#02 Amelie

“Hai…kalian curang tidak membangunkan aku!” teriakan Amelie memecah keheningan yang terjadi antara Rara dan Om Mark. Amelie bersandar pada bingkai pintu, dengan rambut keriting merah kecoklatannya yang acak-acakan. Rara dan Om Mark saling memandang dan tersenyum. Mereka sepakat untuk tak pernah membangunkan Amelie. Kalau melihat Amelie tertidur, rasanya tak ada seorang pun yang tega membangunkannya. Ia tidur seperti bayi. Wajah bulatnya, kulit putih kemerahan dengan sedikit bintik, membuat siapapun lebih memilih untuk menatapnya dan tertulari perasaan damai, dibandingkan membangunkannya.

Dengan wajah cemberut, Amelie memandang mereka : “Kalian tidak mulai membicarakan itu tanpa aku kan“. Wajahnya dibuat seolah-olah “menginterogasi” kami. “Itu apa?” Wajah Om Mark tak kalah “menggoda”. “Insiden Vondelpark!” katanya. Hahaha… Amelie memang paling jago bikin jargon-jargon lucu. “Insiden Vondelpark” pasti ia maksudkan peristiwa yang membuat Rara patah hati itu. “What do you think?” Om Mark memberi tanda pada Rara seolah-olah mereka punya rahasia. Amelie menatap wajah Rara : “Melihat masih mendungnya wajah kamu, kamu pasti belum siap menceritakannya. Iya kaaan?” tanyanya. Rara hanya tersenyum.

“Makan yuk! I am starving” kata Amelie mengalihkan pembicaraan. “Kita berdua yang masak ya Pa, Papa santai saja baca koran”, kata Amelie menyodorkan koran hari itu pada Om Mark. “Oke, nanti papa yang cuci piring” kata Om Mark. Ini salah satu yang Rara kagumi dari bapak-bapak di Belanda. Di awal, dia tak terbiasa melihat om Mark atau Prof. Hans memasak atau mencuci piring. Sampai om Mark bilang “Rara, real man do the dishes”. Sebagai negara yang berada di garis terdepan persamaan gender, di Belanda sangat biasa para laki-laki  mencuci, memasak, menyetrika, membereskan rumah, menggendong bayi atau mendorong stroller.

02 amelie_breakfastRara dan Amelie menyiapkan sarapan. Kentang rebus, ayam panggang dan tumis bayam yang ditaburi “pijnboom pitten“. Sambil makan, Amelie bertanya: “Rara, what will you do today? kamu masih perlu sendirian?” . “Aku belum punya rencana apapun”, jawab Rara. “Aku ada janji dengan Martin di Boekhandel Dominicanen buat cari kado buat Mama Martha. Trus kayaknya menginap di rumah Martin. Besok ultah Mama Martha. Kamu mau ikut gak?” Mama Martha yang dimaksud Amelie adalah mamanya Martin, calon mertua Amelie. Tante Martha dan Tante Imke adalah sahabat baik. Percaya atau tidak, pertunangan Amelie dan Martin adalah hasil perjodohan Tante Martha dan Tante Imke. Rara masih ingat bagaimana dua tahun lalu Amelie berusaha menumbuhkan cinta pada pemuda canggung super jangkung yang berprofesi sebagai pengacara itu. Syukurlah cinta itu perlahan tumbuh, sehingga tepat seminggu sebelum tante Imke wafat tahun lalu, pertunangan mereka dilaksanakan, tanpa paksaan dan penuh cinta.

“Papa ada janji di kampus jam 10” kata Om Mark. Meskipun Om Mark sudah pensiun, namun ia masih mengisi kuliah seminggu sekali dan masih punya jadwal meeting dengan kolega-koleganya. “Bagaimana kalau kamu berangkat dengan Amelie. Kamu bisa jalan-jalan di sekitar centrum, nanti jam 4 kita ketemu di De Tribune. Ada buku yang harus om ambil disana”. De Tribune adalah toko buku favorit om Mark dan tante Imke. Om Mark sering sekali memesan buku-buku baru di toko buku itu. Rara sudah beberapa kali diajak kesana. Pemiliknya adalah sahabat Om Mark, Om Rene. Ia menjaga sendiri toko buku itu, dan mulai mengkader cucunya. Om Rene bukan sembarang “pemilik toko buku”. Ia pecinta buku. Ambillah satu buku sembarang di toko itu, tanyakan isinya apa. Om Rene akan menceritakannya dengan mata berbinar, lalu ia juga akan menceritakan mengenai pengarangnya, dan buku-buku lain yang ditulis oleh pengarang tersebut. Rara dan Amelie pernah menemani Om Mark kesana, dan mereka harus menunggu obrolan mereka berdua satu jam lebih! Sungai Maas dan bangunan-bangunan cantik di sekitarnya adalah favorit Rara. Rencana yang ditawarkan om Mark sangat sempurna.

Jam 10 kurang 20 menit, tepat saat om Mark menyelesaikan piring terakhir yang ia cuci. Om Mark lalu pamit, Amelie juga pamit untuk mandi. Tinggal Rara sendirian di meja makan. Di meja makan ini, percakapan selalu terasa hangat. Kalau Rara diminta memilih momen-momen terbaik dalam hidupnya, maka berbincang di meja makan ini akan masuk di momen itu. Terutama saat sosok Om Mark ada dalam lingkaran perbincangan itu. Mungkin karena Rara tak pernah mengenal sosok yang namanya ayah. Di negeri inilah ia pertama kali mengenal  dua sosok ayah. Prof Hans dan Om Mark, di usianya yang ke-25 tahun.

02 amelie_meja makan

Ah, Yang Maha Kuasa memang penuh rahasia. Rara teringat momen pertemuan pertama dengan Amelie. Setelah acara semi formal perkenalan dan sesi formal pertemuan antara Prof Hans, Christian sebagai daily supervisor dan Barbara dan Amelie sebagai tim, Amelie langsung mendatanginya. “You have to meet my papa, he will loves you”, ia langsung berkata demikian dengan gesturenya yang saat itu terasa mengintimidasi bagi Rara. “He is Indonesia big fan. He loves nasi goreng. soto betawi, rendang, nasi rames and sop buntut. He visit Indonesia every year! He fall in love with Bali, Lombok, Jogja, Bunaken, Raja Ampat, Bandung and Ciwidey. He said Indonesia is a perfect place for my honeymoon someday”. Rara ingin tertawa mendengar Amelie mengucapkan nama makanan dan tempat-tempat di Indonesia dengan pronunciation Dutch-nya.

Di negeri individualis ini, menjadi kolega di kampus belum tentu otomatis menjadi teman. Tapi itu tak terjadi antara Amelie dan Rara. Sejak hari itu, sampai 4 tahun kemudian saat ini, mereka menjadi sahabat. Om Mark yang seolah menjadi lem bagi meraka. Dua gadis yang lahir dan tumbuh besar dengan jarak 11 ribuan kilometer, bertemu setelah 25 tahun, dengan tampilan fisik dan kepribadian yang berbeda, tapi langsung merasa “dekat” mulai saat pertama kali bertemu. Hari itu, mereka pulang dari kampus bersama.

Waktu menunjukkan pukul 10.30 saat langkah Amelie terdengar menuruni tangga. Ia sudah tampil cantik dengan kemeja kotak-kotak kecil berwarna gelap dan celana jeans. Rambutnya digulung ke atas. Penampilan Amelie memang cenderung casual. Ia menghampiri Rara yang masih duduk di kursi makan. “He apps me” katanya dengan suara rendah. “Dia tanya apakah kamu baik-baik saja. Aku jawab yes”. Rara mengangguk meng-iya-kan. “But, are you ?” tanya Amelie. wajahnya menatap Rara serius. “I feel much better now” jawab Rara. Ia masih belum siap menceritakana apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan dia di Vondelpark tempo hari.

 

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: