Ketika Umar diejek

Setiap kali Umar pulang sekolah dan terlihat sumringah, atau ketika ia tanpa disuruh mengerjakan PR atau mengulang pelajarannya dengan semangat, atau dengan mata berbinar ceritain pengalamannya bersama teman-teman di sekolah hari itu, perasaan ibu gimanaaaa gituh. Enggak sampai pengen bilang wow sambil koprol siiih…. hehe…. cuman seneng banget dan bersyukur.

Itu karena….minggu dan bulan pertama Umar masuk SD, beberapa bulan lalu…ternyata prosesnya tak semulus ketika Kaka Azka masuk SD 4 tahun lalu. Bulan pertama masuk SD, Umar menunjukkan beberapa tanda stress. Diantaranya adalah tics, “gerakan2 kepala/suara yang tidak terkontrol”. Menurut psikologi, tics ini adalah “visible sign of stress”. Dan karena simptomnya muncul tiba-tiba, maka kemungkinan besar itu terkait dengan kejadian faktual yang sedang dialaminya. Puncaknya, ada satu kejadian yang memastikan Umar merasakan stress berat…tapi ibu gak bisa ceritakan di sini, karena ibu janji itu adalah rahasia antara ibu dan mas Umar 😉

Akhirnya ibu evaluasi…mungkin salah satu faktornya adalah ibu yang terlalu menekankan pada mas Umar, bahwa di SD ini berbeda dengan TK. Dengan demikian, sikapnya juga harus berbeda. Padahal justru kalau dari SDnya, proses adaptasi anak TK itu dibuat smooth banget. Dari sisi akademik, sampai sebulan di kelas 1, kegiatannya masih kayak di TK. Mewarnai, menggambar….pake krayon. Gak ada huruf dan angka, apalagi calistung….Demikian pula suasana di kelas, selain ada meja kursi yang bisa diubah susunanya, ada juga karpet bagi yang mau disana. Bu guru Umar selalu menekankan; “anak-anak, di kelas 1 ini yang ibu harap bukanlah anak-anak jadi pinter…tapi yang penting, anak-anak kelas 1 SD itu harus mandiri…makan sendiri, cuci piringnya sendiri, mandi sendiri, pake seragam sendiri, nyiapin buku sendiri….. yang paling mandiri, itu yang paling oke”. Berdasarkan evaluasi itu, akhirnya pendekatan ibu sama Umar diubah jadi lebih afektif dan lebih toleransi…

Salah satu masalah yang tidak ibu temui saat menemani Kaka Azka melewati adaptasi kelas 1 SDnya adalah…..Umar sering diejek oleh teman-temannya…. karena….. dia itu cadel, sama sekali gak bisa bilang “r”. Padahal namanya jelas-jelas mengandung huruf  “r”. Akibatnya, suatu hari dia bilang kalau teman-temannya tidak memanggilnya Umar, tapi “Umal”, “sambil mukanya teh ngejek mas Umal” katanya dengan wajah sedih. Besoknya, dia curhat lagi…. “temen-temen mas Umal bilang gini…kasian deh lu…udah gede belum bisa bilang “r”…

Ibu ingat, beberapa tahun lalu pernah mendapatkan klien anak SD yang mengalami bullying. Oleh karena itu ibu pernah baca beberapa literatur mengenai hal ini. Penanganan terhadap kasus bullying, terutama yang telah berdampak negatif pada anak yang menjadi “korban” memang haruslah komprehensif. Melibatkan intervensi pada si anak yang menjadi “korban” dan  anak yang menjadi “pelaku”, dengan tujuannya masing-masing. Prosesnya harus melibatkan kerjasama antara kedua orangtua, dan pihak sekolah. Makanya, akan lebih baik kalau yang dilakukan adalah tindakan preventif.

Ibu mencoba mengingat2 apa yang harus dilakukan oleh orangtua si korban bullying, seperti yang tengah ibu hadapi. Dalam bayangan ibu, langsung mencuat tiga hal, yang TIDAK AKAN ibu lakukan, yaitu ; (1) mengajarkan Umar untuk balik mengejek anak-anak yang mengejeknya (2) “memarahi” teman-teman yang mengejek Umar (3)”Mengadukan” perilaku teman Umar yang mengejek Umar pada orangtuanya, meskipun ibu mengenal orangtuanya.

Secara normatif, umumnya kita tahu bahwa 3 hal diatas bukanlah problem solving yang baik. Akan tetapi, pada kenyataannya…langkah-langkah itu yang sering pertama mencuat dalam pikiran orangtua yang anaknya mengalami bullying. Setidaknya dari pengalaman-pengalaman ibu.

Terutama untuk point 1, biasanya para ayah yang menyarankan, terutama jika anak yang menjadi korban bullying adalah anak laki-laki. “Laki-laki jangan ngalahan gitu…kalau ada yang ngejek, ejek lagi aja…kalau ada yang mukul, bales pukul aja…atau kalau kamu gak berani, lempar terus lari…harus berani kalau laki-laki !” umumnya itu yang dikatakan para ayah pada anak laki-lakinya…Untuk point 2 dan 3, biasanya ibu2 yang mengambil langkah ini. Yang kalau tak dimanage dengan baik, biasanya hubungan anak-anaknya sudah oke, tinggal emak-emaknya deh yang saling berantem…

Tiga langkah diatas, secara logis sih tampak oke…dan mungkin secara instan menjadi problem solver. Namun, efek sampingnya adalah…menimbulkan masalah yang lain. Anak yang jadi agresif misalnya efekcsamping dari point 1. Oleh karena itu, ibu lebih memilih langkah-langkah yang ibu baca dari literatur2 itu. Intinya adalah, memampukan anak untuk bisa “mengabaikan” ejekan-ejekan itu. Langkah-langkahnya kurang lebih begini:

(1) Ajarkan anak sikap assertif saat menerima ejekan

(2) Ajarkan anak empati agar ia tak melakukan itu pada anak lain

(3) Jaga agar jangan sampai ejekan itu merendahkan kepercayaan diri anak, bantu anak mengenali kekuatan dirinya.

Ibu mencoba melakukan langkah-langkah itu. Langkah ke-0 adalah berusaha menyelami perasaan Umar. Setiap malam, ibu usahakan ngobrol sebelum tidur sama mas Umar. Tanya perasaannya. “Mas Umal sedih…mas Umal teh udah belusaha untuk latihan bilang “l” … ibu juga tau kan, tapi gak belhasil telus” katanya sambil berkaca-kaca. Lalu ibu pun berusaha membantu mas Umar menyadari bahwa itu memang hal yang tidak bisa ia lakukan, bahkan mungkin sampai mas Umar besar pun mas Umar gak akan bisa. Ibu pun ceritakan beberapa teman ibu yang sampai besar tidak bisa bilang “r”, tapi “berhasil”. Ada yang bisa dapet beasiswa sekolah ke luar negeri, ada yang juara lomba bahasa inggris….malah ibu tawarkan kalau mas Umar mau ketemu sama om-tante temen-temen ibu dan abah itu untuk ngobrol.

Selanjutnya, ibu coba memahamkan mas Umar bahwa setiap orang itu punya kelebihan dan kekurangan, gak ada yang semuanya hebat. Ibu bacain lagi tuh cerita “si gajah yang selalu kalah lomba lari”, “perlombaan si elang, si harimau dan si ikan”….bacain cerita “Franklin berbohong”, sampai dengan contoh konkrit Kaka Azka kelebihannya apa, kekurangannya apa…Kaka Hana kelebihannya apa, kekurangannya apa….. serta cerita masa kecil ibu dan abah yang menunjukkan bahwa ibu dan abah pun punya kekurangan dan pernah diejek teman-teman. Waktu ibu tanya mas Umar kelebihannya apa, seperti si Franklin di cerita “Franklin berbohong”, tiba-tiba ia lupa….maka Kaka Azka pun cerita…”kan mas Umar hebat nyusun puzzle…cepet kalau belajar komputer….suka jadi pemeran utama kalau pentas….” seneng deh..liat matanya yang tadinya berkaca-kaca jadi berbinar-binar….”oh iya yah, mas Umar lupa….” katanya….

Langkah selanjutnya…mengajarkan secara konkrit skill saat menghadapi situasi diejek. Nah, ini yang sempet bikin ibu khawatir… waktu ibu memberi contoh beberapa jawaban yang bisa mas Umar bilang, dia bilang gini: “jawaban itu mengandung huruf “r” engga? kalau mengandung huruf “r” mas Umal gak mau, soalnya malah diejek lagi, tambah diejek sama diketawain lagi”. Ibu khawatirt banget karena takutnya, peristiwa ini menghambat dia untuk mengungkapkan gagasan, bahkan dalam situasi belajar. Oleh karena itu ibu terpikir kalau dalam waktu sebulan Umar tidak berhasil mengatasinya, mungkin ibu akan menghubungi gurunya, untuk menanamkan nilai “jangan mengejek” dan “setiap orang punya kelebihan dan kekuarangan ” ini di kelas.

Abahnya bilang, mas Umar harus membuktikan kalau mas Umar lebih baik dari teman yang mengejek mas Umar dengan tidak mengejek lagi dan mendapat nilai yang lebih bagus di pelajaran.

Suatu hari, mas Umar pernah bilang: “mas Umal mau pindah sekolah aja”. Ibu bilang: “boleh…tapi kalau di sekolah yang baru temen-temen ngejek lagi gimana?” Lalu ibu coba bilang dengan bahasa yang mas Umar pahami, bahwa kita tidak selalu bisa membuat orang lain gak mengejek kita…tapi kita bisa membuat kita jadi gak peduli sama ejekan orang lain…

Seminggu…dua minggu…tiga minggu…empat minggu…lima minggu…teruuus prosesnya berlangsung. Sampai Umar gak mengeluh lagi…. suatu saat, ibu tanya..”mas, temen kamu masih ngejek?”..”masih” katanya…”tapi mas Umal cuekin aja…” good…

Sebulan kemudian ibu tanya lagi pertanyaan yang sama , dia bilang…”engga, malah sekalang **** sama *** baik banget sama mas Umal… malah belsahabat sama mas Umal”

hepi ending…..

Semoga pengalaman ini membuatmu menjadi kuat mas….yang jelas, pengalaman ini membuat ibu dan abah jadi banyak belajar….

critical period vs sensitive period

Dalam dunia perkembangan manusia, kita mungkin sering mendengar frase “critical periods”  atau “masa kritis” (biasanya paling sering kita denger di iklan ya..;). Secara umum, biasanya frase ini dimaknai sebagai “waktu dimana stimulasi untuk aspek tertentu perlu dilakukan. Jika waktu tersebut sudah terlewati, ya sudahlah……”. Misalnya, diyakini bahwa usia 0-5 tahun adalah waktu kritis untuk daya ingat anak, sehingga di rentang usia ini, ibu-ibu yang ingin anak-anaknya menjadi hafidz, harus mulai program menghafal AlQur’an bagi anak-anaknya. Karena kalau sudah lewat usia 5 tahun, sudahlah….

Saya lebih sependapat dengan Susan Noelen-Hoeksema dan kawan-kawannya yang menyusun buku “Atkinson& Hilgard’s Introduction to Psychology 15 edition, 2009” yang menyatakan bahwa “critical period” lebih tepat digunakna untuk aspek fisik dalam perkembangan. Sesuai dengan definisinya: “critical periods is crucial time periods in person’s life when spesific events occur if development is to preceed normally” . Keyword dari critical periods adalah “irreversible”.

Sedangkan untuk aspek psikologis, frase yang lebih tepat untuk digunakan adalah “sensitive periods”, yaitu “periods that are optimal for a particular kind of development. If a certain behaviour is not well established during this sensitive period, it may not develop to its full potential”. Misalnya, usia 0-1 tahun adalah sensitive period untuk terbentuknya ikatan emosional-attachment- antara anak dan orangtuanya. Attachment ini diyakini akan menjadi “basic trust” bagi anak untuk menjalani kehidupan di masa depannya. Nah, jika di usia 0-1 tahun ini karena satu dan lain hal ikatan emosionalnya  belum terbentuk, maka jangan ragu untuk memulainya di usia yang lebih lanjut.

Konsep sensitive periods ini juga tampaknya senada dengan penelitian mutakhir di bidang biopsikologi, yang semakin menemukan bukti bahwa otak manusia ini, sangatlah plastis. Dosen biopsikologi saya pernah menceritakan ada pasien yang sebelah otaknya rusak, namun ajaibnya, belahan otak yang satunya, bisa mengcover “tugas” dari belahan otak ynag rusak. Tentu tidak optimal seperti kalau kedua belahan otaknya berfungsi baik, namun… itu menunjukkan bahwa otak itu begitu plastis…. (makanya saya tidak setuju dengan adanya  istilah “tipe otak kanan” – “tipe otak kiri” karena yang saya pahami dari kuliah biopsikologi, dua hemisfer otak kita tuh bekerjasama dengan amat baik dan rumit….)

So…..the good news nya buat aplikasi di dunia parenting adalah…..

It’s never too late to stimulate our childrens !!! Kalau ibu baru tau sekarang, baru dapet ilmu sekarang, jangan menyerah…. jangan pesimis…. kita baru terlambat dalam menumbuhkembangkan dan mengajarkan  sesuatu pada anak kita saat…..otak anak kita sudah mati.

Yang waktu anaknya masih bayi kurang sering meluk, peluk-peluk anaknya sekarang…..yang waktu usia prasekolahnya belum dilatih untuk belajar menahan keinginan, mulai aja sekarang…..

It’s never too late….

Struggle to Surrender : Sajadah Panjang

Sebulan kemarin benar-benar struggling to surrender….

Berjuang untuk menuju satu titik: pasrah. Maka, walaupun di awal bulan ini ada 2 asisten yang datang, di lubuk hati disiapkan ruang agar tidak shock.

Ada sih, exciting karena minggu ini rencananya akan beraktivitas seperti biasa…. Ngantor di biro lagi… udah kangen banget terima klien, diskusi kasus-kasus pelik, diskusi topik disertasi, bikin dokumen ini-itu, mantengin laptop berjam-jam….

Tapi ya…. ketika tadi sore ada kejadian yang membuat kami kembali tanpa asisten, sudah lebih “siap”.

Besok, mau survey daycare di Bandung untuk menitipkan Azzam di hari Senin biar ibu bisa praktek lagi.  Soalnya salah satu perenungan ibu… I LOVE MY JOB !! ibu menjadi ibu yang utuh saat satu kaki di rumah, dan satu kaki di luar. Tanpa salah satunya, ibu merasa stroke sebelah;)

Bada Maghrib tadi, si abah mengumpulkan anak-anak dan membriefing….”anak-anak….kita kan gak ada yang bantu lagi…anak-anak harus bantu ibu ya…minimal mengurus dirinya sendiri…kasian ibu repot sama de Azzam”. dan ibu menyambung; ” ada satu aturan penting di rumah ini: ibu gak boleh marah. dan ibu perlu bantuan anak-anak. Usahakan gak ada yang cemberut atau nangis (ngelirik Azka), gak ada yang marah atau susah kalau disuruh mandi dan sholat (lirik Mas Umar) dan  gak boleh ada yang nangisin adiknya (lirik Hana pastinya;)….Kita harus berusaha jadi oke setiap hari. Kalau ibu langsung marah, berarti ibu oow dan anak-anak oke. Kalau udah 3 kali disuruh atau diingetin anak-anak gak nurut jadi ibu marah, berarti itu bukan salah ibu …jadi ibu oke, anak-anak oow”

Yups, bukankah hidup ini adalah sajadah panjang…… Sajadah yang ini yang harus ibu lalui sekarang…..bukan sajadah yang itu….. Lupakan dulu rencana S3, fokus dulu untuk “take care of my family”. (minimal ada jawaban pasti sekarang kalau bu dekan tanya “kapan akan sekolah S3” ….. “Kalau udah punya pembantu bu” hahahaha…”)

Baiklah, seperti kata Dahlan Iskan….”jangan cengeng” kalau pengen cengeng…tenang….cadangan air mata masih tak terhingga haha…..

Teringat penggalan puisi dari seorang sahabat 11 tahun yang lalu:

……. dan kau berdiri semakin berdiri tegar…..dengan dunia di tangan kirimu dan matahari di tangan kananmu….

Belum mengerti apa maksudnya, tapi semoga itu menjadi doa bagi kondisi sekarang….
Bismillahirrohmanirrohiim….Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha…..

Semangat !!!! *gaya Han Ji Eun*

Unforgetable October 2012: the sweet one

Meskipun kepala pusing dan badan remuk, syukurlah hati cukup tenang. “Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha” jadi sumber kekuatan ibu. Bahwa Allah akan menguji kita dengan ketidaknyamanan, tapi bukan dengan keburukan. Bahwa Allah pasti menyediakan resource untuk menghadapi kesulitan ini. Entah itu dari dalam diri kita, atau dari luar.

Salah satu hikmahnya adalah, jadi banyak merenung. Juga jadi lebih sungguh-sungguh berdoa.

Salah satu hal yang ibu renungkan adalah….

Ibu ingat, sebulan sebelumnya, Umar “marah” sama ibu. Gara-garanya adalah, dia minta dibeliin PS. Ibu bilang boleh, kalau mas Umar udah dapet 30 bintang  dan renking 1. (1 bintang adalah serangkaian “kewajiban” yang harus ia penuhi dalam 1 hari: mandi pagi, pake seragam sendiri, nyiapin buku, makan sendiri, sholat 5 waktu). Yups, itu memang syarat yang berat. Karena ibu sebenarnya gak mau mas Umar punya PS. Nah, mas Umar marah dan bilang begini sama ibu; “Kenapa sih, mas Umar tuh kalau mau mainan apa-apa yang mas Umar inginkan….harus berusaha dulu….susah banget…kalau temen mas Umar mah….langsung dibeliin…”

Malamnya, setelah marahnya reda, ibu “curhat” sama mas Umar…

“Mas, ibu sama abah, dulu kakek-nenek dan yangkung-yangti bukan orang kaya. Ibu baru boleh beli sepatu baru kalau sepatu ibu udah rusak. Ibu dapet sepeda karena ibu dapet NEM tertinggi waktu lulus SD. Kuliah juga ibu sambil kerja. Begitu juga abah. Abah waktu kuliah harus ngasih les, pernah abah enggak punya uang jadi jalan dari cicaheum ke ITB….tapi itu membuat ibu dan abah kuat…. ibu dan abah sering ngobrol… ibu dan abah takuuuuuuut banget anak-anak ibu dan abah jadi anak-anak yang lemah….yang mudah menyerah….yang gak mau berusaha kalau menghadapi kesulitan….karena sekarang ibu dan abah punya uang…ibu dan abah kadang gak bisa nahan…pengen beliian anak-anak  ini-itu, mainan, pakaian, apapun yang Kaka, mas Umar, kaka Hana dan de Azzam inginkan…ibu dan abah seneeeeeeng banget kalau liat wajah anak-anak gembira karena dibeliian apa-apa yang dipengeninnya. tapi ibu dan abah takuuuuuut banget kalau itu membuat anak-anak jadi gak kuat…jadi anak-anak yang mudah menyerah…”

Curhatan itu, benar-benar dari lubuk hati ibu yang paling dalam. Maka….ketika kemudian mengalami situasi dimana kami sekeluarga harus survive tanpa ada yang bantu, satu sisi hati ibu berkata bahwa……mungkin ini adalah jawaban dari kekhawatiran ibu dan abah. Yups… anak-anak sekarang jadi punya tanggungjawab. Memahami proses. Kalau dulu mas Umar tinggal teriak …” teh Ema, mau MILO….mau mie gelas !” ….sekarang, dia harus bikin sendiri. Kalau dulu, Kaka Azka pengen kentang sosis tinggal nunggu, sekarang dia tahu dan mengalami….harus ngupas kentang dulu, melumuri pake terigu, lalu digoreng. Ada proses dan upaya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan….itu pengalaman  mahal yang kami dapatkan.

Satu lagi….suatu saat, saya dan mas yang sedang di luar kota, ber ym ria. Saya bertanya pada mas: “bah, abah nyesel gak…situasi ini terjadi karena ade bekerja”. Saya masih inget jawaban mas: “NGGGGGGAAAAK ! ngapain mikir gitu…dirimu bekerja, adalah keputusan kita bersama. Sekarang kita menghadapi masalah ini, ya kita hadapi bersama”

Ya, dan itu memang bukan sekedar lip service.

Suatu subuh, saya terbangun kesiangan , yaitu saat adzan sudah berkumandang…. terdengar suara piring trang treng trong… siapa ya? si abah? nyuci piring? gak mungkin…. tapi terdengar makin jelas. Ternyata setelah disamperin ke dapur… eh, iya…si abah lagi cuci piring….hehe….kapan lagi coba ngeliyat yang kayak gini 😉 Meskipun setelahnya ibu komplen: “abah kok nyuci piring tapi wastafelnya gak dibersihin?” dan si abah menjawab “Aku kan nyuci piring, bukan nyuci tempat cuci pirinig” ….good answer ! 😉 Btw, tampaknya mesti beli piring nih, mengingat sudah banyak piring yang pecah jadi korban haha….

Catering sabtu minggu ibu minta libur. Biar si ibu refreshing masak dua hari itu….Nah, kalau biasanya sekeluarga ke pasar, maka kali ini yang ke pasar adalah tim Abah, Umar dan Hana. Ibu, Azka dan Azzam beberes di rumah. Pulangnya…banyakan jajanan dan mainan dibanding belanjaan hehe….dasar makshluk mars, konon katanya “pria tak mau bertanya saat tersesat”…. segitu udah ditulis sama ibu apa-apa yang harus dibeli…masiiiih aja pesen pindang bandeng, yang dateng pindang deles. Dan si abah pun keukeuh….”engga ah, itu bandeng kok…” katanya menunjuk si pindang deles. Ga apa-apa lah bah…i still love you hihi….

Ada satu cerita lucu lagi…. Keahlian si abah adalah bikin dadar yang kriuk. Suatu saat, si abah gorengin anak-anak sosis. “de…de….ini indikator matengnya gimana?” kata si abah sambil bawa susuk berlumuran minyak, ke kamar tempat ibu ngelonin Azzam. “Kalau dari baunya sih bah, ini indikasi gosong bah” …wkwkwk…untunglah anak-anak gak keberatan makan sosis plus. Plus karbon hehe….

Jadi inget janji pernikahan….”bersama dan saling mendukung baik dalam suka maupun duka, baik dalam keadaan senang maupun susah” 😉 …. Tapi meng-alam-i, memang cara jitu mengasah empati….

Si abah kini selalu berusaha pulang  setiap hari dari luar kota. Karena keberadaan si abah malam atau pagi, sangat membantu. Suatu malam, ia yang sengaja pulang pergi dalam satu hari dari medan, meng sms dari Jakarta. “Aduh, cuapeeeek banget…. tapi pasti lebih capek dirimu ya de…..sabar ya….” mmmhhhmmm…dukungan yang kayak gini nih…yang bikin seberat apapun situasi yang dihadapi, rasanya optimis;)

 

 

 

Unforgetable October 2012: adaptation and strategies

Minggu pertama ….

Menjadi minggu yang penuh cucuran air mata. Seabrek kerjaan yang kudu diselesaikan (siapa yang nyangka akan kejadian kayak gini….sungguh teganya…teganya..teganya…;). Plus kerjaan domestik yang tak lain tak bukan adalah: nyuci, jemur, nyetrika, ngepel, nyuci piring, mandiin dan nyuapin Azzam dan Hana……untung masak mah ada catering. Tapi serangkaian kerjaan ituh, gak beres-beres tuh dari mulai bangun jam 4 pagi sampai tidur jam 11 malem….Ibu jadi inget…….kenapa dulu lebih seneng ngerjain kerjaan di luar rumah dibanding kerjaan di dalem rumah. Kerjaan di dalem rumah itu…..kagak ada kata “beres”nya…. hiks…hiks…lantai udah liciiiiin dari tumpahan susu hana….tiba-tiba….mas umar dan kaka hana masuk rumah, lari-lari sambil basah kuyup da main ujan-ujanan di luar….

Jadi inget juga…tampaknya situasi seperti itu yang membuat ibu dan abah sepakat kalau ibu lebih baik beraktifitas di luar rumah. Soalnya kalau jadi IRT, si ibu stress karena merasa gak dihargai si abah, si abah stress karena si ibu ngomel terus 😉

Episode kehidupan seperti itu memang bukan untuk dibayangkan … tapi untuk dijalani…. da kalau dibayangkan mah…. gak kebayang…. apalagi episode selasa, rabu dan kamis pagi disaat ibu harus pergi bersama 4 anak jam setengah tujuh pagi…..lalalala….Meskipun bangun dari jam setengah 4, lalu mandi, sedikit beberes….nyiapin sarapan dan makan azzam…..teteeeeep aja hah heh hoh… stressfull semakin meningkat menjelang jam setengah tujuh, melihat raut muka Kaka Azka yang cemberut takut telat, sementara ibu belum ganti baju masih wara-wiri nyiapin ini-itu…. Sebenarnya kalau Azka Umar sih udah bisa nyiapin sendiri. Umar dibantu Kakaknya. Yang jadi masalah, si anak 3 tahun dan 6 bulan nih….yang 6 bulan…bisa juga disiapin mandi jam setengah 5. Paling protesnya nangis. Naaaah…yang paling repot si 3 tahun… Kalau dia udah bilang: “Kaka gak mau mandi!”… atau yang paling parah “Kaka mau di rumah aja” dudududu…..Maka, di situasi seperti itu…ibu yang harus mengalah…. “gapapa gak mandi….gosok gigi ama cuci muka aja ya? “…kalau gak mau juga….ibu akan mengalah lagi…apalagi kalau mas Umar juga udah teriak-teriak dari mobil “ibu….ayo cepeeeeet….nanti mas Umar telaaaaat”…sudahlah…berkostum piama dan badan yang masih bau asem, diangkutlah Kaka Hana ke mobil. Sesampainya di daycare, paling ibu langsung membuat pengakuan dosa sama si bunda  pengasuh di sana …” bun, ini Hana belum mandi hehe….” (sebenarnya gak bikin pengakuan juga si bunda udah liat sih dari penampakan Hana hehe…..)

Rasanya otak ini jadi penuuuuuuuh dengan hal2 yang sebelumnya tak ada. Soalnya, pernah sekali….Umar mau les bola hari Minggu, eh…seragam bolanya masih di pengering….soalnya terakhir main bola Jumat sore dan Sabtunya ujan deras…aduuuh..ibu mana inget….terus pernah juga ibu lupa ngecek nasi…aduuuh….pagi-pagi nasinya ternyata abis….gimana anak-anak sarapan???

Sejak saat itu, tiap ibu tidur, rasanya di kepala ibu muter-muter segala urusan ….. seragam azka, umar dan hana udah disetrika belum ya? Nasi udah disiapin? Bekel hana ke sekolah? Seragam bola mas Umar? Susu Hana? Makanan Azzam? Pampers? Gas? Galon? Batik si abah? Sabun mandi?Sabun cuci?  ….. rasanya nih otak harus alert terus… tiba-tiba, urusan “bahan ngajar, periksa tugas mahasiswa, persiapan nguji mahasiswa, buat laporan penelitian”…menjadi urusan-urusan yang amat sangat mudah 😉

Minggu kedua dan ketiga…..

Untunglah bala bantuan datang. Teh Rini, istrinya om Ayi, pak sopir kami, bisa bantu jemur-nyetrika dan beberes rumah. Dia bisa 3 jam-an bantu di rumah. Lumayaaaan……..tinggal ibu nyuci tiap malem….di awal-awal sih suka rada malu ninggalin rumah berantakan banget. Tapi selanjutnya…maaf ya teh Rini, kalau tiap ke rumah kayak abis ada badai sandy 😉

Strategi pun mulai dijalankan di minggu kedua. Tempat sampah disiapkan di tiap ruangan. Aturan membuang sampah di tempatnya semakin diketatkan. Jadi tiap pagi, Kaka Azka tinggal buka kresek tempat sampah itu, dan buang…. Kedisiplinan mas Umar untuk jembrengin handuk setelah mandi, nyimpen tas di tempatnya, ngeberesin pasta gigi setelah mandi….semakin ditegakkan juga. Tingkat toleransi ibu mulai membesar…. Sekarang bisa buka laptop dan mengerjakan kerjaan ibu meskipun rumah kurang cling. Pokoknya, asal cucian ada di tempatnya, setrikaan ada di tempatnya, piring kotor ada di bak cuci piring…itu sudah cukup….Soal ngerjainnya kapan..itu mah no problemo haha…

Yang paling kerasa gak terperhatikan adalah belajar Kaka Azka dan Mas Umar. Mana saat itu lagi UTS lagi….Nah…kerasa banget  “berakit-rakit dahulu berenang-renang kemudian” teh…. Energi ibu bener2 gak cukup buat nemenin belajar. Jadi tiap malam ibu cuman ngecek…”kaka…udah belajar? mas Umar…udah belajar?” Kalau Azka biasanya dengan mantap jawab “udah bu…kaka udah kerjain latihan soalnya, terus udah bikin mindmapnya…ini bu..mau enggak kaka ceritain?” katanya sambil menyodorkan selembar penuh mindmap tentang “rangka manusia” ….. dan ibu pun menjawab “hebat…gak usah diceritain kak…ibu yakin kakak udah paham” hehe….padahal mah si ibu teler….. Kalau mas Umar biasanya jawab “udah” sambil matanya gak lepas dari buku KungFu Boy yang sedang asyik dibacanya. Sekali pernah ibu cek…”coba…mas Umar ceritain…besok UTS apa?” sambil tak mengubah badannya yang tengah baca KungFuBoy, dia pun menjawab “ Bahasa Arab…nih udah apal…” lalu dengan lempengnya dia nyanyi lagu “anak gembala”: “wahidun satu…isnaini dua…salasatun tiga…arba’atun empat…khomsatun lima…mari hafalkan bersama-sama…satu sampai lima…lalalalala” naaah…kalau lagi gini…ibu cintaaaaaa banget sama sekolah Kaka dan Umar yang membuat pelajaran kelas 1 menjadi pelajaran yang amat sangat mudah, dengan cara yang mudah pula….

Yang paling bahagia adalah Hana….. Magic word dia kan “Kaka bisa sendiri”… kalau dulu, dia mau mandi sendiri, dilarang-larang….masih dibantuin, masih diliatin..apalagi kalau bikin susu atau teh manis kesukaannya. Nah, kalau sekarang….sebaliknya….ibu suka bilang; “Kaka, waktunya mandi….Kaka mandi sendiri ya….” hehe….Begitu juga kalau bikin susu…”Kaka bisa sendiri kan?” hehe…

The major problem adalah…Azzam nih…. dia yang begitu cool, calm and confident waktu bayi, pas jreng 6 bulan, tiba-tiba berubah jadi bayi yang amat sangat aktif…..Segala macam pengen diambil, gak bisa diajak duduk, selalu bergerak…. gak bisa disambil deh pokoknya…..Meski hebohnya mewarisi kehebohan mas Umar dan Kaka Hana, tapi buat masalah tidur, dia mewarisi kesensitifan Kaka Azka. Nidurinnya berjam-jam…..eh…dia bisa bangun seketika karena suara yang gak terlalu keras. Sedangkan kaka Hana…hobinya adalah teriak-teriak…. Kalau udah situasi kayak gitu….langsung deh si ibu relaksasi…hehe…pokoknya sebulan itu ibu sering banget dah relaksasi sambil berdoa “robbi…habli…minassholihiiiin” 😉

Capek? banget….fisik dan psikis. Fisik mah udah jelas…rasanya remuuuuk banget nih badan…osteoporosis terasa menyerang tulang punggung. Merebahkan diri menjadi hal yang amat mewah… Untunglah punya cadangan air mata yang tak terhingga. Kalau lagi merasa “gak sanggup” …. byur…..air mata pun mengalir deras….;) Kalau dulu, setiap menuju rumah…rasanya legaaa…akan beristirahat….begitupun kalau akan menuju kampus, rasanya semangaaaat akan “berkarya”… sekarang… menuju rumah….kebayang harus nyuci, nyiapin ini itu… dan kalau menuju kampus…biasanya sejam menuju jatinangor dihabiskan untuk baca, tilawah, atau sekedar melamun….namun kali ini, membawa Azzam dan Hana … punya tantangan tersendiri. Mending kalau saat-saat Azzam tertidur….bisa ditidurin…lalu Hana mau tenang dibacain buku….Nah…kadang ada episode Azzam rewel di jalan, dan Hana tidak kooperatif…..relaksasi lagiiiih…;)

Ada dua hal yang ibu upayakan untuk “keep ini mind” dalam situasi yang “abnormal” ini. (1) Tidak menuntut Azka berlebihan (2) Tidak marah-marah. Yang pertama adalah, karena ada kecenderungan untuk “menuntut” Azka sebagai “si sulung”. Yups, memang tak terbayang kalau ibu gak dibantu Azka. Tapi ada saat-saat dimana ibu lagi heboh ini-itu, Azka asiiiiik aja baca Conan … atau nelpon … ceritain Conan ke temannya. Nah, pada saat itulah ibu berupaya untuk menyadari…”she is just a nine years old girl… dia adalah anak kecil….hak-nya lah demikian”…. relaksasi lagi….;). Yang kedua, ibu upayakan banget meskipun….. tetap aja nada suara ibu naik beberapa oktaf.

Satu lagi yang harus ibu handle…..guilty feeling.Kalau Azzam dan Hana sih, on the right hand di day care nya. Malah jadi lebih “terpelihara”. ASI pun jadi mengalir deras lagi karena waktu bersama Azzam jadi lebih banyak….apalagi di tengah-tengah hari kadang suka nyempetin ke daycare buat setor nenen. Hana juga seneng banget karena kalau “sekolah di Jatinangor”, dia bisa pake baju ultraman dan bawa cd ultraman untuk dia tonton;).

Cuman Azka sama Umar nih….Dua minggu itu, adalah UTS dan SSW, special student week. Umar yang biasanya pulang jam 14 dan Azka jam 16 pulangnya jadi jam 10. Nah, dari jam 10 ampe ibu pulang jam setengah 5, itu berarti Azka dan Umar di rumah berdua. Meskipun sudah mengajarkan segala macam aturan untuk mengunci pintu, bagaimana kalau ada tamu, jangan nyalain kompor, dll dll aturan keselamatan …. serta Azka yang nelpon setiap 30 menit sekali, namun tetep aja gak bisa tenang…..

 

 

Unforgetable October 2012 : Shocked

30 September 2012….

Harusnya menjadi hari perayaan wisuda. Wisuda ASIX ibu n de Azzam, yang tepat 6 bulan berhasil melaksanakan ASI eksklusif. Haha…lebay..kenapa musti wisudaan segala? Karena….baru kali ini ibu merasa pesimis  bisa memberikan ASI eksklusif untuk anak ibu. Sebenarnya setelah melahirkan Azzam, ASI mengalir deras…bahkan tak butuh stimulasi seperti sayur daun katuk dll. Seabrek Pil milmor dan moloco B12 yang diresepkan dokter, malah ibu kasihin ke tetangga yang baru melahirkan. Di freezer, berlusin-lusin botol ASI perah talah tersedia.

Namun apa daya…di bulan ke3 dan ke4, Azzam melakukan apa yang konon katanya disebut “nursing strike”. Bahasa gaulnya mah…mogok nenen dari botol !!!! dudududu… Maka…berlusin2 botol ASIP di freezer itu pun tak terkonsumsi. Dan semangat ibu untuk memerah ASI, langsung drop….

Tak disangka tak dinyana, bulan ke5, Azzam mau lagi nenen dari botol !! waduh…. produksi ASI tentu tak lagi sebanyak waktu diperah… Sebulan terakhir itu…penuh perjuangan lah…Sampai-sampai…sering ibu mau pergi jam 8, setengah delapan baru ada 1 botol, dan selama 30 menit itu, ibu berusaha menghasilkan 1 botol lagi. Saking sempet desperate-nya, untuk jaga-jaga ibu sampai beli sufor…..jangan sampai Azzam kelaparan kehabisan ASI waktu ditingggal ibu. Dengan pesan……jangan sampai si Sufor itu ketahuan si abah ! maklum….si abah malah marahin ibu waktu ibu bilang “menyerah” dan “pesimis” bisa ngasih ASIX sampai 6 bulan. Memang sih, gak cuman marahin…si abah juga menyetok berdus-dus susu ibu, kalau ke pasar selalu mengingatkan untuk beli daun katuk, beiliin pil-pil pelancar ASI….Makanya, begitu jreng…ulang bulan Azzam yang ke-6 merupakan kelulusan yang amat melegakan buat ibu.

Tapi….takdir berkata lain ….. halah;)

Sehari sebelumnya, teh AI (ini ceritanya inisial) minta izin pulang untuk menjemput teman sekampungnya untuk menemani kerja di ibu. Oke….tapi karena hari Minggu tgl 30 itu ibu mengisi seminar, maka ibu wanti-wanti agar teh AI gak nginep. Malah mau dijemput aja ama sopir, om Ayi. Tapi teh AI gak mau. Baiklah…..

Sabtu sore, jam 4…jam 5….jam 6…. teh AI belum datang. Hp-nya mati. Jam 7….jam 8….jam 9….ibu masih menunggu. Ibu percaya banget sama teh AI. Apalagi baju teh AI pun masih full di lemarinya. Jam 10…jam 11….ibu mulai khawatir…..takut ada apa-apa yang terjadi ama teh AI di jalan…mana hapenya mati lagih…jam 12…jam 1…jam 2….akhirnya ibu menyerah…setengah tak percaya…tapi itulah kenyataannya.

Seminar tak mungkin dibatalkan, karena acaranya cukup besar. Maka, tak ada jalan lain selain meninggalkan my little four terutama si baby Azzam sama abahnya, yang terpaksa membatalkan meetingnya karena….’mau gimana lagih?”

Duh….. itu mah ngisi seminar …meni gak konsentrasiii banget. Padahal panel ama dokter-dokter keren…. Gimana mau konsentrasi? Setiap 15 menit sekali si abah sms….

“azzam rewel banget nih…gimanain?” ….. jawab ibu: “ajak keluar rumah”

“azzam ngamuk….gimana?“….. jawab ibu : “buka aja pampersnya”

“masih ngamuk….gimana?“ …. jawab ibu: “mandiin…”

…………………..

Sms terakhir berupa laporan yang melegakan: “Akhirnya Azzam tidur, kuajak naik motor dipegangin Azka” hehe…rupanya si abah ingat formula jaman di rumah kontrakan dulu, kalau Azka ngamuk gak bisa didiemin, kita ajak aja puter-puter naik motor… paling lama 10 menit, udah pingsan;)

Selesai seminar…ngiler sih liat beragam makanan hotel yang menggiurkan yang sudah disiapkan….tapi liat hape, ada 8 miskol dari si abah….baiklah…langsung cabut pulang. Nyampe rumah…jangan tanya berantakannya rumah… di ruang tengah, 5 orang yang paling kusayang di dunia ini tengah makan makanan siap saji …. peyyuks….

Malam itu, mulailah meng sms-sms banyak orang. Membatalkan janji….meminta izin dari beragam rutinitas ibu. Sebenarnya masih fifty-fifty sih, dengan harapan teh AI datang lagih. Tapi hari Senin, ayahnya datang mau ngambil baju teh AI. “Bade nikah enjing bu” katanya…duh….kalau inget saat itu, pengen joget sambil nyanyi lagu Rhoma Irama “sungguh teganya dirimu teganya…teganya…teganya…” 😉

Yang paling jadi pikiran ibu adalah…gimana nasib Azzam? Dan Hana kalau hari Selasa dan Kamis gak sekolah….. triiiing…..untunglah beberapa bulan lalu ibu pernah ditugaskan fakultas untuk jadi konsultan parenting di acara PUSPA ANAK SEHAT. Itu adalah singkatan dari Pusat penitipan anak …. punya UNPAD yang dikelola oleh fakultas keperawatan. Langsung deh telpon temen di keperawatan. Tanya fasilitas, dll dll….Hari Senin itu, ibu langsung ke Jatinangor, survey tempatnya. Maklum…jadwal ngajar ibu full di hari Selasa, Rabu dan Kamis…. Ibu-ibu pengasuhnya sih sudah kenal…waktu acara parenting itu…Ada perawatnya…. pada sabar dan lembut….okeh…tenang…. meskipun harus melawan “value” dalam lubuk hati paling dalam kalau “home is the best place for my children” tapi….. si magic word keluar…”mau gimana lagi”….

Pas Bandung Air Show, ibu melihat atraksi solo pesawat yang terbang vertikal ke atas….atas…atassssss banget….lalu di satu titik, turun vertikal ke bawah…..bawah…bawaaaaaaah banget. Sampai hampir menyentuh tanah….

Ibu menghayati, seperti itulah hari-hari ibu… Sejak punya anak pertama umur 1,5 tahun, sampai anak ke-4, ibu selalu ada yang membantu. Asisten utama selalu teh Ema, dan dibantu oleh asisten pendamping. Dan sekarang, dengan 4 anak….1 bayi… no assistant….dan…sedang mengambil peran yang sangat aktif di luar…. dudududu….

…..bersambung…

Umar Story: dari neustress ke eustress

Selalu menakjubkan saat mencermati perkembangan anak. Kadang, ada fase dimana ia menjelma menjadi seseorang yang totally different dari dirinya sebelumnya.

Hal ini terjadi pada Mas Umar. Berbeda 180 derajat sama kakaknya, Kaka Azka, Umar adalah anak yang super lempeng. Kepekaannya pada lingkungan dan terutama pada penilaian sosial kecil sekali. Persis abahnya haha….

Salah satu PR ibu dalam mengasuh Umar adalah mengasah kepekaan dan kepeduliannya terhadap lingkungan. Makanya ibu cereweeeet banget agar mas Umar “care” dari hal-hal kecil: jembrengin handuk setelah mandi, buang sampah yang berceceran, nyimpen barang-barangnya yang gak di tempatnya, bantu adiknya….

Khusus untuk “kurangnya kepedulian terhadap penilaian sosial”, waktu di TK ternyata hal ini  membuat si ibu malah jadi terkenal sebagai “mama Umar”. Kalau menyatakan pendapat atau tampil, dia sih cuek aja…seperti di hari pertama sekolah playgroup 3 tahun lalu……waktu bu guru bilang “sekarang, bu guru punya oleh-oleh untuk anak-anak pinter…… kodok!!!!” kata bu guru dengan riang sambil mengeluarkan origami kodok warna-warni. Lalu terdengarlah suara cempreng Umar; “ih, bu gulu….itu mah bukan kodok atuh, mukanya itu mah lebih milip tikus!”

Setiap kali pentas, setelah melewati casting, Umar selalu jadi “pemeran utama”. Waktu playgroup, dia dan 2 temannya berkostum profesi, Umar kebagian sebagai arsitek…..menerangkan arsitek itu kerjanya apa. Hahahaha…sampai sekarang ibu masih bisa ketawa terbahak-bahak setiap kali inget Umar yang dengan cueknya tampil di panggung, ngomong……..lalu…….ngupil !!!! wkwkwk….

Lalu waktu TK A, dia bersama 2 anak TK B berperan jadi bos penebang hutan…ibu juga masih bisa ngebayangin….dia dengan kostum eksekutif muda- jas lengkap dengan dasinya- lalu tertawa terbahak-bahak dan memerintahkan para traktor untuk menebang pohon-pohon di hutan ;). Dan terakhir, waktu pentas perpisahan, selain baca alQur’an dia juga jadi Raja ayahnya Purbasari, yang mukanya disulap jadi tua, lalu puter-puter di panggung dengan gestur bingung, siapa yang harus jadi ratu: purbasari atau purba larang 😉

Yang paling jelas dari kecuekannya adalah, waktu maulid nabi di TK nya. Tau gak….Umar sekolah sejak usia 3 tahun, playgroup. Tapi sejak masuk sekolah, sampai tengah semester TK B (berarti udah 2,5 tahun)….itu gak ada satu pun doa yang dia inget. Gak ada satu pun surat pendek yang dia hafal….ciyusss!!! waktu itu ibu ampe stress…;). Nahh…waktu maulid, bu guru salah daftarin Umar ikut lomba hafalan surat pendek. Tapi ya, dia cuek aja. Waktu namanya dipanggil, dia maju ke depan. Terus disuruh bismillah dan taawudz, dia kenceeeeeng banget suaranya. Disuruh baca Al-Ikhlas…dia dieeeem aja. Dituntut ama si jurinya, dia cuek aja ikutin kata-kata pak juri. Kalau pak Juri brenti, dia juga brenti … gak ada ingetnya sedikit pun…Begitu sampai dengan 2 surat selanjutnya…..

Tapi Umar yang itu, entah menghilang ke mana. Sekarang ada Umar yang berbeda….Waktu minggu setelah dibagi raport (2 minggu lalu), kan di sekolahnya ada kegiatan SSW (Special Student Week)…kalau jaman ibu mah namanya teh Porseni lah ;)…. isinya macem-macem lomba….nah, dia diminta gurunya ikut lomba adzan… Begitu tau begitu…dia keliatan cemas banget…maklum…dia gak hafal….terutama urutannya… sejak jumat sampai senin subuh….dia latihaaaaan terus. Dengerin tiap ada adzan di TV, lalu kepalanya ditutup keranjang dari kaleng biar suaranya bagus katanya;), sampai sama abahnya didonlotin beberapa versi adzan… Hari Sabtu….dia putus asa karena belum hafal juga… lalu dia membuat keputusan…”Mas Umar mau sakit aja ah Senin…mas Umar takut gak hafal…..” katanya…. kami sekeluarga terus mendorongnya…sampai senin subuh dia hafal urutannya, meskipun di ujungnya dia tambahin jadi gini:

…….”allahu akbar allahu akbar…..laaaailaaaha illallah…..huwallaahu akbar…..allahu akbar walillahilham….”

Wkwkwk…paket duo: adzan sama takbir…;)

Perubahannya ini, menjadi cemas saat akan menampilkan sesuatu, buat para pakar kreatifitas pasti dianggap negatif.  “Penilaian sosial membuat anak menjadi tidak spontan menampilkan kreatifitasnya”. Tapi buat ibu, ibu senang. Soalnya, berarti penilaian sosialnya berkembang. Dia sadar bahwa apa yang akan ia tampilkan akan mendapatkan penilaian. Dan, di sisi lain, itu berarti tanda bahwa achievement motivation nya mulai muncul ! cihuy !!! 😉

Pulang sekolah, waktu ibu tanya, dengan bangga dia bilang: “tadi mas Umar urutannya masih ada yang salah, tapi tetep dapat 2 bintang…. kalau temen mas Umar yang gugup dan cuman jadi patung di depan mik, bintangnya satu karena udah berani maju…” Four thumbs up buat bu guru!!

Minggu lalu dia dikasih PR sama gurunya untuk membaca sebuah buku, lalu menceritakan kembali. Umar udah heboh….sejak memilih buku yang kemudian diputuskan akan cerita “Tiga Bersaudara”….lalu latihan menceritakan kembali. Belum lagi diganggu oleh Hana yang teriak-teriak: “Itu buku kesukaan kaka Hana ! mas Umar gak boleh baca dan gak boleh ceritain cerita itu sama temen-temennya! Itu cerita milik Kaka Hana !!!!”

Subuh tadi, dia tampak cemas.

Mas Umar engga mau bawa bukunya ah, nanti kalau bu Guru baca bukunya terus gak sesuai, nanti gimana kalau nilainya berkurang….

Gimana kalau nanti mas Umar gugup….

Gimana kalau nanti mas Umar lupa…..

Maka, subuh-subuh ibu udah melatih relaksasi…….”tarik nafas…bilang bismillah sambil tahan….lalu keluarkan”

Dan lalu ibu berusaha memparafrasekan teori stress-nya om Lazarus menjadi bahasa yang dipahami Umar: “kalau seseorang itu akan menghadapi sesuatu, bisa jadi dia engga takut, sedikit takut, atau takut banget….. orang yang sedikit takut, kayak mas Umar ini bagus….karena kalau kita sedikit takut, kita jadi latihan….kalau yang engga takut, engga latihan… nanti dia jadi gak bisa….kalau takut banget…dia juga bisa jadi lupa lagi…..engga apa-apa…semua orang juga suka sedikit takut kalau mau maju ke depan kelas. … (semoga parafrasing neustress, eustress dan distressnya tepat haha…)

Lalu ibu menyampaikan kata-kata andalan dari buku si Franklin: “anak yang pemberani itu, bukan anak yang gak pernah takut…..tapi anak pemberani itu adalah anak yang tetap melakukan apa yang harus ia lakukan meskipun ia merasa takut”……

Ibu gak sabar pengen denger cerita mas Umar pas ibu jemput dari sekolah nanti…..

Semoga pengalaman emosi ini membuatmu menjadi dewasa nak…;)