How To Be A Playful Mother

Dari sekian banyak teori-teori pengasuhan, Skinner, Johnson dan Snyder pada tahun 2005 melakukan review yang menyeluruh dan mengemukakan bahwa seluruh teori pengasuhan bisa diekstraksi menjadi 6 dimensi inti. Enam dimensi inti pengasuhan tersebut adalah warmth, structure, autonomy support, rejection, chaos dan coercion. Nanti kita bahas satu-satu ya, dari A sampai Z.

Pada tulisan ini saya ingin menyinggung sedikit mengenai dimensi pertama, yaitu warmth. Warmth atau “kehangatan”, adalah inti dari beragam istilah yang dikemukakan oleh beragam ahli. Istilah lainnya adalah penerimaan, cinta, dukungan, keterlibatan yang positif, kedekatan, hubungan, sensitifitas, attchment, keterikatan emosi. Intinya adalah ekspresi ce-i-en-te-a hehe…. Aspek ini merupakan aspek yang super duper penting; dan selalu ditemukan dalam beragam penelitian yang mengkaji pengasuhan orangtua pada anak.

Saya ingat salah satu status teman saya, seorang dokter gigi yang meneliti dan meyakini bahwa relasi yang baik antara dokter-pasien adalah unsur penting dalam profesinya. Statusnya kurang lebih begini: “peralatan canggih, teknik up to date, gak ada gunanya kalau pasien gak mau buka mulut”. Dalam praktek pengasuhan, saya pernah mendengar seorang ibu berkata: “percuma lah ikutan parenting ini itu; gak bisa dipraktekin kalau kitanya lagi kesel mah”.

Yups; syarat perlu dari semua teknik pengasuhan adalah suasana hati positif seorang ibu. Tau sih, kalau bangunin si remaja buat sholat subuh itu gak boleh sambil marah. Tapi kalau hati lagi kesel, boro-boro bisa sabar. Tau sih, kalau ngingetin anak itu jangan sambil ngomel. Tapi ini lagi bete, ngomel adalah hal yang “spontan”. Tau sih, si balita yang gak mau mandi itu, kalau dibujuk diajak main mah pasti seneng dan sukarela melakukannya. Tapi kalau lagi gak mood, semua pengetahuan itu menguap. Jadilah ilmu pengasuhan itu sebatas jadi koleksi, bukan ilmu yang bisa kita amalkan.

Nah…jadi, penting sekali buat emak-emak untuk menjaga moodnya tetap baik. Coba visualisasikan bentuk cinta dalam bayangan kita secara konkrit. Pasti sesuatu yang lembut, mengalir, halus, feminin. Bukan sesuatu yang keras atau tajam. Nah, itu nyambung dengan kondisi fisik kita. Kalau kiat lagi cemas, lagi kesel, lagi bete; badan kita tegang. Boro2 bisa meluk. Boro2 bisa membelai. Boro2 bisa berkata pelan dan berbisik. Maka, kalau kita sedang tegang secara psikologis, kita harus berusaha untuk mengembalikan kondisi menjadi rileks.

Gimana caranya biar bisa menjaga mood tetap baik, diantara keriweuhan kita sebagai emak? Beberapa hari lalu, saya dalam kondisi “tegang” itu. Sore sampai  malam, saya ngomel terus. Saya menguping obrolan si bungsu 5 tahun dan si gadis kecil 8 tahun yang sedang bermain bajak laut, begini: “kapten, ibu kita marah-marah terus ya..” //”iya, aku tidak suka mendengar marahnya. Ibu kita jadi sangat menyebalkan kalau marah-marah”//”iya, ibu kita jadi seperti monster laut kalau sedang marah-marah”//”ayo kita pergi saja mencari harta karun kapten, siapa tau harta karun yang kita dapatkan, bisa membuat marah ibu kita jadi hilang”//

Haha…hayang seuri jadinya. Paginya, saya bertekad memperbaiki mood saya. Waktu saya buka yutub mencari tutorial sebuah program yang belum saya pahami, di list yutub ada nursery rhymes. Tiba-tiba saya ingat satu video yang dulu kita suka nonton. Gerak dan lagu “hokey pokey”. Saya temukan video itu https://www.youtube.com/watch?v=d6d6Avbpjf8.  Si bungsu dan si gadis kecil yang mendengar suara lagunya di yutub langsung mendekat, lalu meraih tangan saya. Memang dulu kita sering joget bareng. Abis hokey pokey biasanya lanjut ke head shoulder knee and toe, dan selanjutnya dan selanjutnya.

Lalu, kami pun menari hokey pokey. Selesai satu lagu, ulang lagi..ulang lagi…ulang lagi… tak terasa, saya pun jadi menikmati dan berimprovisasi. Improvisasi yang membuat kami tertawa bersama, lalu mereka pun mengatakan “lagi…lagi….”. 30 menit saja…dan tadaaaa anak-anak senang, saya pun senang. Mood saya kembali positif. Setelah itu, meskipun yang harus saya lakukan masih banyak, saya masih nangkring seharian di depan laptop, tapi saya sesekali mengejutkan anak-anak yang lagi senang main bajak laut dengan tiba-tiba jadi monster; atau break untuk main game plants versus zombie; ketawa-ketawa mentertawakan kebodohan strategi kami, atau diajak nyanyi lagu-lagu yang akan ditampilkan di pentas nanti  lengkap dengan gerakannya:

hatiku bahagia//berkumpul bersama// hutanku lestari//alampun berseri//kamipun menari//kamipun menyanyi //makanan berlimpah//minuman beruah//pohonan berbuah//semakpun berbunga//kamipun//bernyanyi//kamipun menari…

lalu lanjut lagu lainnya:

panon poe mawa caang//unggal isuk tangtu datang//manuk recet nitah hudang//ngajurungkeun nu rek miang//hayu batur dialajar//ulah sok bari talangke//diajar tong hararese//tong eleh ku panonpoe//

lanjut lagi lagi favorit kami bertiga:

Five Little Speckled Frogs// Sat on a speckled log//Eating the most delicious bugs. NYAM NYAM//One jumped into the pool//Where it was nice and cool//Now there are Four green speckled frogs. GLUP GLUP
Four Little Speckled Frogs//Sat on a speckled log//Eating the most delicious bugs. NYAM NYAM//One jumped into the pool//Where it was nice and cool//Now there are Three green speckled frogs. GLUP GLUP …. demikian selanjutnya sampai dengan one little speckled frog

Waktu saya ikutan workshop family therapy, contoh-contoh yang ditunjukkan oleh coach dari Belanda itu kebanyakan persoalan remaja. Lalu saat break, saya tanya gimana caranya menghadapi remaja yang biasanya cenderung “bermuka tembok” alias lempeng. Maksud saya sih nanya soal si remaja saya yang di rumah haha…. Pak coach menjelaskan mengapa si remaja wajar “bermuka tembok”, dan yang harus dilakukan adalah tetap menjalin koneksi dengannya. “but, you have to be playful” dia bilang. Kalau engga, si remaja akan “kabur” semakin jauh.

Playful. Menyenangkan. Rileks. Tertawa. Cinta. Tahun lalu, saya melakukan penelitian pada anak usia prasekolah, mengenai persepsi mereka tentang cinta. Saya bertanya siapa yang mereka rasa paling mencintai mereka, dan apa tanda bahwa orang itu mencintai mereka. Jawaban untuk pertanyaan yang kedua kebanyakan adalah “dipeluk, dicium”.

Yups… setiap kali sharing mengenai pengasuhan; saya selalu bilang: buat ibu yang anaknya masih bayi, usia prasekolah, masih usia sekolah, ayo jangan sia-siakan untuk memupuk cinta dan menabung keterikatan emosional. Kenapa? karena gampaaaaaang banget. Semenyebalkan-menyebalkannya perilaku mereka, tapi mereka tuh masih lucu banget. Beda sama anak remaja yang gak ada lucu-lucunya sama sekali.

Membangun koneksi cinta dengan anak prasekolah; tinggal peluk erat, cium, gelitikin, kejar lalu peluk, gampang banget. Anak sekolah, juga masih gampang. Masih bisa dipeluk, dicium, dibelai. Ngebodor sama mereka masih lucu. Sulap-sulapan masih dinilai kita teh “hebat”. Mereka suka, kita pun suka. Nah kalau anak udah remaja, lebih sulit mengekspresikan cinta kita. Belum tentu sama lagi persepsinya dengan anak.

hokpokMaka, untuk para ibu yang punya anak balita dan anak sekolahan…ayooooo kita nikmati senikmat-nikmatnya. Bukan “mengajak anak bermain, menemani anak bermain”. Tapi “bermain bersama anak”. Apa bedanya? kuncinya di kata “bersama”. Bersama-sama menikmati, bersama-sama tertawa, bersama-sama menari, bersama-sama menyanyi, bersama-sama menikmati peran dalam main pura-pura, bersama-sama menikmati main playdough, mewarnai, engklek…

Siapa bilang aktifitas itu hanya bermanfaat untuk anak-anak? jangan-jangan, sebenarnya kita yang lebih butuh loh… dan anak adalah rejeki berupa media dari yang Maha Kuasa buat kita.  Kita sangat memerlukannya sebagai refreshing di tengah ketegangan-ketegangan dan tuntutan dunia “dewasa”. Kapan lagi bisa joget; nyanyi dengan spontan dan lepasss. Beneran loh, hiburaaaan banget kalau kita benar-benar bermain secara berkualitas bersama anak. Membaui rambutnya, aroma asem tubuhnya, lengket keringetnya, menatap wajahnya, memperhatikan ingusnya, mendengar kecadelannya, benar-benar bikin kita jadi playful. Koneksi emosi terjalin, aura cinta pun jadi terasa #eaaaaa

Jadi, how to be a playful mother? Play with the children !

 

 

Peluk Hangat Untuk Andung …

Timeline saya hari ini bertabur doa dan kenangan baik atas kembalinya sahabat, guru, kolega kami; Ibu Elmira N. Sumintardja. Andung, begitu panggilan “sayang” kami di Fakultas kepada beliau. Meskipun kabar drop-nya kesehatan beliau telah kami ketahui beberapa hari lalu, namun tetap saja, kabar semalam  yang menyampaikan kembalinya beliau pada Sang Maha Kuasa jam 00:00, menyesakkan dada kami.

Tentu tak ada manusia yang sempurna. Begitu pula Andung. Namun ketika memori kita  dipenuhi oleh kebaikan seseorang, maka untuk saya sendiri, orang tersebut adalah orang yang baik. Dan memori saya, dipenuhi oleh kebaikan Andung.

Belasan tahun lalu, waktu saya masih mahasiswa S1, saya mengikuti projek beliau. Berminggu-minggu kami bermalam di rumah beliau….Yang saya ingat, kala kami sudah terlelap, beliau dan sahabatnya, Ceu Tetty, masih tetap bekerja mendiskusikan konten projek kami saat itu. Tapi saya ingat juga…nanti beliau akan mengajak kami keluar makan-makan, atau …. terkadang beliau memainkan organnya bernyanyi untuk kami. Working hard – Playing Hard; buat saya kehidupan beliau mempesona sekali.

Waktu saya kuliah profesi, ingat sekali beliau menjelaskan kepribadian …narcissistic, histrionic personality, dll dll dengan suara khasnya yang “merdu” dan keibuan. Setelah jadi kolega, di balik nama besar beliau sebagai salah seorang “suhu” psikodiagnostik, saya menemukan sisi beliau yang lain; humoris. Beberapa kali kami menjadi asisten di kelas psikodiagnostiknya, tak habis rasa kagum kami kepada keluasan dan kedalaman ilmu beliau. Suatu saat beberapa tahun lalu, beliau mengajak kami, para ‘dosen muda” untuk belajar cara mengajarkan psikodiagnostik pada mahasiswa, di rumahnya jalan harendong. Seruuu banget. Dengan gayanya yang “enakeun”, kami yang merasa super bloon ini tetap merasa nyaman belajar dengan beliau.

Berita sakitnya beliau sudah kami ketahui beberapa tahun lalu. Saya sempat membayangkan…gimana ya beliau…yang tadinya sangat aktif kesana-kesini berbagi ilmu …”down” kah dengan sakitnya ini. Tapi kemudian, kami melihat beliau tak “menyerah”. Beraktifitas menggunakan kursi roda, tabung oksigen… Saat melihat beliau, yang terbayang oleh saya adalah kuda perang. Konon, kuda perang tak akan berhenti berlari sampai menjelang ajalnya.

Saya ingat sekali setahun lalu, saya menjadi panitia sidang promosi doktor seorang teman. Ada seorang dari tim panitia yang bertugas menyambut Andung. Kami sudah menyiapkan jalan khusus untuk kursi roda, dll. Tapi kemudian, saya yang menjaga buku tamu rasanya tak percaya melihat sosok beliau berjalan. Memang menggunakan tongkat, tubuhnya menyusut, tapi semangat itu, sorot semangat mata itu, tak berkurang sedikitpun.

Selanjutnya, keajaiban terjadi. Andung bisa mengajar lagi, terkadang tidak menggunakan tongkat. Saya ingat suatu saat datang bersama, lalu menemani beliau naik tangga ke lantai tiga. Sampai di lantai dua, beliau bilang: “udah Fit, duluan, saya harus istirahat dulu 20 menitan, biasa….”. Kata-kata itu diiringi senyum manisnya. Tak ada keluhan, meskipun saya membayangkan bahwa untuk bisa “legowo” dengan kondisinya tersbeut, pasti tak mudah.

2 Desember akhir tahun lalu, kami sefakutas “liburan” ke Ciater. Beliau ikut. Paginya, kami bert”tea-walk” ria. Beliau ikut! Kami sempat degdegan dengan kondisi beliau, tapi beliau menikmati sekali. Sampai kami yang “muda” merasa “malu” oleh semangatnya.

Akhir tahun 2013, beliau menulis puisi yang sangat indah, menggambarkan pengalaman beliau mendampingi kepergian sahabat kami, Mas Harry Suherman

Begini bagian akhir dari puisi indah itu:

Ya ALLAH, aku belajar dari wajah yang pergi dengan ikhlas//Kematian tidak harus dilalui dengan kengerian dan kesakitan, //Ketika pasrah pada ILLAHI lebih utama //Mas Harry ….. Selamat jalan adikku //ALLAH sudah bersama-mu // Terima kasih atas ilmu terakhir yang kamu berikan padaku//Dan yang harus kusampaikan kepada semua teman-teman kita // Kematian pasti datang // Detik kapan-pun itu pasti terjadi atas ketentuannNYA, // dan Allah SWT Maha Pengasih Maha Melindungi, // Menyambut datangnya insan yang tulus ikhlas beriman dan bertaqwa pada NYA // 

Tadi pagi, seorang perawat di ujung pulau jawa meng-sms saya. Ia adalah salah seorang mahasiswa yang pernah kami bimbing bersama. Ia bertanya apakah benar berita yang ia terima tentang kepulangan Andung? Lalu panjang lebar ia mengatakan betapa sedih hatinya, ia paparkan kebaik-kebaikan Andung.

Andung, saya tak bisa menulis puisi seindah Andung. Tapi saya yakin, kembalinya Andung pada sang Maha Rahman Rahim seindah puisi yang Andung tuliskan.

Tugas Andung sudah selesai. Rasa sakit yang mendera Andung, menjadi pembersih jiwa Andung. Kini tak ada rasa sakit lagi. Secara fisik kami tak bisa memeluk Andung lagi. Yang tertinggal adalah kenangan indah mengenai sorot mata semangat Andung, kata-kata bijak yang Andung pesankan pada kami, kedalaman ilmu yang terpapar lewat suara merdu Andung, dan jiwa pantang menyerah sampai detik ajal menjemput.

Sesaknya dada kami, kesedihan kami, kristal-kristal air mata kami, doa-doa yang dilantunkan oleh orang-orang yang terpapar kebaikan Andung, akan menjelma menjadi pelukan hangat untuk Andung di alam barzakh.  Keluasan dan kedalaman ilmu yang Andung bagikan dengan tulus, akan menjadi penerang bagi Andung.

Allahummaghfilaha warhamha waafihi wa’fuanha.