Barisan yang membanggakan

keep-calm-and-be-a-proud-moslem….The messenger of Allah went out leading two columns, with Umar at the head of one and Hamzah at the head of the other, stirring up dust, until they entered the mosque. Quraysh looked at Umar and Hamzah, and felt distressed as never before. On that day, the messenger of Allah named him Al Farooq… (Dr. Ali M. Sallabi in Umar Ibn Al Khattab; His Life & Times, Vol. 1 page. 56)

“Teh, tau gak ********* ?” tanya adik saya. Ia menyebutkan nama laki-laki. “Engga”. Jawab saya. “Bener teh, engga tau? *******   ******” Kali ini ia menyebutkan nama panjang laki-laki tersebut, dengan intonasi tidak percaya. “Engga” jawab saya yakin.  “Ih, dia lagi tenar lagi teh…..keren banget. Alumni ITB. Jadi imam di mana-mana. Tilawahnya bagus. Itu kan temen ngaji di mesjid ***** “. Bla…bla…. pemuda hijrah ….bla…. bla…pejuang subuh …bla..bla…adik saya melanjutkan menjelaskan panjang lebar kiprah pemuda ini dan kegiatannya. Dari sekian panjang ceritanya yang saya dengar sambil  menyiapkan makan malam untuk anak-anak, yang saya seneng adalah adik saya ikut kegiatan yang positif.

Nama pemuda yang disebutkan adik saya, suatu hari kemudian saya baca di beberapa grup wa ortu anak-anak. Maklum, punya 4 anak maka punya minimal 4 grup wa. Kenapa minimal? karena biasanya satu anak punya 3 wa grup : grup kelas, grup level, sama grup sekolah hehe…. Waktu itu bulan puasa. Ada acara sanlat di SD dan SMP anak saya. “kita usulkan ke sekolah yuk, pas QL imamnya ********. Biar anak-anak termotivasi”. Kurang lebih begitu lah. Meskipun penasaran siapakah pemuda itu, namun saya belum tergerak untuk gugling siapa dia. Dengan kepadatan aktivitas, saya mah udah pasrah kalau kudet soal banyak hal.

Nama itu, ketiga kalinya saya baca di brosur nama-nama imam tarawih mesjid Salman. Masih di bulan puasa. Dari situ saya tahu bahwa ia adalah salah satu dari pemuda yang dibanggakan karena hafalan Qur’annya banyak dan lantunan tilawahnya menyentuh.

Nah, barulah saya tergerak untuk gugling. Mulai dari fotonya kkkk. Khas. berkalung surban. Oh, pantesan adik saya juga suka pake gitu. Lagi ngetrend ternyata gaya kayak gitu. Kayak gaya-gaya ustadz muda yang memandu acara perjalanan ziarah ke timur tengah di TV hehe. Owh…ternyata pemuda itu tenar juga. Saya coba gugling medsosnya, aktivis medsos juga hehe….waktu itu di akun medsosnya berisi gambar-gambar serta kesannya saat mengimami tarawih di beberapa mesjid dan acara sanlat di beberapa SD dan SMP serta SMA, lalu ada juga video bacaan surat ar-rahman, katanya requested by seorang ibu hamil yang ngidam pengen denger bacaannya.

Ada yang meresahkan dalam hati saya. Dan pada siapa lagi semua keresahan hati saya ditumpahkan, kalau tidak pada si soulmate, si abah. “Bah, aku kan gugling tentang ***** *****. Abah tau gak? gak tau kan? aku juga asalnya gak tau. Ternyata dia teh jadi idola anak-anak muda sekarang. Emang keren bah….. bla..bla..bla… Tapi kok aku kurang sreg ya waktu liat medsosnya. Ya, aku tau bahwa ini jaman medsos. Mungkin ini channel dakwah sekarang. Tapi aku teh khawatir banget…kekerenannya ternodai. Amalnya udah keren banget di mata manusia. Tapi jaga hati itu kan susah banget bah…..karena sosmed itu ngasih satu hal dengan mudah: pujian. Dan pujian itu  aduuuh….pujian itu candu, bahaya banget bah. Potensial banget merusak hati dan amal. Itu makanya di tafsirnya Pak Quraish Shihab waktu bahas makna ayat alhamdulillahhirobbil alamin, beliau bilang adab memuji itu adalah, tidak langsung di depan orangnya. Karena dampaknya bisa buruk buat yang dipuji. Ya, secara kasat mata memang pujian itu sebagai reinforcement, membuat perilaku dipertahankan bahkan ditingkatkan. Kalau perilakunya baik, ya bagus. Tapi itu bagus di mata manusia. Kalau di mata Allah kan harus ahsanu amala bah…amal yang baik, bukan amal yang banyak. Aku tuh khawatiiir banget…takut hati pemuda ini ternodai….aku lebih seneng dia menyembunyikan amalnya….aku juga khawatir banyak ustadz sekarang kalau ngasih nasihat gitu, suka ditambah foto dia. Kenapa sih harus pake foto? aku khawatir banget hati mereka engga terjaga bah” itu cerocos saya pada si abah suatu sore.

Dan dengan bijaknya, si abah menanggapi cerocosan saya dengan tenang. Ya….sebijak saya yang dengan tenang menanggapi kalau si abah sudah menggebu-gebu bicara soal polatak-politik kkkk… “De, kan dirimu yang sering bilang. Kita jangan melihat sesuatu itu satu kosong, hitam putih. Dalam kondisi masyarakat yang kompleks gini, yang harus kita kedepankan adalah belajar menghargai. Ya, anak itu memang gak sempurna. Mungkin ada benernya kekhawatiranmu. Gak 100 persen ikhlas misalnya. Tapi coba liat dampak positifnya. Anak-anak muda sekarang ini kehilangan figur. Mereka butuh figur konkrit yang bisa mereka lihat. Gak bisa dengan hanya diceritain pemuda-pemuda jaman dulu. Engga kebayang buat mereka. Bentuk perjuangannya juga sangat berbeda. Nah, amal strategis anak ini ya disitu. Coba liat si sulung….teman-temannya…kan dirimu sendiri yang bilang…temen-temennya meskipun seolah di SMPIT, wallpaper hapenya Justin Beiber lah, siapa lah yang gak jelas. Nah, eksistensi aanak-anak muda ini menjadi penting disini. Soal kekhawatiranmu, wajar. Justru itu peran kita. Kita doakan biar mereka terjaga hatinya. Kalau memungkinkan ingetin orang-orang untuk bersikap proporsional, mengagumi tapi di sisi lain peduli dan ikut menjaga hati juga”.

Ya, bener sih kata si abah. kontroversi mengenai “keikhlasan vs eksistensi” pemuda-pemuda tipe mereka ini, saat saya gugling sudah banyak yang mengemukakan. Ada satu tulisan yang komprehensif dan objektif, nadanya sama dengan apa yang disampaikan si abah. Bahkan ada tulisan hasil wawancara wartawan dengan pemuda yang bersangkutan. Pemuda yang bersangkutan menjawab bahwa ia juga membatasi, yang ia syiarkan adalah kegiatan yang sifatnya wajib. Hal ini sesuai dengan pesan Rasulullah untuk mensyiarkan amalan wajib dan menyembunyikan amalan sunnah. Good !!Si penulis menyampaikan bahwa suatu saat ia nonton infotainment yang meliput si pemuda ini, lalu beberapa artis diwawancarai. Ternyata, meskipun artis perempuan yang diwawancarai beberapa ada yang tenar karena suatu sensasi yang sulit dikatakan baik, ketika ditanya mereka ingin punya suami, anak, atau menantu seperti sosok pemuda ini. Dekat dengan Al-Qur’an, mengikrarkan diri sebagai pemuda Islam. Bangga dengan ke-islam-annya. Penulis tersebut mengatakan bahwa ini adalah suatu hal yang sangat positif, ketika sosok idola tidak dilihat dari tampilan fisik, tapi dari kualitas. Karena kalau tampilan fisik mah, si pemuda yang bersangktan memang gak terlalu “camera face”.

Kemarin, setelah subuh saya menonton channel Khazanah di TV. Yang punya TV Kabel bisa cek. Bagus-bagus acaranya. Favorit saya adalah liputan sejarah Islam dan liputan para muslim di negara-negara luar. Bangga  banget rasanya liat mereka dengan beragam warna kulit, beragam bahasa, beragam gaya menutup aurat, namun melakukan 5 rukun yang sama dengan kita. Jadi merasa bahwa Islam ini untuk seluruh alam.

Setelah itu saya mandi, menyiapkan sarapan…saya baru nyadar bahwa si bujang kecil 10 tahun dan si gadis kecil 7 tahun, sudah 30 menit terpaku di depan TV. Padahal jam sudah menunjukkan waktunya mereka mandi. Oh ternyata di TV, ada program one day one juz. Menampilkan seorang pemuda yang melantunkan ayat-ayat suci, kemarin  surat Al Mu’minun dan surat Annur.Oh pemuda itu. Mereka berdua seperti tersihir. Padahal secara visual, tampilan di layar hanya si pemuda itu dengan Al Qur’an di hadapannya. Tapi alunannya memang enak didengar. Tanpa sadar saya berkata pada si bujang kecil : “Dia itu arsitek loh Mas, dari ITB. Pinter, tapi banyak juga hafalannya. Enakeun banget ya ngajinya”. Kalimat saya pendek, namun saya mengenali nada kebangaan dalam nada suara saya.

Ya, dari sekian banyak sahabat Rasul, ada beberapa nama yang saat kita mendengarnya, menumbuhkan kebanggaan dalam hati kita. Kebanggaan karena mereka adalah sosok yang … membanggakan… bukan hanya dari sudut pandang Islam, tapi dengan ukuran apapun kita mengukurnya. Orang-orang ini, secara universal diakui kehebatannya. Pada saat Umar belum masuk Islam, betapa orang Quraisy merasa kuat Umar ada di barisan mereka. Demikian juga dengan Khalid Bin Walid. Maka, ketika orang-orang ini tampil dengan identitas kemuslimannya, memberikan impact yang berbeda. Membuat kita merasa barisan agama ini kuat. Bangga.

Visi itulah yang ingiiiiiiiiiiin saya tanamkan pada generasi muda Islam, juga pada orangtuanya (siapa elo? hehe….). Jangan berantem untuk hal-hal yang gak penting. Pesantren vs sekolah IT vs sekolah negeri vs homeschooling…itu mah gak penting…. sekolah favorit vs sekolah gak favorit vs jurusan keren vs jurusan gak keren… itu juga nomor sekian apalagi perdebatan masalah nikah tua vs nikah muda, atau perdebatan bumi itu bulat atau datar…..engga banget deh hehe… Yang jauuuuh lebih penting adalah, apakah anak-anak kita, diri kita, saat diketahui bahwa kita muslim, menumbuhkan rasa bangga-kah pada saudara-saudara muslim kita, bahwa kita berada di barisan ini? atau justru sebaliknya? kelakuan kita membuat saudara-saudara muslim kita jadi merasa malu dan kecil?

Mau jadi hafidz? alhamdulillah. Jadi profesor astronomi? wartawan? penulis? perawat? ibu rumah tangga?ahli ekonomi?  pedagang di pasar? ahli tafsir? penggiat lingkungan? aktivis politik? menjadi apapun, yang harus kita bekalkan pada anak-anak kita adalah, jadilah orang yang berkualitas. Yang orang-orang non muslim mengakui kualitas kita. Karena kita menunjukkan kebaikan universal yang tak terbantahkan.  Jadilah orang yang berkualitas, yang saat saudara muslim kita tahu kita adalah muslim, mereka akan mengatakan dengan bangga “dia saudaraku”.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: