agama. Pro, kontra, dan berbagai konsekuensi dari pro-kontra itu.
Saya, punya beragam teman. Dari yang ekstrim kanan sampai ekstrim kiri. Dari yang menganggap “Tuhan itu tak ada”, sampai dengan yang menganggap “Tuhan itu banyak”. Dari yang menganggap agama itu “yang penting berbuat baik gak perlu melakukan ritual ibadah ” sampai dengan yang menganggap “kalau gerakan sholatnya gak gini, masuk neraka ;)”. Dari yang menganggap “semua agama itu sama”, sampai dengan yang menganggap kalau “gak sepengajian artinya gak seagama ;)”.
Konsekuensi dari beragam teman tersebut, yaitu beragamnya sikap, pendapat dan keyakinan mengenai topik LGBT. Ada sejumlah teman yang langsung ganti Profile Picture jadi “rainbow flag”. Pembuat facebook, memang mendukung gerakan LGBT ini sehingga facebook menyediakan fasilitas yang sangat mudah untuk menunjukkan dukungan tersebut. Sebagian, tak mengubah Profile Picture namun secara gamblang menunjukkan dukungan. Baik dengan pilihan kata bersyukur, berterima kasih, persamaan hak, kebebasan, dan pilihan kata lainnya. Sebagian, menganggap bahwa “itu bukan urusan sayah”. Mangga aja disana begitu, mangga aja kalau ada yang setuju, tapi saya dan keluarga saya, tak akan setuju. Sebagian yang lain mengutuk; tak hanya peristiwanya, namun mengutuk juga semua yang mendukung. Sebagian menyatakan akan langsung meng-unfriend teman-teman yang Profile Picturenya berubah jadi pelangi.
Di luar lingkaran teman-teman saya, perdebatan sudah sangat panas. Dalam beragam level. Mulai dari level perdebatan rasional -dengan isu HAM, dan pastinya isu agama. Ini pun berkembang luas. Saya baca ada seorang tokoh “agama” yang pro LGBT, mengatakan bahwa jika kondisi sekarang ini sama dengan kaum Nabi Luth, kok azab Allah gak turun sih? daaan..macam-macam pro dan kontra lainnya.
Saya sendiri bagaimana? Tak ada yang kebetulan pastinya. Dia yang Maha, pasti sudah mengatur segala sesuatu dengan sempurna. Hari Sabtu lalu, pas lagi rame isu ini, pas bacaan Qur’an saya sampai di surat Hud. Surat ini berisi kisah para Nabi. Nabi Ibrahim, Nabi Saleh, Nabi Syuaib dan Nabi Luth. Ayat 77-83 khusus mengenai Nabi Luth dan kaumnya. Langsunglah saya baca tafsirnya. Tafsir Ibu Katsir, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Misbah. Dalam TAfsir Al Misbah Karya Prof Quraish Shihab, saya pribadi mendapat jawaban yang gamblang. Secara komprehensif beliau membahas kaitan makna, hikmah dikaitkan dengan kondisi kekinian termasuk HAM. Kesimpulannya satu. Hubungan seksual sesama jenis adalah perbuatan keji. Haram. Titik. Bagi yang ingin membaca, ada di halaman 300-309 Tafsir Al Misbah Volume 6, buku tahun 2012 yang diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati. Ssssttt…padahal Prof Quraish Shihab oleh sebagian orang dicitrakan sebagai ulama yang “liberal” loooh 😉
Jadi, CLEAR buat saya. Serasional apapun argumennya, se-update apapun hasil penelitiannya, buat saya LGBT, NO! Saya seorang akademisi, saya seorang psikolog, tapi saya seorang muslimah. Dan ini area keyakinan. Tak ada pintu perdebatan. Titik. Operasionalisasinya? tidak akan ada apapun yang berubah dalam sikap dan perilaku saya pada teman-teman yang jelas pro LGBT. Gak ada hubungannya, karena tatarannya hablumminannas. Saya juga gak akan ikut-ikutan mengecam artis yang menyatakan dirinya pro LBGT. Buat apa? Gak ada gunanya.
Tapi sebagai seorang ibu, saya mau fokus saja menanamkan value agama saya pada anak-anak saya, dan sebagai profesional, saay akan berupaya pada lingkungan-lingkungan yang bisa saya akses. Saya menangkap ada dan semakin besar kekhawatiran pada orangtua terhadap anak-anaknya. Takut anak-anaknya terjerumus, baik dalam pikiran terlebih lagi pada perbuatan yang jelas-jelas “keji” menurut ajaran agama ini.
Untuk para orangtua dan guru-guru yang khawatir, dont worri….HARAPAN itu ada. Perubahan zaman, peruahan sosial hanya salah satu faktor yang POTENSIAL mempengaruhi anak-anak kita. Ada faktor lainnya yang bisa kita KONTROL. Penanaman nilai ! dengan berbagai cara ikhtiar kita, sampai titik darah penghabisan 😉
Berikut adalah poin-poin yang menurut saya bisa menjadi “bekal” kita untuk tak terjebak pada kecemasan, kekhawatiran dan pesimisme terkait gelombang rainbow flag.
(1) Harapan itu ada ! SANG MAHA yang langsung yang mengatakannya !
Beberapa minggu lalu, saya membaca tafsir surat Al Fatihah. Tetep dari sumber 3 buku tafsir yang saya punya. Ayat 6, “Ihdinassirootol mustaqiim”. Bimbing/antarkanlah kami ke jalan yang lurus. Prof Quraish Shihab, dengan kedalaman pemahaman bahasanya mengupas secara mendalam mengenai makna Sirath dan hidayah. Prof Hamka, dengan keindahan bahasa melayunya menjelaskan mengenai analogi sirath….katanya sirath itu adalah jalan yang lurus. Di sepanjang jalan sirath itu, ada kayak tertutup gorden. Itu adalah analogi dari aturanNya. Lalu dari gorden itu melambai-lambai ajakan untuk menepi dan berbelok. Itu adalah hal-hal yang diharamkan.
Yang paling berkesan buat saya adalah dalam Tafsir Ibu Katsir disebutkan satu hadits Qudsi, bahwa AlFatihah itu terbagi menjadi dua. Setengah untuk-Ku dan setengah lainnya untuk Hamba-Ku. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.
Dan “setengah lainnya untuk hamba-Ku” itu adalah, “ihdinassirootol mustaqiim”. Ya Allah, teruslah Engkau bimbing kami di jalan yang luru itu, dan jangan engkau simpangkan kami ke jalan yang lain”. Kita memohon hal itu, dan Allah mengatakan “Bagi hambaKu apa yang ia minta”.
Kita minta untuk tetap tegar berdiri di jalan yang lurus itu minimal 17 kali sehari !!!! dalam setiap rakaat shalat kita !!!dan Dia, yang Maha Segalanya, pengatur alam semesta ini, mengatakan “Bagi HambaKu apa yang ia minta !!!
Jadi, jangan pernah merasa khawatir !!!! Kita sudah memohon mminimal 17 kali dalam sehari pada sang MAHA! Tak ada lagi ruang bagi kita untuk ragu. Yakinlah ! bahwa Ia yang Maha, sudah berjanji untuk membimbing kita dan anak-anak kita, agar tak terbelokkan oleh logika apapun dan realitas apapun yang bertentangan dengan aturanNya.
(2) Ubah cemas jadi takut.
Cemas anak-anak kita pro dan menjadi LGBT, akan menjerumuskan kita kepada kepanikan. Kepanikan akan berujung pada perilaku impulsif yang membabibuta. Ubah cemas kita jadi takut. Takut itu objeknya jelas. terarah. Misalnya, seorang teman saya takut anaknya terjerumus LGBT karena banyak issue pesantren potensial menjadikan demikian. Maka, dia pilih pesantren yang anak-anaknya satu kasur satu orang. Sederhana, tapi terarah. Seorang teman saya yang lain, mendapati anaknya beberapa kali menonton video hubungan sex sesama jenis, dia blok koneksi internetnya, mengajak diskusi anaknya, dan mengirimnya ke psikolog.
Mari kita pelajari kondisi apa yang bisa membuat anak kita pro secara pemikiran, setuju secara perasaan dan potensial melakukan perilaku LGBT. Kita pelajari meskipun hasil penelitiannya, sumber informasinya bukan dari orang Islam. Kita manfaatkan untuk melindungi anak-anak kita.
(3) Tak ada yang paling “membahayakan” selain merasa “sendirian”. Beberapa kali saya menangkap bada-nada pesismisme dengan perubahan zaman yang semakin permisif dari para orangtua. Itu bisa kita tangkal dengan melihat realitas sebaliknya. Seringlah berkumpul bersama orang baik.
Coba lah berpaling dari dunia maya, jalan-jalan ke dunia nyata. Di waktu-waktu sholat, masih ada ratusan masjid yang berisi puluhan jamaah sholat, Yang setelahnya, orang-orang begitu khusyuk membaca Al-Qur’an mereka. Ikut pengajian-pengajian….ajak anak-anak kita. Itikaf, ajak anak-anak kita. Meskipun anak-anak kita hanya berlarilari di mesjid, ada yang namanya “mirror neuron” dalam otak kita. Neuron-neuron ynag aktif ketika kita menlihat sesuatu, sama aktifnya ketika kita melakukan sesuatu tersebut. Itu yang menjadi dasar “observational learning” atau modelling. Beri sebanyak mungkin pengalaman menyaksikan kebaikan, kekhusyukan, kebersamaan, kasih sayang, pada anak-anak kita.
Ikut pengajian dan komunitaskebaikan yang diikuti oleh orang-orang yang heterogen, itu membuat optimisme kita melambung. Membuat kita merasa masih banyaaaaak orang yang menginginkan kebaikan dan berusaha menjaga kebaikan. Bukan hanya “golongan” kita saja.
……..
Tiga poin diatas, semoga tak membuat kita gentar, untuk tetap berdiri dan mengatakan, saya muslim/muslimah. Ini value saya. Value-mu, terserah. Jangan hamburkan energi untuk berdebat, mengecam, bahkan membully orang lain yang value nya berbeda dengan kita. Kecuali kita punya “impact” yang potensial merubah orang lain. Kalau hanya “bikin berisik” aja, mending kita satukan energi untuk dengan sepenuh ketulusan dan keinginan, menggetarkan ar-rasyNya dengan permohonan kita, untuk keteguhan kita dan orang-orang yang sama-sama menginginkan selamat sampai hari abadi nanti.
Rabb…selalu….tunjukkan dan bimbing kami di jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka, bukan jalan-jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.
Semangat !!!!!
sumber gambar : https://princessofthelight.wordpress.com/2014/01/02/life-lesson-1-cling-to-hope-even-in-darkness/
Jun 30, 2015 @ 08:41:17
Masya Allah… terima kasih banyaaaak mbak!
Tulisan2 mbak selalu padat bergizi.
Love it, thanks Allah yang selalu menginspirasi psikolog paporitkuh ini 🙂
Jun 30, 2015 @ 11:55:03
saya juga bersyukur nemu blog ini 😀 terima kasih atas tulisan2nya
Jul 10, 2015 @ 11:31:36
Bagus sekali Mba, postingan blognya. Terima kasih banyak