12. Egoisme Sajadah

Dari kemaren  saya ingin menulis tentang sajadah. Bukan tentang sajadah lutu buatan turki warna ungu yang membuat saya jatuh cinta dan membelinya..tapi tentang perilaku bersajadah.

Begini ceritanya… Masjid di hotel tempat kami menginap, semakin lama semakin penuh saja. Sebenarnya itu bukan mesjid sih… Tapi 1 lantai yang difungsikan sebagai mesjid. “PR”, itu yang tertulis di lift. “Pray Room”. Meskipun luasnya satu  lantai sendiri, tapi semakin lama semakin tak mampu menampung 5000an jemaah haji Indonesia yang ada di 10 lantai hotel tersebut.

Nah, 2 hari lalu saya telat berangkat dari kamar pas adzan. Begitu masuk pray room…tampak sudah penuh. Tapi sebenarnya sih…masih bisa menampung 25-50 persen jamaah lagi. Kenapa? Karena….setiap orang memakai sajadah, dan melebarkan sajadahnya masing-masing. Padahal satu sajadah cukup untuk 2 orang. Saat salah seorang ibu yang masih berdiri gak kebagian tempat menyarankan yang bersajadah itu untuk sedikit bergeser, yang bersajadah tak bersedia. Sediiih…rasanya pas saat sholat tiba, barisan shafnya renggang2, sementara banyak ibu2 yang masih berdiri tak bisa ikut sholat berjamaah. Saat itu, “I hate sajadah” !!!  (Lebay mode:on).

Di masjidil harom, perilaku bersajadah ini sering terbawa. Pernah dalam salah satu sholat, seorang Turki akan menyelip diantara saya dan seorang ibu disamping saya. Si ibu di samping saya langsung menolak dengan galak (hehe…galak amat bu…). Sajadah seolah berfungsi untuk menandai “daerah kekuasaan”. Berbeda dengan jamaah dari negara2 lain yang jarang bawa sajadah.Padahal mah atuh ini teh rumah Allah…cik atuh mari kita berbagi….
Tapi hari ini, pandangan saya ttg sajadah berubah. Saat saya sedang tilawah, tiba-tiba  seorang ibu dari Medan di samping saya berkata : “de, boleh ya, dia sholat disini” katanya sambil menunjuk sajadah saya. “Dia” yang dimaksud adalah seorang wanita berwajah timur tengah yang sedang mencari-cari tempat. Si wajah Timur Tengah tampak sangat berterimaksih, ia menyalami kami sambil tak henti-hentinnya mengatakan “thank you, syukron”.
Ya, hari ini pandangan saya tentang sajadah berubah. Meskipun sama-sama bersajadah, namun seperti kata pepatah…berakit2 ke hulu berenang2 ke tepian … Eh salah kkkk… Yang menentukan adalah “man behind the gun”… Maka, perilaku bersajadah pun tergantung dari “women behind sajadah” haha…

Mengantri bis, minggu 6 nov. 21.30 WAS

antri bis

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: