Beberapa minggu terakhir ini, yang jadi “trending topic” di fesbuk kalau gak masalah pilwalkot bandung, adalah masalah bagi raport anak-anak dari para emak jamaah pesbuk. Banyak emak yang “melaporkan” kebanggan karena prestasi gemilang anak-anaknya, ada pula yang berusaha untuk bangga karena prestasi anaknya belum gemilang.
Behind the stage, beberapa minggu sebelumnya- yaitu saat pengisian nilai raport oleh guru – sampai minggu-minggu ini, saya mendapat beberapa klien terkait dengan prestasi akademik. Secara spesifik, saya menerima klien yang dirujuk oleh sekolah maupun yang datang atas inisiatif orangtuanya, dengan kasus: prestasi belajar rendah, nilai raport jelek, tidak naik kelas. Tujuan kedatangan ke psikolog adalah; kalau yang dirujuk oleh sekolah, sekolah meminta “second opinion” apakah tepat kalau si anak tidak dinaikkan. Apalagi katanya sekarang ada peraturan “hanya boleh tidak naik kelas sekali” . Saya sendiri belum mencari info mengenai kejelasan aturan tersebut. Yang jelas, dengan adanya aturan ini, maka guru dan kepala sekolah harus hati2 kapan saat yang tepat menggunakan satu kesempatan ini. Kalau yang datang atas inisiatif orangtua sendiri, biasanya pertanyaannya adalah “kenapa anak saya bisa jelek nilainya?” “apa yang salah?” “bagaimana caranya biar prestasi meningkat?”
Kalau datang ke psikolog, sesi pertemuan pertama agendanya adalah wawancara untuk memperjelas “keluhan” dan “riwayat keluhan”. Dari dua agenda ini, biasanya sudah akan ada hipotesis di kepala si psikolog, apa yang menjadi penyebab rendahnya prestasi akademik yang dikeluhkan. Hipotesis ini akan dikonfirmasi oleh asesment psikologis yang dilakukan pada si anak di pertemuan selanjutnya. Bisa test informal maupun test formal sesuai hipotesis si psikolog. Lalu pertemuan selanjutnya, akan dilakukan sesi konseling untuk menjawab pertanyaan awal sesuai dengan hasil asesmen.
Secara umum, ada dua “penyebab” rendahnya prestasi anak. Penyebab ini akan menentukan arah stimulasi yang dapat dilakukan guru dan atau orangtua.
(1) Potensi kecerdasan yang terbatas.
(2) “Underachievement”
(3) Kesubel
Recent Comments